Resensi untuk buku Menjadi Sang Hibrid: Budaya Tengger dan Osing dalam Geliat Modernitas karya Drs. Andang Subaharianto, M.Hum. dan Dr. Ikhwan Setiawan, S.S., M.A

Identitas Buku
• Judul: Menjadi Sang Hibrid: Budaya Tengger dan Osing dalam Geliat Modernitas
• Penulis: Andang Subaharianto dan Ikhwan Setiawan
• Editor: Kusnadi
• Penerbit: Tidak disebutkan
• Jumlah Halaman: Tidak disebutkan
• Jenis Buku: Buku Ajar
Sinopsis
Buku ini mengkaji konsep hibriditas dalam konteks budaya masyarakat Tengger dan Osing yang berada di wilayah Jawa Timur, Indonesia. Dengan pendekatan budaya dan teori hibriditas, penulis membahas bagaimana budaya lokal beradaptasi, bertahan, dan mengalami transformasi di tengah gempuran modernitas dan pengaruh ekonomi-politik. Masyarakat Tengger dan Osing dihadapkan pada perubahan yang tidak hanya mengubah pola konsumsi dan pendidikan, tetapi juga menciptakan identitas budaya yang hibrid, yakni perpaduan antara nilai-nilai tradisional dan modern.
Isi Buku
1. Geliat di Tengah Kabut: Bab ini menyoroti masyarakat Tengger dan bagaimana mereka menghadapi keberantaraan budaya antara tradisi leluhur dan modernitas. Tema yang dibahas meliputi perubahan pada praktik pertanian, pola konsumsi, pendidikan, dan peneguhan identitas hibrid.
2. Gerak Dinamis dari Ujung Timur Jawa: Menggambarkan dinamika masyarakat Using, yang menunjukkan keterbukaan mereka terhadap budaya luar dan adopsi nilai-nilai baru tanpa kehilangan identitas. Bab ini menampilkan bagaimana identitas Using terbentuk melalui musik pop-etnik dan aktivitas budaya lainnya.
3. Ketika Sang Lokal Mulai Gelisah: Bab ini mendalami pergolakan masyarakat lokal dalam mempertahankan otoritas budaya tradisional di tengah pengaruh modernitas. Ada fenomena resistensi dari generasi muda yang mulai melanggar norma atau tabu, sebagai bentuk adaptasi mereka terhadap perubahan zaman.
4. Hibriditas Kultural dan Proyek Pelestarian Tradisi: Bab ini menjelaskan bagaimana tradisi dan ritual budaya Tengger dan Using direkonstruksi dalam pandangan ekonomi-politik negara dan pengaruh modal. Ritual tradisional yang dulu dianggap sakral kini mulai terintegrasi dengan komersialisasi dan event-event publik yang terikat dengan agenda ekonomi.
5. Konsepsi Teoretis dan Simpulan: Bab terakhir ini menyajikan refleksi teoritis mengenai hibriditas budaya, khususnya dalam konteks cultural studies dan postcolonial studies. Penulis menegaskan bahwa masyarakat lokal bukanlah entitas yang ‘beku’ tetapi entitas dinamis yang terus beradaptasi terhadap pengaruh eksternal tanpa kehilangan esensi identitasnya.
Kelebihan
Buku ini berhasil menghadirkan analisis mendalam tentang hibriditas budaya dengan fokus pada masyarakat Tengger dan Using. Penulis menggunakan pendekatan teori hibriditas dengan sangat terperinci, menjelaskan konsep-konsep yang mungkin jarang diangkat dalam kajian budaya lokal di Indonesia. Analisis mengenai komersialisasi budaya dan pengaruh modernitas dalam membentuk identitas hibrid memberikan perspektif baru bagi pembaca untuk memahami dinamika antara tradisi dan perubahan sosial.
Kekurangan
Meskipun buku ini menyajikan kajian budaya yang sangat berharga, beberapa bagian mungkin sulit dipahami bagi pembaca umum karena penggunaan istilah teoritis yang kompleks tanpa banyak contoh praktis atau ilustrasi kasus nyata. Selain itu, pembahasan tentang peran generasi muda dalam proses hibriditas bisa diperluas untuk memperlihatkan bagaimana mereka menjadi agen perubahan dalam konteks budaya lokal yang bertransformasi.
Kesimpulan
“Menjadi Sang Hibrid: Budaya Tengger dan Osing dalam Geliat Modernitas” adalah kontribusi penting dalam studi budaya dan antropologi di Indonesia. Buku ini memberikan pandangan yang komprehensif mengenai adaptasi budaya lokal dalam menghadapi modernitas, terutama dalam konteks masyarakat Tengger dan Using. Buku ini sangat direkomendasikan bagi akademisi, peneliti, dan mahasiswa yang tertarik pada studi budaya lokal, teori hibriditas, dan transformasi sosial.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *