[:en]KULIAH TAMU MATAKULIAH PENGANTAR MANAJEMEN DAN KEWIRAUSAHAAN PRODI SASTRA INDONESIA[:de]KULIAH TAMU MATAKULIAH PENGANTAR MANAJEMEN DAN KEWIRAUSAHAAN PRODI SASTRA INDONESIA SEBAGAI IMPLEMENTASI PROGRAM MBKM DAN PESAN PRESIDEN[:]

[:en]

[:en]

[:en]

[:en]

[:en]

[:en]

[:en]

Presiden Jokowi berpesan terhadap perguruan tinggi bahwa dalam menghadapi disrupsi dan perubahan di masa pandemi ini perguruan tinggi perlu menghadirkan praktisi dan pelaku industri dalam pelaksanaan belajar mengajar di kelas-kelas kuliah. Untuk itu matakuliah Pengantar Manajemen dan Kewirausahaan menggandeng pengusaha untuk mengisi Kuliah Tamu dengan tema “Belajar Bisnis dari Pengusaha” pada hari Kamis 7 Oktober 2021. Kuliah Tamu yang dihadari 87 mahasiswa Sastra Indonesia ini menghadirkan Agus 99 Jajag, seorang alumnus Prodi D3 Bahasa Inggris, Fakultas Sastra (FIB) UNEJ yang sukses menjadi pengusaha di kampung halamannya di Jajag, Banyuwangi.

Mahasiswa menyimak proses dan kiat-kiat Agus 99 Jajag dalam membangun bisnis from zero to hero. Agus memulai usaha dari keadaan “the power of kepepet”. Setelah mengirimkan 100 lamaran pekerjaan, dia diterima kerja di Telkomsel dengan posisi sebagai karyawan kontrak selama dua tahun. Saat menjelang kontraknya berakhir, dia memikirkan tentang masa depannya. Karena tidak ingin lagi bekerja di bawah orang lain, dia bertekad bulat untuk membangun usaha dengan membuka Kios Jam Tangan dan Kacamata di teras Indomaret di dekat rumahnya. Lama kelamaan bisnisnya berkempang pesat, Agus dapat membuka kiosnya di seluruh Indomaret se-Banyuwangi, bahkan beberapa di Bondowoso, Situbondo dan Jember.

Oleh karena pikirannya selalu merasa ditantang oleh perkembangan bisnis, Agus melakukan istilahnya “pre-emptive strike” atau serangan pendahuluan, sebelum bisnisnya terkena disrupsi, Agus mengubah bisnisnya dengan menutup seluruh gerainya dengan mendirikan toko sendiri. Agar mendapatkan berkah tokonya dinamanakan “99 Jajag”, angka 99 didapat dari asmaul husna. Sebagai toko baru, Agus berupaya membranding tokonya dengan mengikuti event-event di Banyuwangi yang berpotensi mengumpulkan banyak orang. Yang ia lakukan tidak melulu direct selling tetapi menanamkan kesadaran merek (brand awarness) kepada khalayak yang hadir di event-event tersebut. Brand awarness mengenai nama dan keberadaan tokonya serta produk yang ditawarkan dilakukan melalui pemasangan umbul-umbul, banner, brosur, dll. di sekitar lokasi event. Selain itu dia melihat potensi buruh migran Indonesia yang berasal dari Banyuwangi dan sekitarnya sebagai konsumen yang potensial dengan menggandeng para pemimpin buruh migran sebagai ujung tombak promosi.  Agus juga memanfaatkan media sosial untuk branding dan marketing usahanya dengan memberi tugas pada karyawan tokonya untuk mengupload konten branding tersebut di medsos masing-masing.

.

Dalam mengelola keuangan untuk kelangsungan bisnisnya, Agus membuat tiga pos, yaitu pos untuk konsumsi sehari-hari, pos untuk gaji dirinya, dan pos untuk investasi. Dengan pengelolaan tersebut, untuk membangun dan memperbesar bisnisnya, Agus hampir tidak tergantung pinjaman bank. Pada akhir-akhir ini selain memiliki toko grosir asesoris “99 Jajag”, berangkat dari kesukaannya atau hobinya nge-gym, Agus membuka pula “99 Gym Jajag”.

Dari Kuliah tamu ini mahasiswa dapat memetik ilmu dan informasi tentang bagaimana memulai usaha, bagaimana harus cerdas membaca peluang, menghadapi ancaman dan tantangan. Agus dapat mengubah SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats) menjadi SCOC (Strenghts, Challange, Oportunities, Challange) agar bisnisnya tetap bertahan dan berkembang.

[:de]

Presiden Jokowi berpesan terhadap perguruan tinggi bahwa dalam menghadapi disrupsi dan perubahan di masa pandemi ini perguruan tinggi perlu menghadirkan praktisi dan pelaku industri dalam pelaksanaan belajar mengajar di kelas-kelas kuliah. Untuk itu matakuliah Pengantar Manajemen dan Kewirausahaan menggandeng pengusaha untuk mengisi Kuliah Tamu dengan tema “Belajar Bisnis dari Pengusaha”. Kuliah Tamu yang dihadari 87 mahasiswa Sastra Indonesia ini menghadirkan Agus 99 Jajag, seorang alumnus Prodi D3 Bahasa Inggris, Fakultas Sastra (FIB) UNEJ yang sukses menjadi pengusaha di kampung halamannya di Jajag, Banyuwangi.
Mahasiswa menyimak proses dan kiat-kiat Agus 99 Jajag dalam membangun bisnis from zero to hero. Agus memulai usaha dari keadaan “the power of kepepet”. Setelah mengirimkan 100 lamaran pekerjaan, dia diterima kerja di Telkomsel dengan posisi sebagai karyawan kontrak selama dua tahun. Saat menjelang kontraknya berakhir, dia memikirkan tentang masa depannya. Karena tidak ingin lagi bekerja di bawah orang lain, dia bertekad bulat untuk membangun usaha dengan membuka Kios Jam tangan dan Kacamata di teras Indomaret di dekat rumahnya. Lama kelamaan bisnisnya berkempang pesat, Agus dapat membuka kiosnya di seluruh Indomaret se-Banyuwangi, bahkan beberapa di Bondowoso, Situbondo dan Jember.
Oleh karena pikirannya selalu merasa ditantang oleh perkembangan bisnis, Agus melakukan istilahnya “pre-emptive strike” atau serangan pendahuluan, sebelum bisnisnya terkena disrupsi, Agus mengubah bisnisnya dengan menutup seluruh gerainya dengan mendirikan toko sendiri. Agar mendapatkan berkah tokonya dinamanakan “99 Jajag”, angka 99 didapat dari asmaul husna. Sebagai toko baru, Agus berupaya membranding tokonya dengan mengikuti event-event di Banyuwangi yang berpotensi mengumpulkan banyak orang. Yang ia lakukan tidak melulu direct selling tetapi menanamkan kesadaran merek (brand awarness) kepada khalayak yang hadir di event-event tersebut. Brand awarness mengenai nama dan keberadaan tokonya serta produk yang ditawarkan dilakukan melalui pemasangan umbul-umbul, banner, brosur, dll. di sekitar lokasi event. Selain itu dia melihat potensi buruh migran Indonesia yang berasal dari Banyuwangi dan sekitarnya sebagai konsumen yang potensial dengan menggandeng para pemimpin buruh migran sebagai ujung tombak promosi. Selain itu Agus juga memanfaatkan media sosial untuk branding dan marketing usahanya.
Dalam mengelola keuangan untuk kelangsungan bisnisnya, Agus membuat tiga pos, yaitu pos untuk konsumsi sehari-hari, pos untuk gaji dirinya, dan pos untuk investasi. Dengan pengelolaan tersebut, untuk membangun dan memperbesar bisnisnya, Agus hampir tidak tergantung pinjaman bank. Pada akhir-akhir ini selain memiliki toko grosir asesoris “99 Jajag”, berangkat dari kesukaannya atau hobinya nge-gym, Agus akhirnya juga membuka “99 Gym Jajag”.
Dari Kuliah tamu ini mahasiswa dapat memetik ilmu dan informasi tentang bagaimana memulai usaha, bagaimana harus cerdas membaca peluang, menghadapi ancaman dan tantangan. Agus dapat mengubah SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats) menjadi SCOC (Strenghts, Challange, Oportunities, Challange) agar bisnisnya tetap bertahan dan berkembang.

[:]

[:de]

Presiden Jokowi berpesan terhadap perguruan tinggi bahwa dalam menghadapi disrupsi dan perubahan di masa pandemi ini perguruan tinggi perlu menghadirkan praktisi dan pelaku industri dalam pelaksanaan belajar mengajar di kelas-kelas kuliah. Untuk itu matakuliah Pengantar Manajemen dan Kewirausahaan menggandeng pengusaha untuk mengisi Kuliah Tamu dengan tema “Belajar Bisnis dari Pengusaha”. Kuliah Tamu yang dihadari 87 mahasiswa Sastra Indonesia ini menghadirkan Agus 99 Jajag, seorang alumnus Prodi D3 Bahasa Inggris, Fakultas Sastra (FIB) UNEJ yang sukses menjadi pengusaha di kampung halamannya di Jajag, Banyuwangi.
Mahasiswa menyimak proses dan kiat-kiat Agus 99 Jajag dalam membangun bisnis from zero to hero. Agus memulai usaha dari keadaan “the power of kepepet”. Setelah mengirimkan 100 lamaran pekerjaan, dia diterima kerja di Telkomsel dengan posisi sebagai karyawan kontrak selama dua tahun. Saat menjelang kontraknya berakhir, dia memikirkan tentang masa depannya. Karena tidak ingin lagi bekerja di bawah orang lain, dia bertekad bulat untuk membangun usaha dengan membuka kios cendera mata (topi, arloji, sabuk, dll.) di teras Indomaret di dekat rumahnya. Lama kelamaan bisnisnya berkempang pesat, Agus dapat membuka kiosnya di seluruh Indomaret se-Banyuwangi, bahkan beberapa di Bondowoso, Situbondo dan Jember.
Oleh karena pikirannya selalu merasa ditantang oleh perkembangan bisnis, Agus melakukan istilahnya “pre-emptive strike” atau serangan pendahuluan, sebelum bisnisnya terkena disrupsi, Agus mengubah bisnisnya dengan menutup seluruh gerainya dengan mendirikan toko sendiri. Agar mendapatkan berkah tokonya dinamanakan “99 Jajag”, angka 99 didapat dari asmaul husna. Sebagai toko baru, Agus berupaya membranding tokonya dengan mengikuti event-event di Banyuwangi yang berpotensi mengumpulkan banyak orang. Yang ia lakukan tidak melulu direct selling tetapi menanamkan kesadaran merek (brand awarness) kepada khalayak yang hadir di event-event tersebut. Brand awarness mengenai nama dan keberadaan tokonya serta produk yang ditawarkan dilakukan melalui pemasangan umbul-umbul, banner, brosur, dll. di sekitar lokasi event. Selain itu dia melihat potensi buruh migran Indonesia yang berasal dari Banyuwangi dan sekitarnya sebagai konsumen yang potensial dengan menggandeng para pemimpin buruh migran sebagai ujung tombak promosi. Selain itu Agus juga memanfaatkan media sosial untuk branding dan marketing usahanya.
Dalam mengelola keuangan untuk kelangsungan bisnisnya, Agus membuat tiga pos, yaitu pos untuk konsumsi sehari-hari, pos untuk gaji dirinya, dan pos untuk investasi. Dengan pengelolaan tersebut, untuk membangun dan memperbesar bisnisnya, Agus hampir tidak tergantung pinjaman bank. Pada akhir-akhir ini selain memiliki toko grosir asesoris “99 Jajag”, berangkat dari kesukaannya atau hobinya nge-gym, Agus akhirnya juga membuka “99 Gym Jajag”.
Dari Kuliah tamu ini mahasiswa dapat memetik ilmu dan informasi tentang bagaimana memulai usaha, bagaimana harus cerdas membaca peluang, menghadapi ancaman dan tantangan. Agus dapat mengubah SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats) menjadi SCOC (Strenghts, Challange, Oportunities, Challange) agar bisnisnya tetap bertahan dan berkembang.

[:]

[:de]

Presiden Jokowi berpesan terhadap perguruan tinggi bahwa dalam menghadapi disrupsi dan perubahan di masa pandemi ini perguruan tinggi perlu menghadirkan praktisi dan pelaku industri dalam pelaksanaan belajar mengajar di kelas-kelas kuliah. Untuk itu matakuliah Pengantar Manajemen dan Kewirausahaan menggandeng pengusaha untuk mengisi Kuliah Tamu dengan tema “Belajar Bisnis dari Pengusaha”. Kuliah Tamu yang dihadari 87 mahasiswa Sastra Indonesia ini menghadirkan Agus 99 Jajag, seorang alumnus Prodi D3 Bahasa Inggris, Fakultas Sastra (FIB) UNEJ yang sukses menjadi pengusaha di kampung halamannya di Jajag, Banyuwangi.
Mahasiswa menyimak proses dan kiat-kiat Agus 99 Jajag dalam membangun bisnis from zero to hero. Agus memulai usaha dari keadaan “the power of kepepet”. Setelah mengirimkan 100 lamaran pekerjaan, dia diterima kerja di Telkomsel dengan posisi sebagai karyawan kontrak selama dua tahun. Saat menjelang kontraknya berakhir, dia memikirkan tentang masa depannya. Karena tidak ingin lagi bekerja di bawah orang lain, dia bertekad bulat untuk membangun usaha dengan membuka Kios Jam Tangan dan Kacamata di teras Indomaret di dekat rumahnya. Lama kelamaan bisnisnya berkempang pesat, Agus dapat membuka kiosnya di seluruh Indomaret se-Banyuwangi, bahkan beberapa di Bondowoso, Situbondo dan Jember.
Oleh karena pikirannya selalu merasa ditantang oleh perkembangan bisnis, Agus melakukan istilahnya “pre-emptive strike” atau serangan pendahuluan, sebelum bisnisnya terkena disrupsi, Agus mengubah bisnisnya dengan menutup seluruh gerainya dengan mendirikan toko sendiri. Agar mendapatkan berkah tokonya dinamanakan “99 Jajag”, angka 99 didapat dari asmaul husna. Sebagai toko baru, Agus berupaya membranding tokonya dengan mengikuti event-event di Banyuwangi yang berpotensi mengumpulkan banyak orang. Yang ia lakukan tidak melulu direct selling tetapi menanamkan kesadaran merek (brand awarness) kepada khalayak yang hadir di event-event tersebut. Brand awarness mengenai nama dan keberadaan tokonya serta produk yang ditawarkan dilakukan melalui pemasangan umbul-umbul, banner, brosur, dll. di sekitar lokasi event. Selain itu dia melihat potensi buruh migran Indonesia yang berasal dari Banyuwangi dan sekitarnya sebagai konsumen yang potensial dengan menggandeng para pemimpin buruh migran sebagai ujung tombak promosi. Selain itu Agus juga memanfaatkan media sosial untuk branding dan marketing usahanya.
Dalam mengelola keuangan untuk kelangsungan bisnisnya, Agus membuat tiga pos, yaitu pos untuk konsumsi sehari-hari, pos untuk gaji dirinya, dan pos untuk investasi. Dengan pengelolaan tersebut, untuk membangun dan memperbesar bisnisnya, Agus hampir tidak tergantung pinjaman bank. Pada akhir-akhir ini selain memiliki toko grosir asesoris “99 Jajag”, berangkat dari kesukaannya atau hobinya nge-gym, Agus akhirnya juga membuka “99 Gym Jajag”.
Dari Kuliah tamu ini mahasiswa dapat memetik ilmu dan informasi tentang bagaimana memulai usaha, bagaimana harus cerdas membaca peluang, menghadapi ancaman dan tantangan. Agus dapat mengubah SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats) menjadi SCOC (Strenghts, Challange, Oportunities, Challange) agar bisnisnya tetap bertahan dan berkembang.

 

Presiden Jokowi berpesan terhadap perguruan tinggi bahwa dalam menghadapi disrupsi dan perubahan di masa pandemi ini perguruan tinggi perlu menghadirkan praktisi dan pelaku industri dalam pelaksanaan belajar mengajar di kelas-kelas kuliah. Untuk itu matakuliah Pengantar Manajemen dan Kewirausahaan menggandeng pengusaha untuk mengisi Kuliah Tamu dengan tema “Belajar Bisnis dari Pengusaha”. Kuliah Tamu yang dihadari 87 mahasiswa Sastra Indonesia ini menghadirkan Agus 99 Jajag, seorang alumnus Prodi D3 Bahasa Inggris, Fakultas Sastra (FIB) UNEJ yang sukses menjadi pengusaha di kampung halamannya di Jajag, Banyuwangi.
Mahasiswa menyimak proses dan kiat-kiat Agus 99 Jajag dalam membangun bisnis from zero to hero. Agus memulai usaha dari keadaan “the power of kepepet”. Setelah mengirimkan 100 lamaran pekerjaan, dia diterima kerja di Telkomsel dengan posisi sebagai karyawan kontrak selama dua tahun. Saat menjelang kontraknya berakhir, dia memikirkan tentang masa depannya. Karena tidak ingin lagi bekerja di bawah orang lain, dia bertekad bulat untuk membangun usaha dengan membuka kios cendera mata (topi, arloji, sabuk, dll.) di teras Indomaret di dekat rumahnya. Lama kelamaan bisnisnya berkempang pesat, Agus dapat membuka kiosnya di seluruh Indomaret se-Banyuwangi, bahkan beberapa di Bondowoso, Situbondo dan Jember.
Oleh karena pikirannya selalu merasa ditantang oleh perkembangan bisnis, Agus melakukan istilahnya “pre-emptive strike” atau serangan pendahuluan, sebelum bisnisnya terkena disrupsi, Agus mengubah bisnisnya dengan menutup seluruh gerainya dengan mendirikan toko sendiri. Agar mendapatkan berkah tokonya dinamanakan “99 Jajag”, angka 99 didapat dari asmaul husna. Sebagai toko baru, Agus berupaya membranding tokonya dengan mengikuti event-event di Banyuwangi yang berpotensi mengumpulkan banyak orang. Yang ia lakukan tidak melulu direct selling tetapi menanamkan kesadaran merek (brand awarness) kepada khalayak yang hadir di event-event tersebut. Brand awarness mengenai nama dan keberadaan tokonya serta produk yang ditawarkan dilakukan melalui pemasangan umbul-umbul, banner, brosur, dll. di sekitar lokasi event. Selain itu dia melihat potensi buruh migran Indonesia yang berasal dari Banyuwangi dan sekitarnya sebagai konsumen yang potensial dengan menggandeng para pemimpin buruh migran sebagai ujung tombak promosi. Selain itu Agus juga memanfaatkan media sosial untuk branding dan marketing usahanya.
Dalam mengelola keuangan untuk kelangsungan bisnisnya, Agus membuat tiga pos, yaitu pos untuk konsumsi sehari-hari, pos untuk gaji dirinya, dan pos untuk investasi. Dengan pengelolaan tersebut, untuk membangun dan memperbesar bisnisnya, Agus hampir tidak tergantung pinjaman bank. Pada akhir-akhir ini selain memiliki toko grosir asesoris “99 Jajag”, berangkat dari kesukaannya atau hobinya nge-gym, Agus akhirnya juga membuka “99 Gym Jajag”.
Dari Kuliah tamu ini mahasiswa dapat memetik ilmu dan informasi tentang bagaimana memulai usaha, bagaimana harus cerdas membaca peluang, menghadapi ancaman dan tantangan. Agus dapat mengubah SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats) menjadi SCOC (Strenghts, Challange, Oportunities, Challange) agar bisnisnya tetap bertahan dan berkembang.

[:]

[:de]

Presiden Jokowi berpesan terhadap perguruan tinggi bahwa dalam menghadapi disrupsi dan perubahan di masa pandemi ini perguruan tinggi perlu menghadirkan praktisi dan pelaku industri dalam pelaksanaan belajar mengajar di kelas-kelas kuliah. Untuk itu matakuliah Pengantar Manajemen dan Kewirausahaan menggandeng pengusaha untuk mengisi Kuliah Tamu dengan tema “Belajar Bisnis dari Pengusaha”. Kuliah Tamu yang dihadari 87 mahasiswa Sastra Indonesia ini menghadirkan Agus 99 Jajag, seorang alumnus Prodi D3 Bahasa Inggris, Fakultas Sastra (FIB) UNEJ yang sukses menjadi pengusaha di kampung halamannya di Jajag, Banyuwangi.
Mahasiswa menyimak proses dan kiat-kiat Agus 99 Jajag dalam membangun bisnis from zero to hero. Agus memulai usaha dari keadaan “the power of kepepet”. Setelah mengirimkan 100 lamaran pekerjaan, dia diterima kerja di Telkomsel dengan posisi sebagai karyawan kontrak selama dua tahun. Saat menjelang kontraknya berakhir, dia memikirkan tentang masa depannya. Karena tidak ingin lagi bekerja di bawah orang lain, dia bertekad bulat untuk membangun usaha dengan membuka kios cendera mata (topi, arloji, sabuk, dll.) di teras Indomaret di dekat rumahnya. Lama kelamaan bisnisnya berkempang pesat, Agus dapat membuka kiosnya di seluruh Indomaret se-Banyuwangi, bahkan beberapa di Bondowoso, Situbondo dan Jember.
Oleh karena pikirannya selalu merasa ditantang oleh perkembangan bisnis, Agus melakukan istilahnya “pre-emptive strike” atau serangan pendahuluan, sebelum bisnisnya terkena disrupsi, Agus mengubah bisnisnya dengan menutup seluruh gerainya dengan mendirikan toko sendiri. Agar mendapatkan berkah tokonya dinamanakan “99 Jajag”, angka 99 didapat dari asmaul husna. Sebagai toko baru, Agus berupaya membranding tokonya dengan mengikuti event-event di Banyuwangi yang berpotensi mengumpulkan banyak orang. Yang ia lakukan tidak melulu direct selling tetapi menanamkan kesadaran merek (brand awarness) kepada khalayak yang hadir di event-event tersebut. Brand awarness mengenai nama dan keberadaan tokonya serta produk yang ditawarkan dilakukan melalui pemasangan umbul-umbul, banner, brosur, dll. di sekitar lokasi event. Selain itu dia melihat potensi buruh migran Indonesia yang berasal dari Banyuwangi dan sekitarnya sebagai konsumen yang potensial dengan menggandeng para pemimpin buruh migran sebagai ujung tombak promosi. Selain itu Agus juga memanfaatkan media sosial untuk branding dan marketing usahanya.
Dalam mengelola keuangan untuk kelangsungan bisnisnya, Agus membuat tiga pos, yaitu pos untuk konsumsi sehari-hari, pos untuk gaji dirinya, dan pos untuk investasi. Dengan pengelolaan tersebut, untuk membangun dan memperbesar bisnisnya, Agus hampir tidak tergantung pinjaman bank. Pada akhir-akhir ini selain memiliki toko grosir asesoris “99 Jajag”, berangkat dari kesukaannya atau hobinya nge-gym, Agus akhirnya juga membuka “99 Gym Jajag”.
Dari Kuliah tamu ini mahasiswa dapat memetik ilmu dan informasi tentang bagaimana memulai usaha, bagaimana harus cerdas membaca peluang, menghadapi ancaman dan tantangan. Agus dapat mengubah SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats) menjadi SCOC (Strenghts, Challange, Oportunities, Challange) agar bisnisnya tetap bertahan dan berkembang.

 

 

Presiden Jokowi berpesan terhadap perguruan tinggi bahwa dalam menghadapi disrupsi dan perubahan di masa pandemi ini perguruan tinggi perlu menghadirkan praktisi dan pelaku industri dalam pelaksanaan belajar mengajar di kelas-kelas kuliah. Untuk itu matakuliah Pengantar Manajemen dan Kewirausahaan menggandeng pengusaha untuk mengisi Kuliah Tamu dengan tema “Belajar Bisnis dari Pengusaha”. Kuliah Tamu yang dihadari 87 mahasiswa Sastra Indonesia ini menghadirkan Agus 99 Jajag, seorang alumnus Prodi D3 Bahasa Inggris, Fakultas Sastra (FIB) UNEJ yang sukses menjadi pengusaha di kampung halamannya di Jajag, Banyuwangi.
Mahasiswa menyimak proses dan kiat-kiat Agus 99 Jajag dalam membangun bisnis from zero to hero. Agus memulai usaha dari keadaan “the power of kepepet”. Setelah mengirimkan 100 lamaran pekerjaan, dia diterima kerja di Telkomsel dengan posisi sebagai karyawan kontrak selama dua tahun. Saat menjelang kontraknya berakhir, dia memikirkan tentang masa depannya. Karena tidak ingin lagi bekerja di bawah orang lain, dia bertekad bulat untuk membangun usaha dengan membuka kios cendera mata (topi, arloji, sabuk, dll.) di teras Indomaret di dekat rumahnya. Lama kelamaan bisnisnya berkempang pesat, Agus dapat membuka kiosnya di seluruh Indomaret se-Banyuwangi, bahkan beberapa di Bondowoso, Situbondo dan Jember.
Oleh karena pikirannya selalu merasa ditantang oleh perkembangan bisnis, Agus melakukan istilahnya “pre-emptive strike” atau serangan pendahuluan, sebelum bisnisnya terkena disrupsi, Agus mengubah bisnisnya dengan menutup seluruh gerainya dengan mendirikan toko sendiri. Agar mendapatkan berkah tokonya dinamanakan “99 Jajag”, angka 99 didapat dari asmaul husna. Sebagai toko baru, Agus berupaya membranding tokonya dengan mengikuti event-event di Banyuwangi yang berpotensi mengumpulkan banyak orang. Yang ia lakukan tidak melulu direct selling tetapi menanamkan kesadaran merek (brand awarness) kepada khalayak yang hadir di event-event tersebut. Brand awarness mengenai nama dan keberadaan tokonya serta produk yang ditawarkan dilakukan melalui pemasangan umbul-umbul, banner, brosur, dll. di sekitar lokasi event. Selain itu dia melihat potensi buruh migran Indonesia yang berasal dari Banyuwangi dan sekitarnya sebagai konsumen yang potensial dengan menggandeng para pemimpin buruh migran sebagai ujung tombak promosi. Selain itu Agus juga memanfaatkan media sosial untuk branding dan marketing usahanya.
Dalam mengelola keuangan untuk kelangsungan bisnisnya, Agus membuat tiga pos, yaitu pos untuk konsumsi sehari-hari, pos untuk gaji dirinya, dan pos untuk investasi. Dengan pengelolaan tersebut, untuk membangun dan memperbesar bisnisnya, Agus hampir tidak tergantung pinjaman bank. Pada akhir-akhir ini selain memiliki toko grosir asesoris “99 Jajag”, berangkat dari kesukaannya atau hobinya nge-gym, Agus akhirnya juga membuka “99 Gym Jajag”.
Dari Kuliah tamu ini mahasiswa dapat memetik ilmu dan informasi tentang bagaimana memulai usaha, bagaimana harus cerdas membaca peluang, menghadapi ancaman dan tantangan. Agus dapat mengubah SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats) menjadi SCOC (Strenghts, Challange, Oportunities, Challange) agar bisnisnya tetap bertahan dan berkembang.

 

Presiden Jokowi berpesan terhadap perguruan tinggi bahwa dalam menghadapi disrupsi dan perubahan di masa pandemi ini perguruan tinggi perlu menghadirkan praktisi dan pelaku industri dalam pelaksanaan belajar mengajar di kelas-kelas kuliah. Untuk itu matakuliah Pengantar Manajemen dan Kewirausahaan menggandeng pengusaha untuk mengisi Kuliah Tamu dengan tema “Belajar Bisnis dari Pengusaha”. Kuliah Tamu yang dihadari 87 mahasiswa Sastra Indonesia ini menghadirkan Agus 99 Jajag, seorang alumnus Prodi D3 Bahasa Inggris, Fakultas Sastra (FIB) UNEJ yang sukses menjadi pengusaha di kampung halamannya di Jajag, Banyuwangi.
Mahasiswa menyimak proses dan kiat-kiat Agus 99 Jajag dalam membangun bisnis from zero to hero. Agus memulai usaha dari keadaan “the power of kepepet”. Setelah mengirimkan 100 lamaran pekerjaan, dia diterima kerja di Telkomsel dengan posisi sebagai karyawan kontrak selama dua tahun. Saat menjelang kontraknya berakhir, dia memikirkan tentang masa depannya. Karena tidak ingin lagi bekerja di bawah orang lain, dia bertekad bulat untuk membangun usaha dengan membuka kios cendera mata (topi, arloji, sabuk, dll.) di teras Indomaret di dekat rumahnya. Lama kelamaan bisnisnya berkempang pesat, Agus dapat membuka kiosnya di seluruh Indomaret se-Banyuwangi, bahkan beberapa di Bondowoso, Situbondo dan Jember.
Oleh karena pikirannya selalu merasa ditantang oleh perkembangan bisnis, Agus melakukan istilahnya “pre-emptive strike” atau serangan pendahuluan, sebelum bisnisnya terkena disrupsi, Agus mengubah bisnisnya dengan menutup seluruh gerainya dengan mendirikan toko sendiri. Agar mendapatkan berkah tokonya dinamanakan “99 Jajag”, angka 99 didapat dari asmaul husna. Sebagai toko baru, Agus berupaya membranding tokonya dengan mengikuti event-event di Banyuwangi yang berpotensi mengumpulkan banyak orang. Yang ia lakukan tidak melulu direct selling tetapi menanamkan kesadaran merek (brand awarness) kepada khalayak yang hadir di event-event tersebut. Brand awarness mengenai nama dan keberadaan tokonya serta produk yang ditawarkan dilakukan melalui pemasangan umbul-umbul, banner, brosur, dll. di sekitar lokasi event. Selain itu dia melihat potensi buruh migran Indonesia yang berasal dari Banyuwangi dan sekitarnya sebagai konsumen yang potensial dengan menggandeng para pemimpin buruh migran sebagai ujung tombak promosi. Selain itu Agus juga memanfaatkan media sosial untuk branding dan marketing usahanya.
Dalam mengelola keuangan untuk kelangsungan bisnisnya, Agus membuat tiga pos, yaitu pos untuk konsumsi sehari-hari, pos untuk gaji dirinya, dan pos untuk investasi. Dengan pengelolaan tersebut, untuk membangun dan memperbesar bisnisnya, Agus hampir tidak tergantung pinjaman bank. Pada akhir-akhir ini selain memiliki toko grosir asesoris “99 Jajag”, berangkat dari kesukaannya atau hobinya nge-gym, Agus akhirnya juga membuka “99 Gym Jajag”.
Dari Kuliah tamu ini mahasiswa dapat memetik ilmu dan informasi tentang bagaimana memulai usaha, bagaimana harus cerdas membaca peluang, menghadapi ancaman dan tantangan. Agus dapat mengubah SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats) menjadi SCOC (Strenghts, Challange, Oportunities, Challange) agar bisnisnya tetap bertahan dan berkembang.

 

Presiden Jokowi berpesan terhadap perguruan tinggi bahwa dalam menghadapi disrupsi dan perubahan di masa pandemi ini perguruan tinggi perlu menghadirkan praktisi dan pelaku industri dalam pelaksanaan belajar mengajar di kelas-kelas kuliah. Untuk itu matakuliah Pengantar Manajemen dan Kewirausahaan menggandeng pengusaha untuk mengisi Kuliah Tamu dengan tema “Belajar Bisnis dari Pengusaha”. Kuliah Tamu yang dihadari 87 mahasiswa Sastra Indonesia ini menghadirkan Agus 99 Jajag, seorang alumnus Prodi D3 Bahasa Inggris, Fakultas Sastra (FIB) UNEJ yang sukses menjadi pengusaha di kampung halamannya di Jajag, Banyuwangi.
Mahasiswa menyimak proses dan kiat-kiat Agus 99 Jajag dalam membangun bisnis from zero to hero. Agus memulai usaha dari keadaan “the power of kepepet”. Setelah mengirimkan 100 lamaran pekerjaan, dia diterima kerja di Telkomsel dengan posisi sebagai karyawan kontrak selama dua tahun. Saat menjelang kontraknya berakhir, dia memikirkan tentang masa depannya. Karena tidak ingin lagi bekerja di bawah orang lain, dia bertekad bulat untuk membangun usaha dengan membuka kios cendera mata (topi, arloji, sabuk, dll.) di teras Indomaret di dekat rumahnya. Lama kelamaan bisnisnya berkempang pesat, Agus dapat membuka kiosnya di seluruh Indomaret se-Banyuwangi, bahkan beberapa di Bondowoso, Situbondo dan Jember.
Oleh karena pikirannya selalu merasa ditantang oleh perkembangan bisnis, Agus melakukan istilahnya “pre-emptive strike” atau serangan pendahuluan, sebelum bisnisnya terkena disrupsi, Agus mengubah bisnisnya dengan menutup seluruh gerainya dengan mendirikan toko sendiri. Agar mendapatkan berkah tokonya dinamanakan “99 Jajag”, angka 99 didapat dari asmaul husna. Sebagai toko baru, Agus berupaya membranding tokonya dengan mengikuti event-event di Banyuwangi yang berpotensi mengumpulkan banyak orang. Yang ia lakukan tidak melulu direct selling tetapi menanamkan kesadaran merek (brand awarness) kepada khalayak yang hadir di event-event tersebut. Brand awarness mengenai nama dan keberadaan tokonya serta produk yang ditawarkan dilakukan melalui pemasangan umbul-umbul, banner, brosur, dll. di sekitar lokasi event. Selain itu dia melihat potensi buruh migran Indonesia yang berasal dari Banyuwangi dan sekitarnya sebagai konsumen yang potensial dengan menggandeng para pemimpin buruh migran sebagai ujung tombak promosi. Selain itu Agus juga memanfaatkan media sosial untuk branding dan marketing usahanya.
Dalam mengelola keuangan untuk kelangsungan bisnisnya, Agus membuat tiga pos, yaitu pos untuk konsumsi sehari-hari, pos untuk gaji dirinya, dan pos untuk investasi. Dengan pengelolaan tersebut, untuk membangun dan memperbesar bisnisnya, Agus hampir tidak tergantung pinjaman bank. Pada akhir-akhir ini selain memiliki toko grosir asesoris “99 Jajag”, berangkat dari kesukaannya atau hobinya nge-gym, Agus akhirnya juga membuka “99 Gym Jajag”.
Dari Kuliah tamu ini mahasiswa dapat memetik ilmu dan informasi tentang bagaimana memulai usaha, bagaimana harus cerdas membaca peluang, menghadapi ancaman dan tantangan. Agus dapat mengubah SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats) menjadi SCOC (Strenghts, Challange, Oportunities, Challange) agar bisnisnya tetap bertahan dan berkembang.

[:]

[:de]

Presiden Jokowi berpesan terhadap perguruan tinggi bahwa dalam menghadapi disrupsi dan perubahan di masa pandemi ini perguruan tinggi perlu menghadirkan praktisi dan pelaku industri dalam pelaksanaan belajar mengajar di kelas-kelas kuliah. Untuk itu matakuliah Pengantar Manajemen dan Kewirausahaan menggandeng pengusaha untuk mengisi Kuliah Tamu dengan tema “Belajar Bisnis dari Pengusaha”. Kuliah Tamu yang dihadari 87 mahasiswa Sastra Indonesia ini menghadirkan Agus 99 Jajag, seorang alumnus Prodi D3 Bahasa Inggris, Fakultas Sastra (FIB) UNEJ yang sukses menjadi pengusaha di kampung halamannya di Jajag, Banyuwangi.
Mahasiswa menyimak proses dan kiat-kiat Agus 99 Jajag dalam membangun bisnis from zero to hero. Agus memulai usaha dari keadaan “the power of kepepet”. Setelah mengirimkan 100 lamaran pekerjaan, dia diterima kerja di Telkomsel dengan posisi sebagai karyawan kontrak selama dua tahun. Saat menjelang kontraknya berakhir, dia memikirkan tentang masa depannya. Karena tidak ingin lagi bekerja di bawah orang lain, dia bertekad bulat untuk membangun usaha dengan membuka Kios Jam tangan dan Kacamata di teras Indomaret di dekat rumahnya. Lama kelamaan bisnisnya berkempang pesat, Agus dapat membuka kiosnya di seluruh Indomaret se-Banyuwangi, bahkan beberapa di Bondowoso, Situbondo dan Jember.
Oleh karena pikirannya selalu merasa ditantang oleh perkembangan bisnis, Agus melakukan istilahnya “pre-emptive strike” atau serangan pendahuluan, sebelum bisnisnya terkena disrupsi, Agus mengubah bisnisnya dengan menutup seluruh gerainya dengan mendirikan toko sendiri. Agar mendapatkan berkah tokonya dinamanakan “99 Jajag”, angka 99 didapat dari asmaul husna. Sebagai toko baru, Agus berupaya membranding tokonya dengan mengikuti event-event di Banyuwangi yang berpotensi mengumpulkan banyak orang. Yang ia lakukan tidak melulu direct selling tetapi menanamkan kesadaran merek (brand awarness) kepada khalayak yang hadir di event-event tersebut. Brand awarness mengenai nama dan keberadaan tokonya serta produk yang ditawarkan dilakukan melalui pemasangan umbul-umbul, banner, brosur, dll. di sekitar lokasi event. Selain itu dia melihat potensi buruh migran Indonesia yang berasal dari Banyuwangi dan sekitarnya sebagai konsumen yang potensial dengan menggandeng para pemimpin buruh migran sebagai ujung tombak promosi. Selain itu Agus juga memanfaatkan media sosial untuk branding dan marketing usahanya.
Dalam mengelola keuangan untuk kelangsungan bisnisnya, Agus membuat tiga pos, yaitu pos untuk konsumsi sehari-hari, pos untuk gaji dirinya, dan pos untuk investasi. Dengan pengelolaan tersebut, untuk membangun dan memperbesar bisnisnya, Agus hampir tidak tergantung pinjaman bank. Pada akhir-akhir ini selain memiliki toko grosir asesoris “99 Jajag”, berangkat dari kesukaannya atau hobinya nge-gym, Agus akhirnya juga membuka “99 Gym Jajag”.
Dari Kuliah tamu ini mahasiswa dapat memetik ilmu dan informasi tentang bagaimana memulai usaha, bagaimana harus cerdas membaca peluang, menghadapi ancaman dan tantangan. Agus dapat mengubah SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats) menjadi SCOC (Strenghts, Challange, Oportunities, Challange) agar bisnisnya tetap bertahan dan berkembang.

 

 

Presiden Jokowi berpesan terhadap perguruan tinggi bahwa dalam menghadapi disrupsi dan perubahan di masa pandemi ini perguruan tinggi perlu menghadirkan praktisi dan pelaku industri dalam pelaksanaan belajar mengajar di kelas-kelas kuliah. Untuk itu matakuliah Pengantar Manajemen dan Kewirausahaan menggandeng pengusaha untuk mengisi Kuliah Tamu dengan tema “Belajar Bisnis dari Pengusaha”. Kuliah Tamu yang dihadari 87 mahasiswa Sastra Indonesia ini menghadirkan Agus 99 Jajag, seorang alumnus Prodi D3 Bahasa Inggris, Fakultas Sastra (FIB) UNEJ yang sukses menjadi pengusaha di kampung halamannya di Jajag, Banyuwangi.
Mahasiswa menyimak proses dan kiat-kiat Agus 99 Jajag dalam membangun bisnis from zero to hero. Agus memulai usaha dari keadaan “the power of kepepet”. Setelah mengirimkan 100 lamaran pekerjaan, dia diterima kerja di Telkomsel dengan posisi sebagai karyawan kontrak selama dua tahun. Saat menjelang kontraknya berakhir, dia memikirkan tentang masa depannya. Karena tidak ingin lagi bekerja di bawah orang lain, dia bertekad bulat untuk membangun usaha dengan membuka kios cendera mata (topi, arloji, sabuk, dll.) di teras Indomaret di dekat rumahnya. Lama kelamaan bisnisnya berkempang pesat, Agus dapat membuka kiosnya di seluruh Indomaret se-Banyuwangi, bahkan beberapa di Bondowoso, Situbondo dan Jember.
Oleh karena pikirannya selalu merasa ditantang oleh perkembangan bisnis, Agus melakukan istilahnya “pre-emptive strike” atau serangan pendahuluan, sebelum bisnisnya terkena disrupsi, Agus mengubah bisnisnya dengan menutup seluruh gerainya dengan mendirikan toko sendiri. Agar mendapatkan berkah tokonya dinamanakan “99 Jajag”, angka 99 didapat dari asmaul husna. Sebagai toko baru, Agus berupaya membranding tokonya dengan mengikuti event-event di Banyuwangi yang berpotensi mengumpulkan banyak orang. Yang ia lakukan tidak melulu direct selling tetapi menanamkan kesadaran merek (brand awarness) kepada khalayak yang hadir di event-event tersebut. Brand awarness mengenai nama dan keberadaan tokonya serta produk yang ditawarkan dilakukan melalui pemasangan umbul-umbul, banner, brosur, dll. di sekitar lokasi event. Selain itu dia melihat potensi buruh migran Indonesia yang berasal dari Banyuwangi dan sekitarnya sebagai konsumen yang potensial dengan menggandeng para pemimpin buruh migran sebagai ujung tombak promosi. Selain itu Agus juga memanfaatkan media sosial untuk branding dan marketing usahanya.
Dalam mengelola keuangan untuk kelangsungan bisnisnya, Agus membuat tiga pos, yaitu pos untuk konsumsi sehari-hari, pos untuk gaji dirinya, dan pos untuk investasi. Dengan pengelolaan tersebut, untuk membangun dan memperbesar bisnisnya, Agus hampir tidak tergantung pinjaman bank. Pada akhir-akhir ini selain memiliki toko grosir asesoris “99 Jajag”, berangkat dari kesukaannya atau hobinya nge-gym, Agus akhirnya juga membuka “99 Gym Jajag”.
Dari Kuliah tamu ini mahasiswa dapat memetik ilmu dan informasi tentang bagaimana memulai usaha, bagaimana harus cerdas membaca peluang, menghadapi ancaman dan tantangan. Agus dapat mengubah SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats) menjadi SCOC (Strenghts, Challange, Oportunities, Challange) agar bisnisnya tetap bertahan dan berkembang.

 

 

Presiden Jokowi berpesan terhadap perguruan tinggi bahwa dalam menghadapi disrupsi dan perubahan di masa pandemi ini perguruan tinggi perlu menghadirkan praktisi dan pelaku industri dalam pelaksanaan belajar mengajar di kelas-kelas kuliah. Untuk itu matakuliah Pengantar Manajemen dan Kewirausahaan menggandeng pengusaha untuk mengisi Kuliah Tamu dengan tema “Belajar Bisnis dari Pengusaha”. Kuliah Tamu yang dihadari 87 mahasiswa Sastra Indonesia ini menghadirkan Agus 99 Jajag, seorang alumnus Prodi D3 Bahasa Inggris, Fakultas Sastra (FIB) UNEJ yang sukses menjadi pengusaha di kampung halamannya di Jajag, Banyuwangi.
Mahasiswa menyimak proses dan kiat-kiat Agus 99 Jajag dalam membangun bisnis from zero to hero. Agus memulai usaha dari keadaan “the power of kepepet”. Setelah mengirimkan 100 lamaran pekerjaan, dia diterima kerja di Telkomsel dengan posisi sebagai karyawan kontrak selama dua tahun. Saat menjelang kontraknya berakhir, dia memikirkan tentang masa depannya. Karena tidak ingin lagi bekerja di bawah orang lain, dia bertekad bulat untuk membangun usaha dengan membuka Kios Jam Tangan dan Kacamata di teras Indomaret di dekat rumahnya. Lama kelamaan bisnisnya berkempang pesat, Agus dapat membuka kiosnya di seluruh Indomaret se-Banyuwangi, bahkan beberapa di Bondowoso, Situbondo dan Jember.
Oleh karena pikirannya selalu merasa ditantang oleh perkembangan bisnis, Agus melakukan istilahnya “pre-emptive strike” atau serangan pendahuluan, sebelum bisnisnya terkena disrupsi, Agus mengubah bisnisnya dengan menutup seluruh gerainya dengan mendirikan toko sendiri. Agar mendapatkan berkah tokonya dinamanakan “99 Jajag”, angka 99 didapat dari asmaul husna. Sebagai toko baru, Agus berupaya membranding tokonya dengan mengikuti event-event di Banyuwangi yang berpotensi mengumpulkan banyak orang. Yang ia lakukan tidak melulu direct selling tetapi menanamkan kesadaran merek (brand awarness) kepada khalayak yang hadir di event-event tersebut. Brand awarness mengenai nama dan keberadaan tokonya serta produk yang ditawarkan dilakukan melalui pemasangan umbul-umbul, banner, brosur, dll. di sekitar lokasi event. Selain itu dia melihat potensi buruh migran Indonesia yang berasal dari Banyuwangi dan sekitarnya sebagai konsumen yang potensial dengan menggandeng para pemimpin buruh migran sebagai ujung tombak promosi. Selain itu Agus juga memanfaatkan media sosial untuk branding dan marketing usahanya.
Dalam mengelola keuangan untuk kelangsungan bisnisnya, Agus membuat tiga pos, yaitu pos untuk konsumsi sehari-hari, pos untuk gaji dirinya, dan pos untuk investasi. Dengan pengelolaan tersebut, untuk membangun dan memperbesar bisnisnya, Agus hampir tidak tergantung pinjaman bank. Pada akhir-akhir ini selain memiliki toko grosir asesoris “99 Jajag”, berangkat dari kesukaannya atau hobinya nge-gym, Agus akhirnya juga membuka “99 Gym Jajag”.
Dari Kuliah tamu ini mahasiswa dapat memetik ilmu dan informasi tentang bagaimana memulai usaha, bagaimana harus cerdas membaca peluang, menghadapi ancaman dan tantangan. Agus dapat mengubah SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats) menjadi SCOC (Strenghts, Challange, Oportunities, Challange) agar bisnisnya tetap bertahan dan berkembang.

 

Presiden Jokowi berpesan terhadap perguruan tinggi bahwa dalam menghadapi disrupsi dan perubahan di masa pandemi ini perguruan tinggi perlu menghadirkan praktisi dan pelaku industri dalam pelaksanaan belajar mengajar di kelas-kelas kuliah. Untuk itu matakuliah Pengantar Manajemen dan Kewirausahaan menggandeng pengusaha untuk mengisi Kuliah Tamu dengan tema “Belajar Bisnis dari Pengusaha”. Kuliah Tamu yang dihadari 87 mahasiswa Sastra Indonesia ini menghadirkan Agus 99 Jajag, seorang alumnus Prodi D3 Bahasa Inggris, Fakultas Sastra (FIB) UNEJ yang sukses menjadi pengusaha di kampung halamannya di Jajag, Banyuwangi.
Mahasiswa menyimak proses dan kiat-kiat Agus 99 Jajag dalam membangun bisnis from zero to hero. Agus memulai usaha dari keadaan “the power of kepepet”. Setelah mengirimkan 100 lamaran pekerjaan, dia diterima kerja di Telkomsel dengan posisi sebagai karyawan kontrak selama dua tahun. Saat menjelang kontraknya berakhir, dia memikirkan tentang masa depannya. Karena tidak ingin lagi bekerja di bawah orang lain, dia bertekad bulat untuk membangun usaha dengan membuka kios cendera mata (topi, arloji, sabuk, dll.) di teras Indomaret di dekat rumahnya. Lama kelamaan bisnisnya berkempang pesat, Agus dapat membuka kiosnya di seluruh Indomaret se-Banyuwangi, bahkan beberapa di Bondowoso, Situbondo dan Jember.
Oleh karena pikirannya selalu merasa ditantang oleh perkembangan bisnis, Agus melakukan istilahnya “pre-emptive strike” atau serangan pendahuluan, sebelum bisnisnya terkena disrupsi, Agus mengubah bisnisnya dengan menutup seluruh gerainya dengan mendirikan toko sendiri. Agar mendapatkan berkah tokonya dinamanakan “99 Jajag”, angka 99 didapat dari asmaul husna. Sebagai toko baru, Agus berupaya membranding tokonya dengan mengikuti event-event di Banyuwangi yang berpotensi mengumpulkan banyak orang. Yang ia lakukan tidak melulu direct selling tetapi menanamkan kesadaran merek (brand awarness) kepada khalayak yang hadir di event-event tersebut. Brand awarness mengenai nama dan keberadaan tokonya serta produk yang ditawarkan dilakukan melalui pemasangan umbul-umbul, banner, brosur, dll. di sekitar lokasi event. Selain itu dia melihat potensi buruh migran Indonesia yang berasal dari Banyuwangi dan sekitarnya sebagai konsumen yang potensial dengan menggandeng para pemimpin buruh migran sebagai ujung tombak promosi. Selain itu Agus juga memanfaatkan media sosial untuk branding dan marketing usahanya.
Dalam mengelola keuangan untuk kelangsungan bisnisnya, Agus membuat tiga pos, yaitu pos untuk konsumsi sehari-hari, pos untuk gaji dirinya, dan pos untuk investasi. Dengan pengelolaan tersebut, untuk membangun dan memperbesar bisnisnya, Agus hampir tidak tergantung pinjaman bank. Pada akhir-akhir ini selain memiliki toko grosir asesoris “99 Jajag”, berangkat dari kesukaannya atau hobinya nge-gym, Agus akhirnya juga membuka “99 Gym Jajag”.
Dari Kuliah tamu ini mahasiswa dapat memetik ilmu dan informasi tentang bagaimana memulai usaha, bagaimana harus cerdas membaca peluang, menghadapi ancaman dan tantangan. Agus dapat mengubah SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats) menjadi SCOC (Strenghts, Challange, Oportunities, Challange) agar bisnisnya tetap bertahan dan berkembang.

 

Presiden Jokowi berpesan terhadap perguruan tinggi bahwa dalam menghadapi disrupsi dan perubahan di masa pandemi ini perguruan tinggi perlu menghadirkan praktisi dan pelaku industri dalam pelaksanaan belajar mengajar di kelas-kelas kuliah. Untuk itu matakuliah Pengantar Manajemen dan Kewirausahaan menggandeng pengusaha untuk mengisi Kuliah Tamu dengan tema “Belajar Bisnis dari Pengusaha”. Kuliah Tamu yang dihadari 87 mahasiswa Sastra Indonesia ini menghadirkan Agus 99 Jajag, seorang alumnus Prodi D3 Bahasa Inggris, Fakultas Sastra (FIB) UNEJ yang sukses menjadi pengusaha di kampung halamannya di Jajag, Banyuwangi.
Mahasiswa menyimak proses dan kiat-kiat Agus 99 Jajag dalam membangun bisnis from zero to hero. Agus memulai usaha dari keadaan “the power of kepepet”. Setelah mengirimkan 100 lamaran pekerjaan, dia diterima kerja di Telkomsel dengan posisi sebagai karyawan kontrak selama dua tahun. Saat menjelang kontraknya berakhir, dia memikirkan tentang masa depannya. Karena tidak ingin lagi bekerja di bawah orang lain, dia bertekad bulat untuk membangun usaha dengan membuka kios cendera mata (topi, arloji, sabuk, dll.) di teras Indomaret di dekat rumahnya. Lama kelamaan bisnisnya berkempang pesat, Agus dapat membuka kiosnya di seluruh Indomaret se-Banyuwangi, bahkan beberapa di Bondowoso, Situbondo dan Jember.
Oleh karena pikirannya selalu merasa ditantang oleh perkembangan bisnis, Agus melakukan istilahnya “pre-emptive strike” atau serangan pendahuluan, sebelum bisnisnya terkena disrupsi, Agus mengubah bisnisnya dengan menutup seluruh gerainya dengan mendirikan toko sendiri. Agar mendapatkan berkah tokonya dinamanakan “99 Jajag”, angka 99 didapat dari asmaul husna. Sebagai toko baru, Agus berupaya membranding tokonya dengan mengikuti event-event di Banyuwangi yang berpotensi mengumpulkan banyak orang. Yang ia lakukan tidak melulu direct selling tetapi menanamkan kesadaran merek (brand awarness) kepada khalayak yang hadir di event-event tersebut. Brand awarness mengenai nama dan keberadaan tokonya serta produk yang ditawarkan dilakukan melalui pemasangan umbul-umbul, banner, brosur, dll. di sekitar lokasi event. Selain itu dia melihat potensi buruh migran Indonesia yang berasal dari Banyuwangi dan sekitarnya sebagai konsumen yang potensial dengan menggandeng para pemimpin buruh migran sebagai ujung tombak promosi. Selain itu Agus juga memanfaatkan media sosial untuk branding dan marketing usahanya.
Dalam mengelola keuangan untuk kelangsungan bisnisnya, Agus membuat tiga pos, yaitu pos untuk konsumsi sehari-hari, pos untuk gaji dirinya, dan pos untuk investasi. Dengan pengelolaan tersebut, untuk membangun dan memperbesar bisnisnya, Agus hampir tidak tergantung pinjaman bank. Pada akhir-akhir ini selain memiliki toko grosir asesoris “99 Jajag”, berangkat dari kesukaannya atau hobinya nge-gym, Agus akhirnya juga membuka “99 Gym Jajag”.
Dari Kuliah tamu ini mahasiswa dapat memetik ilmu dan informasi tentang bagaimana memulai usaha, bagaimana harus cerdas membaca peluang, menghadapi ancaman dan tantangan. Agus dapat mengubah SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats) menjadi SCOC (Strenghts, Challange, Oportunities, Challange) agar bisnisnya tetap bertahan dan berkembang.

 

 

Presiden Jokowi berpesan terhadap perguruan tinggi bahwa dalam menghadapi disrupsi dan perubahan di masa pandemi ini perguruan tinggi perlu menghadirkan praktisi dan pelaku industri dalam pelaksanaan belajar mengajar di kelas-kelas kuliah. Untuk itu matakuliah Pengantar Manajemen dan Kewirausahaan menggandeng pengusaha untuk mengisi Kuliah Tamu dengan tema “Belajar Bisnis dari Pengusaha”. Kuliah Tamu yang dihadari 87 mahasiswa Sastra Indonesia ini menghadirkan Agus 99 Jajag, seorang alumnus Prodi D3 Bahasa Inggris, Fakultas Sastra (FIB) UNEJ yang sukses menjadi pengusaha di kampung halamannya di Jajag, Banyuwangi.
Mahasiswa menyimak proses dan kiat-kiat Agus 99 Jajag dalam membangun bisnis from zero to hero. Agus memulai usaha dari keadaan “the power of kepepet”. Setelah mengirimkan 100 lamaran pekerjaan, dia diterima kerja di Telkomsel dengan posisi sebagai karyawan kontrak selama dua tahun. Saat menjelang kontraknya berakhir, dia memikirkan tentang masa depannya. Karena tidak ingin lagi bekerja di bawah orang lain, dia bertekad bulat untuk membangun usaha dengan membuka kios cendera mata (topi, arloji, sabuk, dll.) di teras Indomaret di dekat rumahnya. Lama kelamaan bisnisnya berkempang pesat, Agus dapat membuka kiosnya di seluruh Indomaret se-Banyuwangi, bahkan beberapa di Bondowoso, Situbondo dan Jember.
Oleh karena pikirannya selalu merasa ditantang oleh perkembangan bisnis, Agus melakukan istilahnya “pre-emptive strike” atau serangan pendahuluan, sebelum bisnisnya terkena disrupsi, Agus mengubah bisnisnya dengan menutup seluruh gerainya dengan mendirikan toko sendiri. Agar mendapatkan berkah tokonya dinamanakan “99 Jajag”, angka 99 didapat dari asmaul husna. Sebagai toko baru, Agus berupaya membranding tokonya dengan mengikuti event-event di Banyuwangi yang berpotensi mengumpulkan banyak orang. Yang ia lakukan tidak melulu direct selling tetapi menanamkan kesadaran merek (brand awarness) kepada khalayak yang hadir di event-event tersebut. Brand awarness mengenai nama dan keberadaan tokonya serta produk yang ditawarkan dilakukan melalui pemasangan umbul-umbul, banner, brosur, dll. di sekitar lokasi event. Selain itu dia melihat potensi buruh migran Indonesia yang berasal dari Banyuwangi dan sekitarnya sebagai konsumen yang potensial dengan menggandeng para pemimpin buruh migran sebagai ujung tombak promosi. Selain itu Agus juga memanfaatkan media sosial untuk branding dan marketing usahanya.
Dalam mengelola keuangan untuk kelangsungan bisnisnya, Agus membuat tiga pos, yaitu pos untuk konsumsi sehari-hari, pos untuk gaji dirinya, dan pos untuk investasi. Dengan pengelolaan tersebut, untuk membangun dan memperbesar bisnisnya, Agus hampir tidak tergantung pinjaman bank. Pada akhir-akhir ini selain memiliki toko grosir asesoris “99 Jajag”, berangkat dari kesukaannya atau hobinya nge-gym, Agus akhirnya juga membuka “99 Gym Jajag”.
Dari Kuliah tamu ini mahasiswa dapat memetik ilmu dan informasi tentang bagaimana memulai usaha, bagaimana harus cerdas membaca peluang, menghadapi ancaman dan tantangan. Agus dapat mengubah SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats) menjadi SCOC (Strenghts, Challange, Oportunities, Challange) agar bisnisnya tetap bertahan dan berkembang.

 

Presiden Jokowi berpesan terhadap perguruan tinggi bahwa dalam menghadapi disrupsi dan perubahan di masa pandemi ini perguruan tinggi perlu menghadirkan praktisi dan pelaku industri dalam pelaksanaan belajar mengajar di kelas-kelas kuliah. Untuk itu matakuliah Pengantar Manajemen dan Kewirausahaan menggandeng pengusaha untuk mengisi Kuliah Tamu dengan tema “Belajar Bisnis dari Pengusaha”. Kuliah Tamu yang dihadari 87 mahasiswa Sastra Indonesia ini menghadirkan Agus 99 Jajag, seorang alumnus Prodi D3 Bahasa Inggris, Fakultas Sastra (FIB) UNEJ yang sukses menjadi pengusaha di kampung halamannya di Jajag, Banyuwangi.
Mahasiswa menyimak proses dan kiat-kiat Agus 99 Jajag dalam membangun bisnis from zero to hero. Agus memulai usaha dari keadaan “the power of kepepet”. Setelah mengirimkan 100 lamaran pekerjaan, dia diterima kerja di Telkomsel dengan posisi sebagai karyawan kontrak selama dua tahun. Saat menjelang kontraknya berakhir, dia memikirkan tentang masa depannya. Karena tidak ingin lagi bekerja di bawah orang lain, dia bertekad bulat untuk membangun usaha dengan membuka kios cendera mata (topi, arloji, sabuk, dll.) di teras Indomaret di dekat rumahnya. Lama kelamaan bisnisnya berkempang pesat, Agus dapat membuka kiosnya di seluruh Indomaret se-Banyuwangi, bahkan beberapa di Bondowoso, Situbondo dan Jember.
Oleh karena pikirannya selalu merasa ditantang oleh perkembangan bisnis, Agus melakukan istilahnya “pre-emptive strike” atau serangan pendahuluan, sebelum bisnisnya terkena disrupsi, Agus mengubah bisnisnya dengan menutup seluruh gerainya dengan mendirikan toko sendiri. Agar mendapatkan berkah tokonya dinamanakan “99 Jajag”, angka 99 didapat dari asmaul husna. Sebagai toko baru, Agus berupaya membranding tokonya dengan mengikuti event-event di Banyuwangi yang berpotensi mengumpulkan banyak orang. Yang ia lakukan tidak melulu direct selling tetapi menanamkan kesadaran merek (brand awarness) kepada khalayak yang hadir di event-event tersebut. Brand awarness mengenai nama dan keberadaan tokonya serta produk yang ditawarkan dilakukan melalui pemasangan umbul-umbul, banner, brosur, dll. di sekitar lokasi event. Selain itu dia melihat potensi buruh migran Indonesia yang berasal dari Banyuwangi dan sekitarnya sebagai konsumen yang potensial dengan menggandeng para pemimpin buruh migran sebagai ujung tombak promosi. Selain itu Agus juga memanfaatkan media sosial untuk branding dan marketing usahanya.
Dalam mengelola keuangan untuk kelangsungan bisnisnya, Agus membuat tiga pos, yaitu pos untuk konsumsi sehari-hari, pos untuk gaji dirinya, dan pos untuk investasi. Dengan pengelolaan tersebut, untuk membangun dan memperbesar bisnisnya, Agus hampir tidak tergantung pinjaman bank. Pada akhir-akhir ini selain memiliki toko grosir asesoris “99 Jajag”, berangkat dari kesukaannya atau hobinya nge-gym, Agus akhirnya juga membuka “99 Gym Jajag”.
Dari Kuliah tamu ini mahasiswa dapat memetik ilmu dan informasi tentang bagaimana memulai usaha, bagaimana harus cerdas membaca peluang, menghadapi ancaman dan tantangan. Agus dapat mengubah SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats) menjadi SCOC (Strenghts, Challange, Oportunities, Challange) agar bisnisnya tetap bertahan dan berkembang.

 

Presiden Jokowi berpesan terhadap perguruan tinggi bahwa dalam menghadapi disrupsi dan perubahan di masa pandemi ini perguruan tinggi perlu menghadirkan praktisi dan pelaku industri dalam pelaksanaan belajar mengajar di kelas-kelas kuliah. Untuk itu matakuliah Pengantar Manajemen dan Kewirausahaan menggandeng pengusaha untuk mengisi Kuliah Tamu dengan tema “Belajar Bisnis dari Pengusaha”. Kuliah Tamu yang dihadari 87 mahasiswa Sastra Indonesia ini menghadirkan Agus 99 Jajag, seorang alumnus Prodi D3 Bahasa Inggris, Fakultas Sastra (FIB) UNEJ yang sukses menjadi pengusaha di kampung halamannya di Jajag, Banyuwangi.
Mahasiswa menyimak proses dan kiat-kiat Agus 99 Jajag dalam membangun bisnis from zero to hero. Agus memulai usaha dari keadaan “the power of kepepet”. Setelah mengirimkan 100 lamaran pekerjaan, dia diterima kerja di Telkomsel dengan posisi sebagai karyawan kontrak selama dua tahun. Saat menjelang kontraknya berakhir, dia memikirkan tentang masa depannya. Karena tidak ingin lagi bekerja di bawah orang lain, dia bertekad bulat untuk membangun usaha dengan membuka kios cendera mata (topi, arloji, sabuk, dll.) di teras Indomaret di dekat rumahnya. Lama kelamaan bisnisnya berkempang pesat, Agus dapat membuka kiosnya di seluruh Indomaret se-Banyuwangi, bahkan beberapa di Bondowoso, Situbondo dan Jember.
Oleh karena pikirannya selalu merasa ditantang oleh perkembangan bisnis, Agus melakukan istilahnya “pre-emptive strike” atau serangan pendahuluan, sebelum bisnisnya terkena disrupsi, Agus mengubah bisnisnya dengan menutup seluruh gerainya dengan mendirikan toko sendiri. Agar mendapatkan berkah tokonya dinamanakan “99 Jajag”, angka 99 didapat dari asmaul husna. Sebagai toko baru, Agus berupaya membranding tokonya dengan mengikuti event-event di Banyuwangi yang berpotensi mengumpulkan banyak orang. Yang ia lakukan tidak melulu direct selling tetapi menanamkan kesadaran merek (brand awarness) kepada khalayak yang hadir di event-event tersebut. Brand awarness mengenai nama dan keberadaan tokonya serta produk yang ditawarkan dilakukan melalui pemasangan umbul-umbul, banner, brosur, dll. di sekitar lokasi event. Selain itu dia melihat potensi buruh migran Indonesia yang berasal dari Banyuwangi dan sekitarnya sebagai konsumen yang potensial dengan menggandeng para pemimpin buruh migran sebagai ujung tombak promosi. Selain itu Agus juga memanfaatkan media sosial untuk branding dan marketing usahanya.
Dalam mengelola keuangan untuk kelangsungan bisnisnya, Agus membuat tiga pos, yaitu pos untuk konsumsi sehari-hari, pos untuk gaji dirinya, dan pos untuk investasi. Dengan pengelolaan tersebut, untuk membangun dan memperbesar bisnisnya, Agus hampir tidak tergantung pinjaman bank. Pada akhir-akhir ini selain memiliki toko grosir asesoris “99 Jajag”, berangkat dari kesukaannya atau hobinya nge-gym, Agus akhirnya juga membuka “99 Gym Jajag”.
Dari Kuliah tamu ini mahasiswa dapat memetik ilmu dan informasi tentang bagaimana memulai usaha, bagaimana harus cerdas membaca peluang, menghadapi ancaman dan tantangan. Agus dapat mengubah SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats) menjadi SCOC (Strenghts, Challange, Oportunities, Challange) agar bisnisnya tetap bertahan dan berkembang.

[:]

[:de]

Presiden Jokowi berpesan terhadap perguruan tinggi bahwa dalam menghadapi disrupsi dan perubahan di masa pandemi ini perguruan tinggi perlu menghadirkan praktisi dan pelaku industri dalam pelaksanaan belajar mengajar di kelas-kelas kuliah. Untuk itu matakuliah Pengantar Manajemen dan Kewirausahaan menggandeng pengusaha untuk mengisi Kuliah Tamu dengan tema “Belajar Bisnis dari Pengusaha”. Kuliah Tamu yang dihadari 87 mahasiswa Sastra Indonesia ini menghadirkan Agus 99 Jajag, seorang alumnus Prodi D3 Bahasa Inggris, Fakultas Sastra (FIB) UNEJ yang sukses menjadi pengusaha di kampung halamannya di Jajag, Banyuwangi.
Mahasiswa menyimak proses dan kiat-kiat Agus 99 Jajag dalam membangun bisnis from zero to hero. Agus memulai usaha dari keadaan “the power of kepepet”. Setelah mengirimkan 100 lamaran pekerjaan, dia diterima kerja di Telkomsel dengan posisi sebagai karyawan kontrak selama dua tahun. Saat menjelang kontraknya berakhir, dia memikirkan tentang masa depannya. Karena tidak ingin lagi bekerja di bawah orang lain, dia bertekad bulat untuk membangun usaha dengan membuka Kios Jam tangan dan Kacamata di teras Indomaret di dekat rumahnya. Lama kelamaan bisnisnya berkempang pesat, Agus dapat membuka kiosnya di seluruh Indomaret se-Banyuwangi, bahkan beberapa di Bondowoso, Situbondo dan Jember.
Oleh karena pikirannya selalu merasa ditantang oleh perkembangan bisnis, Agus melakukan istilahnya “pre-emptive strike” atau serangan pendahuluan, sebelum bisnisnya terkena disrupsi, Agus mengubah bisnisnya dengan menutup seluruh gerainya dengan mendirikan toko sendiri. Agar mendapatkan berkah tokonya dinamanakan “99 Jajag”, angka 99 didapat dari asmaul husna. Sebagai toko baru, Agus berupaya membranding tokonya dengan mengikuti event-event di Banyuwangi yang berpotensi mengumpulkan banyak orang. Yang ia lakukan tidak melulu direct selling tetapi menanamkan kesadaran merek (brand awarness) kepada khalayak yang hadir di event-event tersebut. Brand awarness mengenai nama dan keberadaan tokonya serta produk yang ditawarkan dilakukan melalui pemasangan umbul-umbul, banner, brosur, dll. di sekitar lokasi event. Selain itu dia melihat potensi buruh migran Indonesia yang berasal dari Banyuwangi dan sekitarnya sebagai konsumen yang potensial dengan menggandeng para pemimpin buruh migran sebagai ujung tombak promosi. Selain itu Agus juga memanfaatkan media sosial untuk branding dan marketing usahanya.
Dalam mengelola keuangan untuk kelangsungan bisnisnya, Agus membuat tiga pos, yaitu pos untuk konsumsi sehari-hari, pos untuk gaji dirinya, dan pos untuk investasi. Dengan pengelolaan tersebut, untuk membangun dan memperbesar bisnisnya, Agus hampir tidak tergantung pinjaman bank. Pada akhir-akhir ini selain memiliki toko grosir asesoris “99 Jajag”, berangkat dari kesukaannya atau hobinya nge-gym, Agus akhirnya juga membuka “99 Gym Jajag”.
Dari Kuliah tamu ini mahasiswa dapat memetik ilmu dan informasi tentang bagaimana memulai usaha, bagaimana harus cerdas membaca peluang, menghadapi ancaman dan tantangan. Agus dapat mengubah SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats) menjadi SCOC (Strenghts, Challange, Oportunities, Challange) agar bisnisnya tetap bertahan dan berkembang.

 

 

Presiden Jokowi berpesan terhadap perguruan tinggi bahwa dalam menghadapi disrupsi dan perubahan di masa pandemi ini perguruan tinggi perlu menghadirkan praktisi dan pelaku industri dalam pelaksanaan belajar mengajar di kelas-kelas kuliah. Untuk itu matakuliah Pengantar Manajemen dan Kewirausahaan menggandeng pengusaha untuk mengisi Kuliah Tamu dengan tema “Belajar Bisnis dari Pengusaha”. Kuliah Tamu yang dihadari 87 mahasiswa Sastra Indonesia ini menghadirkan Agus 99 Jajag, seorang alumnus Prodi D3 Bahasa Inggris, Fakultas Sastra (FIB) UNEJ yang sukses menjadi pengusaha di kampung halamannya di Jajag, Banyuwangi.
Mahasiswa menyimak proses dan kiat-kiat Agus 99 Jajag dalam membangun bisnis from zero to hero. Agus memulai usaha dari keadaan “the power of kepepet”. Setelah mengirimkan 100 lamaran pekerjaan, dia diterima kerja di Telkomsel dengan posisi sebagai karyawan kontrak selama dua tahun. Saat menjelang kontraknya berakhir, dia memikirkan tentang masa depannya. Karena tidak ingin lagi bekerja di bawah orang lain, dia bertekad bulat untuk membangun usaha dengan membuka kios cendera mata (topi, arloji, sabuk, dll.) di teras Indomaret di dekat rumahnya. Lama kelamaan bisnisnya berkempang pesat, Agus dapat membuka kiosnya di seluruh Indomaret se-Banyuwangi, bahkan beberapa di Bondowoso, Situbondo dan Jember.
Oleh karena pikirannya selalu merasa ditantang oleh perkembangan bisnis, Agus melakukan istilahnya “pre-emptive strike” atau serangan pendahuluan, sebelum bisnisnya terkena disrupsi, Agus mengubah bisnisnya dengan menutup seluruh gerainya dengan mendirikan toko sendiri. Agar mendapatkan berkah tokonya dinamanakan “99 Jajag”, angka 99 didapat dari asmaul husna. Sebagai toko baru, Agus berupaya membranding tokonya dengan mengikuti event-event di Banyuwangi yang berpotensi mengumpulkan banyak orang. Yang ia lakukan tidak melulu direct selling tetapi menanamkan kesadaran merek (brand awarness) kepada khalayak yang hadir di event-event tersebut. Brand awarness mengenai nama dan keberadaan tokonya serta produk yang ditawarkan dilakukan melalui pemasangan umbul-umbul, banner, brosur, dll. di sekitar lokasi event. Selain itu dia melihat potensi buruh migran Indonesia yang berasal dari Banyuwangi dan sekitarnya sebagai konsumen yang potensial dengan menggandeng para pemimpin buruh migran sebagai ujung tombak promosi. Selain itu Agus juga memanfaatkan media sosial untuk branding dan marketing usahanya.
Dalam mengelola keuangan untuk kelangsungan bisnisnya, Agus membuat tiga pos, yaitu pos untuk konsumsi sehari-hari, pos untuk gaji dirinya, dan pos untuk investasi. Dengan pengelolaan tersebut, untuk membangun dan memperbesar bisnisnya, Agus hampir tidak tergantung pinjaman bank. Pada akhir-akhir ini selain memiliki toko grosir asesoris “99 Jajag”, berangkat dari kesukaannya atau hobinya nge-gym, Agus akhirnya juga membuka “99 Gym Jajag”.
Dari Kuliah tamu ini mahasiswa dapat memetik ilmu dan informasi tentang bagaimana memulai usaha, bagaimana harus cerdas membaca peluang, menghadapi ancaman dan tantangan. Agus dapat mengubah SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats) menjadi SCOC (Strenghts, Challange, Oportunities, Challange) agar bisnisnya tetap bertahan dan berkembang.

 

 

Presiden Jokowi berpesan terhadap perguruan tinggi bahwa dalam menghadapi disrupsi dan perubahan di masa pandemi ini perguruan tinggi perlu menghadirkan praktisi dan pelaku industri dalam pelaksanaan belajar mengajar di kelas-kelas kuliah. Untuk itu matakuliah Pengantar Manajemen dan Kewirausahaan menggandeng pengusaha untuk mengisi Kuliah Tamu dengan tema “Belajar Bisnis dari Pengusaha”. Kuliah Tamu yang dihadari 87 mahasiswa Sastra Indonesia ini menghadirkan Agus 99 Jajag, seorang alumnus Prodi D3 Bahasa Inggris, Fakultas Sastra (FIB) UNEJ yang sukses menjadi pengusaha di kampung halamannya di Jajag, Banyuwangi.
Mahasiswa menyimak proses dan kiat-kiat Agus 99 Jajag dalam membangun bisnis from zero to hero. Agus memulai usaha dari keadaan “the power of kepepet”. Setelah mengirimkan 100 lamaran pekerjaan, dia diterima kerja di Telkomsel dengan posisi sebagai karyawan kontrak selama dua tahun. Saat menjelang kontraknya berakhir, dia memikirkan tentang masa depannya. Karena tidak ingin lagi bekerja di bawah orang lain, dia bertekad bulat untuk membangun usaha dengan membuka Kios Jam Tangan dan Kacamata di teras Indomaret di dekat rumahnya. Lama kelamaan bisnisnya berkempang pesat, Agus dapat membuka kiosnya di seluruh Indomaret se-Banyuwangi, bahkan beberapa di Bondowoso, Situbondo dan Jember.
Oleh karena pikirannya selalu merasa ditantang oleh perkembangan bisnis, Agus melakukan istilahnya “pre-emptive strike” atau serangan pendahuluan, sebelum bisnisnya terkena disrupsi, Agus mengubah bisnisnya dengan menutup seluruh gerainya dengan mendirikan toko sendiri. Agar mendapatkan berkah tokonya dinamanakan “99 Jajag”, angka 99 didapat dari asmaul husna. Sebagai toko baru, Agus berupaya membranding tokonya dengan mengikuti event-event di Banyuwangi yang berpotensi mengumpulkan banyak orang. Yang ia lakukan tidak melulu direct selling tetapi menanamkan kesadaran merek (brand awarness) kepada khalayak yang hadir di event-event tersebut. Brand awarness mengenai nama dan keberadaan tokonya serta produk yang ditawarkan dilakukan melalui pemasangan umbul-umbul, banner, brosur, dll. di sekitar lokasi event. Selain itu dia melihat potensi buruh migran Indonesia yang berasal dari Banyuwangi dan sekitarnya sebagai konsumen yang potensial dengan menggandeng para pemimpin buruh migran sebagai ujung tombak promosi. Selain itu Agus juga memanfaatkan media sosial untuk branding dan marketing usahanya.
Dalam mengelola keuangan untuk kelangsungan bisnisnya, Agus membuat tiga pos, yaitu pos untuk konsumsi sehari-hari, pos untuk gaji dirinya, dan pos untuk investasi. Dengan pengelolaan tersebut, untuk membangun dan memperbesar bisnisnya, Agus hampir tidak tergantung pinjaman bank. Pada akhir-akhir ini selain memiliki toko grosir asesoris “99 Jajag”, berangkat dari kesukaannya atau hobinya nge-gym, Agus akhirnya juga membuka “99 Gym Jajag”.
Dari Kuliah tamu ini mahasiswa dapat memetik ilmu dan informasi tentang bagaimana memulai usaha, bagaimana harus cerdas membaca peluang, menghadapi ancaman dan tantangan. Agus dapat mengubah SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats) menjadi SCOC (Strenghts, Challange, Oportunities, Challange) agar bisnisnya tetap bertahan dan berkembang.

 

Presiden Jokowi berpesan terhadap perguruan tinggi bahwa dalam menghadapi disrupsi dan perubahan di masa pandemi ini perguruan tinggi perlu menghadirkan praktisi dan pelaku industri dalam pelaksanaan belajar mengajar di kelas-kelas kuliah. Untuk itu matakuliah Pengantar Manajemen dan Kewirausahaan menggandeng pengusaha untuk mengisi Kuliah Tamu dengan tema “Belajar Bisnis dari Pengusaha”. Kuliah Tamu yang dihadari 87 mahasiswa Sastra Indonesia ini menghadirkan Agus 99 Jajag, seorang alumnus Prodi D3 Bahasa Inggris, Fakultas Sastra (FIB) UNEJ yang sukses menjadi pengusaha di kampung halamannya di Jajag, Banyuwangi.
Mahasiswa menyimak proses dan kiat-kiat Agus 99 Jajag dalam membangun bisnis from zero to hero. Agus memulai usaha dari keadaan “the power of kepepet”. Setelah mengirimkan 100 lamaran pekerjaan, dia diterima kerja di Telkomsel dengan posisi sebagai karyawan kontrak selama dua tahun. Saat menjelang kontraknya berakhir, dia memikirkan tentang masa depannya. Karena tidak ingin lagi bekerja di bawah orang lain, dia bertekad bulat untuk membangun usaha dengan membuka kios cendera mata (topi, arloji, sabuk, dll.) di teras Indomaret di dekat rumahnya. Lama kelamaan bisnisnya berkempang pesat, Agus dapat membuka kiosnya di seluruh Indomaret se-Banyuwangi, bahkan beberapa di Bondowoso, Situbondo dan Jember.
Oleh karena pikirannya selalu merasa ditantang oleh perkembangan bisnis, Agus melakukan istilahnya “pre-emptive strike” atau serangan pendahuluan, sebelum bisnisnya terkena disrupsi, Agus mengubah bisnisnya dengan menutup seluruh gerainya dengan mendirikan toko sendiri. Agar mendapatkan berkah tokonya dinamanakan “99 Jajag”, angka 99 didapat dari asmaul husna. Sebagai toko baru, Agus berupaya membranding tokonya dengan mengikuti event-event di Banyuwangi yang berpotensi mengumpulkan banyak orang. Yang ia lakukan tidak melulu direct selling tetapi menanamkan kesadaran merek (brand awarness) kepada khalayak yang hadir di event-event tersebut. Brand awarness mengenai nama dan keberadaan tokonya serta produk yang ditawarkan dilakukan melalui pemasangan umbul-umbul, banner, brosur, dll. di sekitar lokasi event. Selain itu dia melihat potensi buruh migran Indonesia yang berasal dari Banyuwangi dan sekitarnya sebagai konsumen yang potensial dengan menggandeng para pemimpin buruh migran sebagai ujung tombak promosi. Selain itu Agus juga memanfaatkan media sosial untuk branding dan marketing usahanya.
Dalam mengelola keuangan untuk kelangsungan bisnisnya, Agus membuat tiga pos, yaitu pos untuk konsumsi sehari-hari, pos untuk gaji dirinya, dan pos untuk investasi. Dengan pengelolaan tersebut, untuk membangun dan memperbesar bisnisnya, Agus hampir tidak tergantung pinjaman bank. Pada akhir-akhir ini selain memiliki toko grosir asesoris “99 Jajag”, berangkat dari kesukaannya atau hobinya nge-gym, Agus akhirnya juga membuka “99 Gym Jajag”.
Dari Kuliah tamu ini mahasiswa dapat memetik ilmu dan informasi tentang bagaimana memulai usaha, bagaimana harus cerdas membaca peluang, menghadapi ancaman dan tantangan. Agus dapat mengubah SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats) menjadi SCOC (Strenghts, Challange, Oportunities, Challange) agar bisnisnya tetap bertahan dan berkembang.

 

 

Presiden Jokowi berpesan terhadap perguruan tinggi bahwa dalam menghadapi disrupsi dan perubahan di masa pandemi ini perguruan tinggi perlu menghadirkan praktisi dan pelaku industri dalam pelaksanaan belajar mengajar di kelas-kelas kuliah. Untuk itu matakuliah Pengantar Manajemen dan Kewirausahaan menggandeng pengusaha untuk mengisi Kuliah Tamu dengan tema “Belajar Bisnis dari Pengusaha”. Kuliah Tamu yang dihadari 87 mahasiswa Sastra Indonesia ini menghadirkan Agus 99 Jajag, seorang alumnus Prodi D3 Bahasa Inggris, Fakultas Sastra (FIB) UNEJ yang sukses menjadi pengusaha di kampung halamannya di Jajag, Banyuwangi.
Mahasiswa menyimak proses dan kiat-kiat Agus 99 Jajag dalam membangun bisnis from zero to hero. Agus memulai usaha dari keadaan “the power of kepepet”. Setelah mengirimkan 100 lamaran pekerjaan, dia diterima kerja di Telkomsel dengan posisi sebagai karyawan kontrak selama dua tahun. Saat menjelang kontraknya berakhir, dia memikirkan tentang masa depannya. Karena tidak ingin lagi bekerja di bawah orang lain, dia bertekad bulat untuk membangun usaha dengan membuka kios cendera mata (topi, arloji, sabuk, dll.) di teras Indomaret di dekat rumahnya. Lama kelamaan bisnisnya berkempang pesat, Agus dapat membuka kiosnya di seluruh Indomaret se-Banyuwangi, bahkan beberapa di Bondowoso, Situbondo dan Jember.
Oleh karena pikirannya selalu merasa ditantang oleh perkembangan bisnis, Agus melakukan istilahnya “pre-emptive strike” atau serangan pendahuluan, sebelum bisnisnya terkena disrupsi, Agus mengubah bisnisnya dengan menutup seluruh gerainya dengan mendirikan toko sendiri. Agar mendapatkan berkah tokonya dinamanakan “99 Jajag”, angka 99 didapat dari asmaul husna. Sebagai toko baru, Agus berupaya membranding tokonya dengan mengikuti event-event di Banyuwangi yang berpotensi mengumpulkan banyak orang. Yang ia lakukan tidak melulu direct selling tetapi menanamkan kesadaran merek (brand awarness) kepada khalayak yang hadir di event-event tersebut. Brand awarness mengenai nama dan keberadaan tokonya serta produk yang ditawarkan dilakukan melalui pemasangan umbul-umbul, banner, brosur, dll. di sekitar lokasi event. Selain itu dia melihat potensi buruh migran Indonesia yang berasal dari Banyuwangi dan sekitarnya sebagai konsumen yang potensial dengan menggandeng para pemimpin buruh migran sebagai ujung tombak promosi. Selain itu Agus juga memanfaatkan media sosial untuk branding dan marketing usahanya.
Dalam mengelola keuangan untuk kelangsungan bisnisnya, Agus membuat tiga pos, yaitu pos untuk konsumsi sehari-hari, pos untuk gaji dirinya, dan pos untuk investasi. Dengan pengelolaan tersebut, untuk membangun dan memperbesar bisnisnya, Agus hampir tidak tergantung pinjaman bank. Pada akhir-akhir ini selain memiliki toko grosir asesoris “99 Jajag”, berangkat dari kesukaannya atau hobinya nge-gym, Agus akhirnya juga membuka “99 Gym Jajag”.
Dari Kuliah tamu ini mahasiswa dapat memetik ilmu dan informasi tentang bagaimana memulai usaha, bagaimana harus cerdas membaca peluang, menghadapi ancaman dan tantangan. Agus dapat mengubah SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats) menjadi SCOC (Strenghts, Challange, Oportunities, Challange) agar bisnisnya tetap bertahan dan berkembang.

 

 

Presiden Jokowi berpesan terhadap perguruan tinggi bahwa dalam menghadapi disrupsi dan perubahan di masa pandemi ini perguruan tinggi perlu menghadirkan praktisi dan pelaku industri dalam pelaksanaan belajar mengajar di kelas-kelas kuliah. Untuk itu matakuliah Pengantar Manajemen dan Kewirausahaan menggandeng pengusaha untuk mengisi Kuliah Tamu dengan tema “Belajar Bisnis dari Pengusaha”. Kuliah Tamu yang dihadari 87 mahasiswa Sastra Indonesia ini menghadirkan Agus 99 Jajag, seorang alumnus Prodi D3 Bahasa Inggris, Fakultas Sastra (FIB) UNEJ yang sukses menjadi pengusaha di kampung halamannya di Jajag, Banyuwangi.
Mahasiswa menyimak proses dan kiat-kiat Agus 99 Jajag dalam membangun bisnis from zero to hero. Agus memulai usaha dari keadaan “the power of kepepet”. Setelah mengirimkan 100 lamaran pekerjaan, dia diterima kerja di Telkomsel dengan posisi sebagai karyawan kontrak selama dua tahun. Saat menjelang kontraknya berakhir, dia memikirkan tentang masa depannya. Karena tidak ingin lagi bekerja di bawah orang lain, dia bertekad bulat untuk membangun usaha dengan membuka kios cendera mata (topi, arloji, sabuk, dll.) di teras Indomaret di dekat rumahnya. Lama kelamaan bisnisnya berkempang pesat, Agus dapat membuka kiosnya di seluruh Indomaret se-Banyuwangi, bahkan beberapa di Bondowoso, Situbondo dan Jember.
Oleh karena pikirannya selalu merasa ditantang oleh perkembangan bisnis, Agus melakukan istilahnya “pre-emptive strike” atau serangan pendahuluan, sebelum bisnisnya terkena disrupsi, Agus mengubah bisnisnya dengan menutup seluruh gerainya dengan mendirikan toko sendiri. Agar mendapatkan berkah tokonya dinamanakan “99 Jajag”, angka 99 didapat dari asmaul husna. Sebagai toko baru, Agus berupaya membranding tokonya dengan mengikuti event-event di Banyuwangi yang berpotensi mengumpulkan banyak orang. Yang ia lakukan tidak melulu direct selling tetapi menanamkan kesadaran merek (brand awarness) kepada khalayak yang hadir di event-event tersebut. Brand awarness mengenai nama dan keberadaan tokonya serta produk yang ditawarkan dilakukan melalui pemasangan umbul-umbul, banner, brosur, dll. di sekitar lokasi event. Selain itu dia melihat potensi buruh migran Indonesia yang berasal dari Banyuwangi dan sekitarnya sebagai konsumen yang potensial dengan menggandeng para pemimpin buruh migran sebagai ujung tombak promosi. Selain itu Agus juga memanfaatkan media sosial untuk branding dan marketing usahanya.
Dalam mengelola keuangan untuk kelangsungan bisnisnya, Agus membuat tiga pos, yaitu pos untuk konsumsi sehari-hari, pos untuk gaji dirinya, dan pos untuk investasi. Dengan pengelolaan tersebut, untuk membangun dan memperbesar bisnisnya, Agus hampir tidak tergantung pinjaman bank. Pada akhir-akhir ini selain memiliki toko grosir asesoris “99 Jajag”, berangkat dari kesukaannya atau hobinya nge-gym, Agus akhirnya juga membuka “99 Gym Jajag”.
Dari Kuliah tamu ini mahasiswa dapat memetik ilmu dan informasi tentang bagaimana memulai usaha, bagaimana harus cerdas membaca peluang, menghadapi ancaman dan tantangan. Agus dapat mengubah SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats) menjadi SCOC (Strenghts, Challange, Oportunities, Challange) agar bisnisnya tetap bertahan dan berkembang.

 

Presiden Jokowi berpesan terhadap perguruan tinggi bahwa dalam menghadapi disrupsi dan perubahan di masa pandemi ini perguruan tinggi perlu menghadirkan praktisi dan pelaku industri dalam pelaksanaan belajar mengajar di kelas-kelas kuliah. Untuk itu matakuliah Pengantar Manajemen dan Kewirausahaan menggandeng pengusaha untuk mengisi Kuliah Tamu dengan tema “Belajar Bisnis dari Pengusaha”. Kuliah Tamu yang dihadari 87 mahasiswa Sastra Indonesia ini menghadirkan Agus 99 Jajag, seorang alumnus Prodi D3 Bahasa Inggris, Fakultas Sastra (FIB) UNEJ yang sukses menjadi pengusaha di kampung halamannya di Jajag, Banyuwangi.
Mahasiswa menyimak proses dan kiat-kiat Agus 99 Jajag dalam membangun bisnis from zero to hero. Agus memulai usaha dari keadaan “the power of kepepet”. Setelah mengirimkan 100 lamaran pekerjaan, dia diterima kerja di Telkomsel dengan posisi sebagai karyawan kontrak selama dua tahun. Saat menjelang kontraknya berakhir, dia memikirkan tentang masa depannya. Karena tidak ingin lagi bekerja di bawah orang lain, dia bertekad bulat untuk membangun usaha dengan membuka kios cendera mata (topi, arloji, sabuk, dll.) di teras Indomaret di dekat rumahnya. Lama kelamaan bisnisnya berkempang pesat, Agus dapat membuka kiosnya di seluruh Indomaret se-Banyuwangi, bahkan beberapa di Bondowoso, Situbondo dan Jember.
Oleh karena pikirannya selalu merasa ditantang oleh perkembangan bisnis, Agus melakukan istilahnya “pre-emptive strike” atau serangan pendahuluan, sebelum bisnisnya terkena disrupsi, Agus mengubah bisnisnya dengan menutup seluruh gerainya dengan mendirikan toko sendiri. Agar mendapatkan berkah tokonya dinamanakan “99 Jajag”, angka 99 didapat dari asmaul husna. Sebagai toko baru, Agus berupaya membranding tokonya dengan mengikuti event-event di Banyuwangi yang berpotensi mengumpulkan banyak orang. Yang ia lakukan tidak melulu direct selling tetapi menanamkan kesadaran merek (brand awarness) kepada khalayak yang hadir di event-event tersebut. Brand awarness mengenai nama dan keberadaan tokonya serta produk yang ditawarkan dilakukan melalui pemasangan umbul-umbul, banner, brosur, dll. di sekitar lokasi event. Selain itu dia melihat potensi buruh migran Indonesia yang berasal dari Banyuwangi dan sekitarnya sebagai konsumen yang potensial dengan menggandeng para pemimpin buruh migran sebagai ujung tombak promosi. Selain itu Agus juga memanfaatkan media sosial untuk branding dan marketing usahanya.
Dalam mengelola keuangan untuk kelangsungan bisnisnya, Agus membuat tiga pos, yaitu pos untuk konsumsi sehari-hari, pos untuk gaji dirinya, dan pos untuk investasi. Dengan pengelolaan tersebut, untuk membangun dan memperbesar bisnisnya, Agus hampir tidak tergantung pinjaman bank. Pada akhir-akhir ini selain memiliki toko grosir asesoris “99 Jajag”, berangkat dari kesukaannya atau hobinya nge-gym, Agus akhirnya juga membuka “99 Gym Jajag”.
Dari Kuliah tamu ini mahasiswa dapat memetik ilmu dan informasi tentang bagaimana memulai usaha, bagaimana harus cerdas membaca peluang, menghadapi ancaman dan tantangan. Agus dapat mengubah SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats) menjadi SCOC (Strenghts, Challange, Oportunities, Challange) agar bisnisnya tetap bertahan dan berkembang.

 

Presiden Jokowi berpesan terhadap perguruan tinggi bahwa dalam menghadapi disrupsi dan perubahan di masa pandemi ini perguruan tinggi perlu menghadirkan praktisi dan pelaku industri dalam pelaksanaan belajar mengajar di kelas-kelas kuliah. Untuk itu matakuliah Pengantar Manajemen dan Kewirausahaan menggandeng pengusaha untuk mengisi Kuliah Tamu dengan tema “Belajar Bisnis dari Pengusaha”. Kuliah Tamu yang dihadari 87 mahasiswa Sastra Indonesia ini menghadirkan Agus 99 Jajag, seorang alumnus Prodi D3 Bahasa Inggris, Fakultas Sastra (FIB) UNEJ yang sukses menjadi pengusaha di kampung halamannya di Jajag, Banyuwangi.
Mahasiswa menyimak proses dan kiat-kiat Agus 99 Jajag dalam membangun bisnis from zero to hero. Agus memulai usaha dari keadaan “the power of kepepet”. Setelah mengirimkan 100 lamaran pekerjaan, dia diterima kerja di Telkomsel dengan posisi sebagai karyawan kontrak selama dua tahun. Saat menjelang kontraknya berakhir, dia memikirkan tentang masa depannya. Karena tidak ingin lagi bekerja di bawah orang lain, dia bertekad bulat untuk membangun usaha dengan membuka kios cendera mata (topi, arloji, sabuk, dll.) di teras Indomaret di dekat rumahnya. Lama kelamaan bisnisnya berkempang pesat, Agus dapat membuka kiosnya di seluruh Indomaret se-Banyuwangi, bahkan beberapa di Bondowoso, Situbondo dan Jember.
Oleh karena pikirannya selalu merasa ditantang oleh perkembangan bisnis, Agus melakukan istilahnya “pre-emptive strike” atau serangan pendahuluan, sebelum bisnisnya terkena disrupsi, Agus mengubah bisnisnya dengan menutup seluruh gerainya dengan mendirikan toko sendiri. Agar mendapatkan berkah tokonya dinamanakan “99 Jajag”, angka 99 didapat dari asmaul husna. Sebagai toko baru, Agus berupaya membranding tokonya dengan mengikuti event-event di Banyuwangi yang berpotensi mengumpulkan banyak orang. Yang ia lakukan tidak melulu direct selling tetapi menanamkan kesadaran merek (brand awarness) kepada khalayak yang hadir di event-event tersebut. Brand awarness mengenai nama dan keberadaan tokonya serta produk yang ditawarkan dilakukan melalui pemasangan umbul-umbul, banner, brosur, dll. di sekitar lokasi event. Selain itu dia melihat potensi buruh migran Indonesia yang berasal dari Banyuwangi dan sekitarnya sebagai konsumen yang potensial dengan menggandeng para pemimpin buruh migran sebagai ujung tombak promosi. Selain itu Agus juga memanfaatkan media sosial untuk branding dan marketing usahanya.
Dalam mengelola keuangan untuk kelangsungan bisnisnya, Agus membuat tiga pos, yaitu pos untuk konsumsi sehari-hari, pos untuk gaji dirinya, dan pos untuk investasi. Dengan pengelolaan tersebut, untuk membangun dan memperbesar bisnisnya, Agus hampir tidak tergantung pinjaman bank. Pada akhir-akhir ini selain memiliki toko grosir asesoris “99 Jajag”, berangkat dari kesukaannya atau hobinya nge-gym, Agus akhirnya juga membuka “99 Gym Jajag”.
Dari Kuliah tamu ini mahasiswa dapat memetik ilmu dan informasi tentang bagaimana memulai usaha, bagaimana harus cerdas membaca peluang, menghadapi ancaman dan tantangan. Agus dapat mengubah SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats) menjadi SCOC (Strenghts, Challange, Oportunities, Challange) agar bisnisnya tetap bertahan dan berkembang.

 

Presiden Jokowi berpesan terhadap perguruan tinggi bahwa dalam menghadapi disrupsi dan perubahan di masa pandemi ini perguruan tinggi perlu menghadirkan praktisi dan pelaku industri dalam pelaksanaan belajar mengajar di kelas-kelas kuliah. Untuk itu matakuliah Pengantar Manajemen dan Kewirausahaan menggandeng pengusaha untuk mengisi Kuliah Tamu dengan tema “Belajar Bisnis dari Pengusaha”. Kuliah Tamu yang dihadari 87 mahasiswa Sastra Indonesia ini menghadirkan Agus 99 Jajag, seorang alumnus Prodi D3 Bahasa Inggris, Fakultas Sastra (FIB) UNEJ yang sukses menjadi pengusaha di kampung halamannya di Jajag, Banyuwangi.
Mahasiswa menyimak proses dan kiat-kiat Agus 99 Jajag dalam membangun bisnis from zero to hero. Agus memulai usaha dari keadaan “the power of kepepet”. Setelah mengirimkan 100 lamaran pekerjaan, dia diterima kerja di Telkomsel dengan posisi sebagai karyawan kontrak selama dua tahun. Saat menjelang kontraknya berakhir, dia memikirkan tentang masa depannya. Karena tidak ingin lagi bekerja di bawah orang lain, dia bertekad bulat untuk membangun usaha dengan membuka Kios Jam tangan dan Kacamata di teras Indomaret di dekat rumahnya. Lama kelamaan bisnisnya berkempang pesat, Agus dapat membuka kiosnya di seluruh Indomaret se-Banyuwangi, bahkan beberapa di Bondowoso, Situbondo dan Jember.
Oleh karena pikirannya selalu merasa ditantang oleh perkembangan bisnis, Agus melakukan istilahnya “pre-emptive strike” atau serangan pendahuluan, sebelum bisnisnya terkena disrupsi, Agus mengubah bisnisnya dengan menutup seluruh gerainya dengan mendirikan toko sendiri. Agar mendapatkan berkah tokonya dinamanakan “99 Jajag”, angka 99 didapat dari asmaul husna. Sebagai toko baru, Agus berupaya membranding tokonya dengan mengikuti event-event di Banyuwangi yang berpotensi mengumpulkan banyak orang. Yang ia lakukan tidak melulu direct selling tetapi menanamkan kesadaran merek (brand awarness) kepada khalayak yang hadir di event-event tersebut. Brand awarness mengenai nama dan keberadaan tokonya serta produk yang ditawarkan dilakukan melalui pemasangan umbul-umbul, banner, brosur, dll. di sekitar lokasi event. Selain itu dia melihat potensi buruh migran Indonesia yang berasal dari Banyuwangi dan sekitarnya sebagai konsumen yang potensial dengan menggandeng para pemimpin buruh migran sebagai ujung tombak promosi. Selain itu Agus juga memanfaatkan media sosial untuk branding dan marketing usahanya.
Dalam mengelola keuangan untuk kelangsungan bisnisnya, Agus membuat tiga pos, yaitu pos untuk konsumsi sehari-hari, pos untuk gaji dirinya, dan pos untuk investasi. Dengan pengelolaan tersebut, untuk membangun dan memperbesar bisnisnya, Agus hampir tidak tergantung pinjaman bank. Pada akhir-akhir ini selain memiliki toko grosir asesoris “99 Jajag”, berangkat dari kesukaannya atau hobinya nge-gym, Agus akhirnya juga membuka “99 Gym Jajag”.
Dari Kuliah tamu ini mahasiswa dapat memetik ilmu dan informasi tentang bagaimana memulai usaha, bagaimana harus cerdas membaca peluang, menghadapi ancaman dan tantangan. Agus dapat mengubah SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats) menjadi SCOC (Strenghts, Challange, Oportunities, Challange) agar bisnisnya tetap bertahan dan berkembang.

 

 

Presiden Jokowi berpesan terhadap perguruan tinggi bahwa dalam menghadapi disrupsi dan perubahan di masa pandemi ini perguruan tinggi perlu menghadirkan praktisi dan pelaku industri dalam pelaksanaan belajar mengajar di kelas-kelas kuliah. Untuk itu matakuliah Pengantar Manajemen dan Kewirausahaan menggandeng pengusaha untuk mengisi Kuliah Tamu dengan tema “Belajar Bisnis dari Pengusaha”. Kuliah Tamu yang dihadari 87 mahasiswa Sastra Indonesia ini menghadirkan Agus 99 Jajag, seorang alumnus Prodi D3 Bahasa Inggris, Fakultas Sastra (FIB) UNEJ yang sukses menjadi pengusaha di kampung halamannya di Jajag, Banyuwangi.
Mahasiswa menyimak proses dan kiat-kiat Agus 99 Jajag dalam membangun bisnis from zero to hero. Agus memulai usaha dari keadaan “the power of kepepet”. Setelah mengirimkan 100 lamaran pekerjaan, dia diterima kerja di Telkomsel dengan posisi sebagai karyawan kontrak selama dua tahun. Saat menjelang kontraknya berakhir, dia memikirkan tentang masa depannya. Karena tidak ingin lagi bekerja di bawah orang lain, dia bertekad bulat untuk membangun usaha dengan membuka kios cendera mata (topi, arloji, sabuk, dll.) di teras Indomaret di dekat rumahnya. Lama kelamaan bisnisnya berkempang pesat, Agus dapat membuka kiosnya di seluruh Indomaret se-Banyuwangi, bahkan beberapa di Bondowoso, Situbondo dan Jember.
Oleh karena pikirannya selalu merasa ditantang oleh perkembangan bisnis, Agus melakukan istilahnya “pre-emptive strike” atau serangan pendahuluan, sebelum bisnisnya terkena disrupsi, Agus mengubah bisnisnya dengan menutup seluruh gerainya dengan mendirikan toko sendiri. Agar mendapatkan berkah tokonya dinamanakan “99 Jajag”, angka 99 didapat dari asmaul husna. Sebagai toko baru, Agus berupaya membranding tokonya dengan mengikuti event-event di Banyuwangi yang berpotensi mengumpulkan banyak orang. Yang ia lakukan tidak melulu direct selling tetapi menanamkan kesadaran merek (brand awarness) kepada khalayak yang hadir di event-event tersebut. Brand awarness mengenai nama dan keberadaan tokonya serta produk yang ditawarkan dilakukan melalui pemasangan umbul-umbul, banner, brosur, dll. di sekitar lokasi event. Selain itu dia melihat potensi buruh migran Indonesia yang berasal dari Banyuwangi dan sekitarnya sebagai konsumen yang potensial dengan menggandeng para pemimpin buruh migran sebagai ujung tombak promosi. Selain itu Agus juga memanfaatkan media sosial untuk branding dan marketing usahanya.
Dalam mengelola keuangan untuk kelangsungan bisnisnya, Agus membuat tiga pos, yaitu pos untuk konsumsi sehari-hari, pos untuk gaji dirinya, dan pos untuk investasi. Dengan pengelolaan tersebut, untuk membangun dan memperbesar bisnisnya, Agus hampir tidak tergantung pinjaman bank. Pada akhir-akhir ini selain memiliki toko grosir asesoris “99 Jajag”, berangkat dari kesukaannya atau hobinya nge-gym, Agus akhirnya juga membuka “99 Gym Jajag”.
Dari Kuliah tamu ini mahasiswa dapat memetik ilmu dan informasi tentang bagaimana memulai usaha, bagaimana harus cerdas membaca peluang, menghadapi ancaman dan tantangan. Agus dapat mengubah SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats) menjadi SCOC (Strenghts, Challange, Oportunities, Challange) agar bisnisnya tetap bertahan dan berkembang.

 

 

Presiden Jokowi berpesan terhadap perguruan tinggi bahwa dalam menghadapi disrupsi dan perubahan di masa pandemi ini perguruan tinggi perlu menghadirkan praktisi dan pelaku industri dalam pelaksanaan belajar mengajar di kelas-kelas kuliah. Untuk itu matakuliah Pengantar Manajemen dan Kewirausahaan menggandeng pengusaha untuk mengisi Kuliah Tamu dengan tema “Belajar Bisnis dari Pengusaha”. Kuliah Tamu yang dihadari 87 mahasiswa Sastra Indonesia ini menghadirkan Agus 99 Jajag, seorang alumnus Prodi D3 Bahasa Inggris, Fakultas Sastra (FIB) UNEJ yang sukses menjadi pengusaha di kampung halamannya di Jajag, Banyuwangi.
Mahasiswa menyimak proses dan kiat-kiat Agus 99 Jajag dalam membangun bisnis from zero to hero. Agus memulai usaha dari keadaan “the power of kepepet”. Setelah mengirimkan 100 lamaran pekerjaan, dia diterima kerja di Telkomsel dengan posisi sebagai karyawan kontrak selama dua tahun. Saat menjelang kontraknya berakhir, dia memikirkan tentang masa depannya. Karena tidak ingin lagi bekerja di bawah orang lain, dia bertekad bulat untuk membangun usaha dengan membuka Kios Jam Tangan dan Kacamata di teras Indomaret di dekat rumahnya. Lama kelamaan bisnisnya berkempang pesat, Agus dapat membuka kiosnya di seluruh Indomaret se-Banyuwangi, bahkan beberapa di Bondowoso, Situbondo dan Jember.
Oleh karena pikirannya selalu merasa ditantang oleh perkembangan bisnis, Agus melakukan istilahnya “pre-emptive strike” atau serangan pendahuluan, sebelum bisnisnya terkena disrupsi, Agus mengubah bisnisnya dengan menutup seluruh gerainya dengan mendirikan toko sendiri. Agar mendapatkan berkah tokonya dinamanakan “99 Jajag”, angka 99 didapat dari asmaul husna. Sebagai toko baru, Agus berupaya membranding tokonya dengan mengikuti event-event di Banyuwangi yang berpotensi mengumpulkan banyak orang. Yang ia lakukan tidak melulu direct selling tetapi menanamkan kesadaran merek (brand awarness) kepada khalayak yang hadir di event-event tersebut. Brand awarness mengenai nama dan keberadaan tokonya serta produk yang ditawarkan dilakukan melalui pemasangan umbul-umbul, banner, brosur, dll. di sekitar lokasi event. Selain itu dia melihat potensi buruh migran Indonesia yang berasal dari Banyuwangi dan sekitarnya sebagai konsumen yang potensial dengan menggandeng para pemimpin buruh migran sebagai ujung tombak promosi. Selain itu Agus juga memanfaatkan media sosial untuk branding dan marketing usahanya.
Dalam mengelola keuangan untuk kelangsungan bisnisnya, Agus membuat tiga pos, yaitu pos untuk konsumsi sehari-hari, pos untuk gaji dirinya, dan pos untuk investasi. Dengan pengelolaan tersebut, untuk membangun dan memperbesar bisnisnya, Agus hampir tidak tergantung pinjaman bank. Pada akhir-akhir ini selain memiliki toko grosir asesoris “99 Jajag”, berangkat dari kesukaannya atau hobinya nge-gym, Agus akhirnya juga membuka “99 Gym Jajag”.
Dari Kuliah tamu ini mahasiswa dapat memetik ilmu dan informasi tentang bagaimana memulai usaha, bagaimana harus cerdas membaca peluang, menghadapi ancaman dan tantangan. Agus dapat mengubah SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats) menjadi SCOC (Strenghts, Challange, Oportunities, Challange) agar bisnisnya tetap bertahan dan berkembang.

 

Presiden Jokowi berpesan terhadap perguruan tinggi bahwa dalam menghadapi disrupsi dan perubahan di masa pandemi ini perguruan tinggi perlu menghadirkan praktisi dan pelaku industri dalam pelaksanaan belajar mengajar di kelas-kelas kuliah. Untuk itu matakuliah Pengantar Manajemen dan Kewirausahaan menggandeng pengusaha untuk mengisi Kuliah Tamu dengan tema “Belajar Bisnis dari Pengusaha”. Kuliah Tamu yang dihadari 87 mahasiswa Sastra Indonesia ini menghadirkan Agus 99 Jajag, seorang alumnus Prodi D3 Bahasa Inggris, Fakultas Sastra (FIB) UNEJ yang sukses menjadi pengusaha di kampung halamannya di Jajag, Banyuwangi.
Mahasiswa menyimak proses dan kiat-kiat Agus 99 Jajag dalam membangun bisnis from zero to hero. Agus memulai usaha dari keadaan “the power of kepepet”. Setelah mengirimkan 100 lamaran pekerjaan, dia diterima kerja di Telkomsel dengan posisi sebagai karyawan kontrak selama dua tahun. Saat menjelang kontraknya berakhir, dia memikirkan tentang masa depannya. Karena tidak ingin lagi bekerja di bawah orang lain, dia bertekad bulat untuk membangun usaha dengan membuka kios cendera mata (topi, arloji, sabuk, dll.) di teras Indomaret di dekat rumahnya. Lama kelamaan bisnisnya berkempang pesat, Agus dapat membuka kiosnya di seluruh Indomaret se-Banyuwangi, bahkan beberapa di Bondowoso, Situbondo dan Jember.
Oleh karena pikirannya selalu merasa ditantang oleh perkembangan bisnis, Agus melakukan istilahnya “pre-emptive strike” atau serangan pendahuluan, sebelum bisnisnya terkena disrupsi, Agus mengubah bisnisnya dengan menutup seluruh gerainya dengan mendirikan toko sendiri. Agar mendapatkan berkah tokonya dinamanakan “99 Jajag”, angka 99 didapat dari asmaul husna. Sebagai toko baru, Agus berupaya membranding tokonya dengan mengikuti event-event di Banyuwangi yang berpotensi mengumpulkan banyak orang. Yang ia lakukan tidak melulu direct selling tetapi menanamkan kesadaran merek (brand awarness) kepada khalayak yang hadir di event-event tersebut. Brand awarness mengenai nama dan keberadaan tokonya serta produk yang ditawarkan dilakukan melalui pemasangan umbul-umbul, banner, brosur, dll. di sekitar lokasi event. Selain itu dia melihat potensi buruh migran Indonesia yang berasal dari Banyuwangi dan sekitarnya sebagai konsumen yang potensial dengan menggandeng para pemimpin buruh migran sebagai ujung tombak promosi. Selain itu Agus juga memanfaatkan media sosial untuk branding dan marketing usahanya.
Dalam mengelola keuangan untuk kelangsungan bisnisnya, Agus membuat tiga pos, yaitu pos untuk konsumsi sehari-hari, pos untuk gaji dirinya, dan pos untuk investasi. Dengan pengelolaan tersebut, untuk membangun dan memperbesar bisnisnya, Agus hampir tidak tergantung pinjaman bank. Pada akhir-akhir ini selain memiliki toko grosir asesoris “99 Jajag”, berangkat dari kesukaannya atau hobinya nge-gym, Agus akhirnya juga membuka “99 Gym Jajag”.
Dari Kuliah tamu ini mahasiswa dapat memetik ilmu dan informasi tentang bagaimana memulai usaha, bagaimana harus cerdas membaca peluang, menghadapi ancaman dan tantangan. Agus dapat mengubah SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats) menjadi SCOC (Strenghts, Challange, Oportunities, Challange) agar bisnisnya tetap bertahan dan berkembang.

 

Presiden Jokowi berpesan terhadap perguruan tinggi bahwa dalam menghadapi disrupsi dan perubahan di masa pandemi ini perguruan tinggi perlu menghadirkan praktisi dan pelaku industri dalam pelaksanaan belajar mengajar di kelas-kelas kuliah. Untuk itu matakuliah Pengantar Manajemen dan Kewirausahaan menggandeng pengusaha untuk mengisi Kuliah Tamu dengan tema “Belajar Bisnis dari Pengusaha”. Kuliah Tamu yang dihadari 87 mahasiswa Sastra Indonesia ini menghadirkan Agus 99 Jajag, seorang alumnus Prodi D3 Bahasa Inggris, Fakultas Sastra (FIB) UNEJ yang sukses menjadi pengusaha di kampung halamannya di Jajag, Banyuwangi.
Mahasiswa menyimak proses dan kiat-kiat Agus 99 Jajag dalam membangun bisnis from zero to hero. Agus memulai usaha dari keadaan “the power of kepepet”. Setelah mengirimkan 100 lamaran pekerjaan, dia diterima kerja di Telkomsel dengan posisi sebagai karyawan kontrak selama dua tahun. Saat menjelang kontraknya berakhir, dia memikirkan tentang masa depannya. Karena tidak ingin lagi bekerja di bawah orang lain, dia bertekad bulat untuk membangun usaha dengan membuka kios cendera mata (topi, arloji, sabuk, dll.) di teras Indomaret di dekat rumahnya. Lama kelamaan bisnisnya berkempang pesat, Agus dapat membuka kiosnya di seluruh Indomaret se-Banyuwangi, bahkan beberapa di Bondowoso, Situbondo dan Jember.
Oleh karena pikirannya selalu merasa ditantang oleh perkembangan bisnis, Agus melakukan istilahnya “pre-emptive strike” atau serangan pendahuluan, sebelum bisnisnya terkena disrupsi, Agus mengubah bisnisnya dengan menutup seluruh gerainya dengan mendirikan toko sendiri. Agar mendapatkan berkah tokonya dinamanakan “99 Jajag”, angka 99 didapat dari asmaul husna. Sebagai toko baru, Agus berupaya membranding tokonya dengan mengikuti event-event di Banyuwangi yang berpotensi mengumpulkan banyak orang. Yang ia lakukan tidak melulu direct selling tetapi menanamkan kesadaran merek (brand awarness) kepada khalayak yang hadir di event-event tersebut. Brand awarness mengenai nama dan keberadaan tokonya serta produk yang ditawarkan dilakukan melalui pemasangan umbul-umbul, banner, brosur, dll. di sekitar lokasi event. Selain itu dia melihat potensi buruh migran Indonesia yang berasal dari Banyuwangi dan sekitarnya sebagai konsumen yang potensial dengan menggandeng para pemimpin buruh migran sebagai ujung tombak promosi. Selain itu Agus juga memanfaatkan media sosial untuk branding dan marketing usahanya.
Dalam mengelola keuangan untuk kelangsungan bisnisnya, Agus membuat tiga pos, yaitu pos untuk konsumsi sehari-hari, pos untuk gaji dirinya, dan pos untuk investasi. Dengan pengelolaan tersebut, untuk membangun dan memperbesar bisnisnya, Agus hampir tidak tergantung pinjaman bank. Pada akhir-akhir ini selain memiliki toko grosir asesoris “99 Jajag”, berangkat dari kesukaannya atau hobinya nge-gym, Agus akhirnya juga membuka “99 Gym Jajag”.
Dari Kuliah tamu ini mahasiswa dapat memetik ilmu dan informasi tentang bagaimana memulai usaha, bagaimana harus cerdas membaca peluang, menghadapi ancaman dan tantangan. Agus dapat mengubah SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats) menjadi SCOC (Strenghts, Challange, Oportunities, Challange) agar bisnisnya tetap bertahan dan berkembang.

 

 

Presiden Jokowi berpesan terhadap perguruan tinggi bahwa dalam menghadapi disrupsi dan perubahan di masa pandemi ini perguruan tinggi perlu menghadirkan praktisi dan pelaku industri dalam pelaksanaan belajar mengajar di kelas-kelas kuliah. Untuk itu matakuliah Pengantar Manajemen dan Kewirausahaan menggandeng pengusaha untuk mengisi Kuliah Tamu dengan tema “Belajar Bisnis dari Pengusaha”. Kuliah Tamu yang dihadari 87 mahasiswa Sastra Indonesia ini menghadirkan Agus 99 Jajag, seorang alumnus Prodi D3 Bahasa Inggris, Fakultas Sastra (FIB) UNEJ yang sukses menjadi pengusaha di kampung halamannya di Jajag, Banyuwangi.
Mahasiswa menyimak proses dan kiat-kiat Agus 99 Jajag dalam membangun bisnis from zero to hero. Agus memulai usaha dari keadaan “the power of kepepet”. Setelah mengirimkan 100 lamaran pekerjaan, dia diterima kerja di Telkomsel dengan posisi sebagai karyawan kontrak selama dua tahun. Saat menjelang kontraknya berakhir, dia memikirkan tentang masa depannya. Karena tidak ingin lagi bekerja di bawah orang lain, dia bertekad bulat untuk membangun usaha dengan membuka kios cendera mata (topi, arloji, sabuk, dll.) di teras Indomaret di dekat rumahnya. Lama kelamaan bisnisnya berkempang pesat, Agus dapat membuka kiosnya di seluruh Indomaret se-Banyuwangi, bahkan beberapa di Bondowoso, Situbondo dan Jember.
Oleh karena pikirannya selalu merasa ditantang oleh perkembangan bisnis, Agus melakukan istilahnya “pre-emptive strike” atau serangan pendahuluan, sebelum bisnisnya terkena disrupsi, Agus mengubah bisnisnya dengan menutup seluruh gerainya dengan mendirikan toko sendiri. Agar mendapatkan berkah tokonya dinamanakan “99 Jajag”, angka 99 didapat dari asmaul husna. Sebagai toko baru, Agus berupaya membranding tokonya dengan mengikuti event-event di Banyuwangi yang berpotensi mengumpulkan banyak orang. Yang ia lakukan tidak melulu direct selling tetapi menanamkan kesadaran merek (brand awarness) kepada khalayak yang hadir di event-event tersebut. Brand awarness mengenai nama dan keberadaan tokonya serta produk yang ditawarkan dilakukan melalui pemasangan umbul-umbul, banner, brosur, dll. di sekitar lokasi event. Selain itu dia melihat potensi buruh migran Indonesia yang berasal dari Banyuwangi dan sekitarnya sebagai konsumen yang potensial dengan menggandeng para pemimpin buruh migran sebagai ujung tombak promosi. Selain itu Agus juga memanfaatkan media sosial untuk branding dan marketing usahanya.
Dalam mengelola keuangan untuk kelangsungan bisnisnya, Agus membuat tiga pos, yaitu pos untuk konsumsi sehari-hari, pos untuk gaji dirinya, dan pos untuk investasi. Dengan pengelolaan tersebut, untuk membangun dan memperbesar bisnisnya, Agus hampir tidak tergantung pinjaman bank. Pada akhir-akhir ini selain memiliki toko grosir asesoris “99 Jajag”, berangkat dari kesukaannya atau hobinya nge-gym, Agus akhirnya juga membuka “99 Gym Jajag”.
Dari Kuliah tamu ini mahasiswa dapat memetik ilmu dan informasi tentang bagaimana memulai usaha, bagaimana harus cerdas membaca peluang, menghadapi ancaman dan tantangan. Agus dapat mengubah SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats) menjadi SCOC (Strenghts, Challange, Oportunities, Challange) agar bisnisnya tetap bertahan dan berkembang.

 

Presiden Jokowi berpesan terhadap perguruan tinggi bahwa dalam menghadapi disrupsi dan perubahan di masa pandemi ini perguruan tinggi perlu menghadirkan praktisi dan pelaku industri dalam pelaksanaan belajar mengajar di kelas-kelas kuliah. Untuk itu matakuliah Pengantar Manajemen dan Kewirausahaan menggandeng pengusaha untuk mengisi Kuliah Tamu dengan tema “Belajar Bisnis dari Pengusaha”. Kuliah Tamu yang dihadari 87 mahasiswa Sastra Indonesia ini menghadirkan Agus 99 Jajag, seorang alumnus Prodi D3 Bahasa Inggris, Fakultas Sastra (FIB) UNEJ yang sukses menjadi pengusaha di kampung halamannya di Jajag, Banyuwangi.
Mahasiswa menyimak proses dan kiat-kiat Agus 99 Jajag dalam membangun bisnis from zero to hero. Agus memulai usaha dari keadaan “the power of kepepet”. Setelah mengirimkan 100 lamaran pekerjaan, dia diterima kerja di Telkomsel dengan posisi sebagai karyawan kontrak selama dua tahun. Saat menjelang kontraknya berakhir, dia memikirkan tentang masa depannya. Karena tidak ingin lagi bekerja di bawah orang lain, dia bertekad bulat untuk membangun usaha dengan membuka kios cendera mata (topi, arloji, sabuk, dll.) di teras Indomaret di dekat rumahnya. Lama kelamaan bisnisnya berkempang pesat, Agus dapat membuka kiosnya di seluruh Indomaret se-Banyuwangi, bahkan beberapa di Bondowoso, Situbondo dan Jember.
Oleh karena pikirannya selalu merasa ditantang oleh perkembangan bisnis, Agus melakukan istilahnya “pre-emptive strike” atau serangan pendahuluan, sebelum bisnisnya terkena disrupsi, Agus mengubah bisnisnya dengan menutup seluruh gerainya dengan mendirikan toko sendiri. Agar mendapatkan berkah tokonya dinamanakan “99 Jajag”, angka 99 didapat dari asmaul husna. Sebagai toko baru, Agus berupaya membranding tokonya dengan mengikuti event-event di Banyuwangi yang berpotensi mengumpulkan banyak orang. Yang ia lakukan tidak melulu direct selling tetapi menanamkan kesadaran merek (brand awarness) kepada khalayak yang hadir di event-event tersebut. Brand awarness mengenai nama dan keberadaan tokonya serta produk yang ditawarkan dilakukan melalui pemasangan umbul-umbul, banner, brosur, dll. di sekitar lokasi event. Selain itu dia melihat potensi buruh migran Indonesia yang berasal dari Banyuwangi dan sekitarnya sebagai konsumen yang potensial dengan menggandeng para pemimpin buruh migran sebagai ujung tombak promosi. Selain itu Agus juga memanfaatkan media sosial untuk branding dan marketing usahanya.
Dalam mengelola keuangan untuk kelangsungan bisnisnya, Agus membuat tiga pos, yaitu pos untuk konsumsi sehari-hari, pos untuk gaji dirinya, dan pos untuk investasi. Dengan pengelolaan tersebut, untuk membangun dan memperbesar bisnisnya, Agus hampir tidak tergantung pinjaman bank. Pada akhir-akhir ini selain memiliki toko grosir asesoris “99 Jajag”, berangkat dari kesukaannya atau hobinya nge-gym, Agus akhirnya juga membuka “99 Gym Jajag”.
Dari Kuliah tamu ini mahasiswa dapat memetik ilmu dan informasi tentang bagaimana memulai usaha, bagaimana harus cerdas membaca peluang, menghadapi ancaman dan tantangan. Agus dapat mengubah SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats) menjadi SCOC (Strenghts, Challange, Oportunities, Challange) agar bisnisnya tetap bertahan dan berkembang.

 

Presiden Jokowi berpesan terhadap perguruan tinggi bahwa dalam menghadapi disrupsi dan perubahan di masa pandemi ini perguruan tinggi perlu menghadirkan praktisi dan pelaku industri dalam pelaksanaan belajar mengajar di kelas-kelas kuliah. Untuk itu matakuliah Pengantar Manajemen dan Kewirausahaan menggandeng pengusaha untuk mengisi Kuliah Tamu dengan tema “Belajar Bisnis dari Pengusaha”. Kuliah Tamu yang dihadari 87 mahasiswa Sastra Indonesia ini menghadirkan Agus 99 Jajag, seorang alumnus Prodi D3 Bahasa Inggris, Fakultas Sastra (FIB) UNEJ yang sukses menjadi pengusaha di kampung halamannya di Jajag, Banyuwangi.
Mahasiswa menyimak proses dan kiat-kiat Agus 99 Jajag dalam membangun bisnis from zero to hero. Agus memulai usaha dari keadaan “the power of kepepet”. Setelah mengirimkan 100 lamaran pekerjaan, dia diterima kerja di Telkomsel dengan posisi sebagai karyawan kontrak selama dua tahun. Saat menjelang kontraknya berakhir, dia memikirkan tentang masa depannya. Karena tidak ingin lagi bekerja di bawah orang lain, dia bertekad bulat untuk membangun usaha dengan membuka kios cendera mata (topi, arloji, sabuk, dll.) di teras Indomaret di dekat rumahnya. Lama kelamaan bisnisnya berkempang pesat, Agus dapat membuka kiosnya di seluruh Indomaret se-Banyuwangi, bahkan beberapa di Bondowoso, Situbondo dan Jember.
Oleh karena pikirannya selalu merasa ditantang oleh perkembangan bisnis, Agus melakukan istilahnya “pre-emptive strike” atau serangan pendahuluan, sebelum bisnisnya terkena disrupsi, Agus mengubah bisnisnya dengan menutup seluruh gerainya dengan mendirikan toko sendiri. Agar mendapatkan berkah tokonya dinamanakan “99 Jajag”, angka 99 didapat dari asmaul husna. Sebagai toko baru, Agus berupaya membranding tokonya dengan mengikuti event-event di Banyuwangi yang berpotensi mengumpulkan banyak orang. Yang ia lakukan tidak melulu direct selling tetapi menanamkan kesadaran merek (brand awarness) kepada khalayak yang hadir di event-event tersebut. Brand awarness mengenai nama dan keberadaan tokonya serta produk yang ditawarkan dilakukan melalui pemasangan umbul-umbul, banner, brosur, dll. di sekitar lokasi event. Selain itu dia melihat potensi buruh migran Indonesia yang berasal dari Banyuwangi dan sekitarnya sebagai konsumen yang potensial dengan menggandeng para pemimpin buruh migran sebagai ujung tombak promosi. Selain itu Agus juga memanfaatkan media sosial untuk branding dan marketing usahanya.
Dalam mengelola keuangan untuk kelangsungan bisnisnya, Agus membuat tiga pos, yaitu pos untuk konsumsi sehari-hari, pos untuk gaji dirinya, dan pos untuk investasi. Dengan pengelolaan tersebut, untuk membangun dan memperbesar bisnisnya, Agus hampir tidak tergantung pinjaman bank. Pada akhir-akhir ini selain memiliki toko grosir asesoris “99 Jajag”, berangkat dari kesukaannya atau hobinya nge-gym, Agus akhirnya juga membuka “99 Gym Jajag”.
Dari Kuliah tamu ini mahasiswa dapat memetik ilmu dan informasi tentang bagaimana memulai usaha, bagaimana harus cerdas membaca peluang, menghadapi ancaman dan tantangan. Agus dapat mengubah SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats) menjadi SCOC (Strenghts, Challange, Oportunities, Challange) agar bisnisnya tetap bertahan dan berkembang.

[:]

[:de]

Presiden Jokowi berpesan terhadap perguruan tinggi bahwa dalam menghadapi disrupsi dan perubahan di masa pandemi ini perguruan tinggi perlu menghadirkan praktisi dan pelaku industri dalam pelaksanaan belajar mengajar di kelas-kelas kuliah. Untuk itu matakuliah Pengantar Manajemen dan Kewirausahaan menggandeng pengusaha untuk mengisi Kuliah Tamu dengan tema “Belajar Bisnis dari Pengusaha”. Kuliah Tamu yang dihadari 87 mahasiswa Sastra Indonesia ini menghadirkan Agus 99 Jajag, seorang alumnus Prodi D3 Bahasa Inggris, Fakultas Sastra (FIB) UNEJ yang sukses menjadi pengusaha di kampung halamannya di Jajag, Banyuwangi.
Mahasiswa menyimak proses dan kiat-kiat Agus 99 Jajag dalam membangun bisnis from zero to hero. Agus memulai usaha dari keadaan “the power of kepepet”. Setelah mengirimkan 100 lamaran pekerjaan, dia diterima kerja di Telkomsel dengan posisi sebagai karyawan kontrak selama dua tahun. Saat menjelang kontraknya berakhir, dia memikirkan tentang masa depannya. Karena tidak ingin lagi bekerja di bawah orang lain, dia bertekad bulat untuk membangun usaha dengan membuka Kios Jam tangan dan Kacamata di teras Indomaret di dekat rumahnya. Lama kelamaan bisnisnya berkempang pesat, Agus dapat membuka kiosnya di seluruh Indomaret se-Banyuwangi, bahkan beberapa di Bondowoso, Situbondo dan Jember.
Oleh karena pikirannya selalu merasa ditantang oleh perkembangan bisnis, Agus melakukan istilahnya “pre-emptive strike” atau serangan pendahuluan, sebelum bisnisnya terkena disrupsi, Agus mengubah bisnisnya dengan menutup seluruh gerainya dengan mendirikan toko sendiri. Agar mendapatkan berkah tokonya dinamanakan “99 Jajag”, angka 99 didapat dari asmaul husna. Sebagai toko baru, Agus berupaya membranding tokonya dengan mengikuti event-event di Banyuwangi yang berpotensi mengumpulkan banyak orang. Yang ia lakukan tidak melulu direct selling tetapi menanamkan kesadaran merek (brand awarness) kepada khalayak yang hadir di event-event tersebut. Brand awarness mengenai nama dan keberadaan tokonya serta produk yang ditawarkan dilakukan melalui pemasangan umbul-umbul, banner, brosur, dll. di sekitar lokasi event. Selain itu dia melihat potensi buruh migran Indonesia yang berasal dari Banyuwangi dan sekitarnya sebagai konsumen yang potensial dengan menggandeng para pemimpin buruh migran sebagai ujung tombak promosi. Selain itu Agus juga memanfaatkan media sosial untuk branding dan marketing usahanya.
Dalam mengelola keuangan untuk kelangsungan bisnisnya, Agus membuat tiga pos, yaitu pos untuk konsumsi sehari-hari, pos untuk gaji dirinya, dan pos untuk investasi. Dengan pengelolaan tersebut, untuk membangun dan memperbesar bisnisnya, Agus hampir tidak tergantung pinjaman bank. Pada akhir-akhir ini selain memiliki toko grosir asesoris “99 Jajag”, berangkat dari kesukaannya atau hobinya nge-gym, Agus akhirnya juga membuka “99 Gym Jajag”.
Dari Kuliah tamu ini mahasiswa dapat memetik ilmu dan informasi tentang bagaimana memulai usaha, bagaimana harus cerdas membaca peluang, menghadapi ancaman dan tantangan. Agus dapat mengubah SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats) menjadi SCOC (Strenghts, Challange, Oportunities, Challange) agar bisnisnya tetap bertahan dan berkembang.

Presiden Jokowi berpesan terhadap perguruan tinggi bahwa dalam menghadapi disrupsi dan perubahan di masa pandemi ini perguruan tinggi perlu menghadirkan praktisi dan pelaku industri dalam pelaksanaan belajar mengajar di kelas-kelas kuliah. Untuk itu matakuliah Pengantar Manajemen dan Kewirausahaan menggandeng pengusaha untuk mengisi Kuliah Tamu dengan tema “Belajar Bisnis dari Pengusaha”. Kuliah Tamu yang dihadari 87 mahasiswa Sastra Indonesia ini menghadirkan Agus 99 Jajag, seorang alumnus Prodi D3 Bahasa Inggris, Fakultas Sastra (FIB) UNEJ yang sukses menjadi pengusaha di kampung halamannya di Jajag, Banyuwangi.
Mahasiswa menyimak proses dan kiat-kiat Agus 99 Jajag dalam membangun bisnis from zero to hero. Agus memulai usaha dari keadaan “the power of kepepet”. Setelah mengirimkan 100 lamaran pekerjaan, dia diterima kerja di Telkomsel dengan posisi sebagai karyawan kontrak selama dua tahun. Saat menjelang kontraknya berakhir, dia memikirkan tentang masa depannya. Karena tidak ingin lagi bekerja di bawah orang lain, dia bertekad bulat untuk membangun usaha dengan membuka kios cendera mata (topi, arloji, sabuk, dll.) di teras Indomaret di dekat rumahnya. Lama kelamaan bisnisnya berkempang pesat, Agus dapat membuka kiosnya di seluruh Indomaret se-Banyuwangi, bahkan beberapa di Bondowoso, Situbondo dan Jember.
Oleh karena pikirannya selalu merasa ditantang oleh perkembangan bisnis, Agus melakukan istilahnya “pre-emptive strike” atau serangan pendahuluan, sebelum bisnisnya terkena disrupsi, Agus mengubah bisnisnya dengan menutup seluruh gerainya dengan mendirikan toko sendiri. Agar mendapatkan berkah tokonya dinamanakan “99 Jajag”, angka 99 didapat dari asmaul husna. Sebagai toko baru, Agus berupaya membranding tokonya dengan mengikuti event-event di Banyuwangi yang berpotensi mengumpulkan banyak orang. Yang ia lakukan tidak melulu direct selling tetapi menanamkan kesadaran merek (brand awarness) kepada khalayak yang hadir di event-event tersebut. Brand awarness mengenai nama dan keberadaan tokonya serta produk yang ditawarkan dilakukan melalui pemasangan umbul-umbul, banner, brosur, dll. di sekitar lokasi event. Selain itu dia melihat potensi buruh migran Indonesia yang berasal dari Banyuwangi dan sekitarnya sebagai konsumen yang potensial dengan menggandeng para pemimpin buruh migran sebagai ujung tombak promosi. Selain itu Agus juga memanfaatkan media sosial untuk branding dan marketing usahanya.
Dalam mengelola keuangan untuk kelangsungan bisnisnya, Agus membuat tiga pos, yaitu pos untuk konsumsi sehari-hari, pos untuk gaji dirinya, dan pos untuk investasi. Dengan pengelolaan tersebut, untuk membangun dan memperbesar bisnisnya, Agus hampir tidak tergantung pinjaman bank. Pada akhir-akhir ini selain memiliki toko grosir asesoris “99 Jajag”, berangkat dari kesukaannya atau hobinya nge-gym, Agus akhirnya juga membuka “99 Gym Jajag”.
Dari Kuliah tamu ini mahasiswa dapat memetik ilmu dan informasi tentang bagaimana memulai usaha, bagaimana harus cerdas membaca peluang, menghadapi ancaman dan tantangan. Agus dapat mengubah SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats) menjadi SCOC (Strenghts, Challange, Oportunities, Challange) agar bisnisnya tetap bertahan dan berkembang.

Presiden Jokowi berpesan terhadap perguruan tinggi bahwa dalam menghadapi disrupsi dan perubahan di masa pandemi ini perguruan tinggi perlu menghadirkan praktisi dan pelaku industri dalam pelaksanaan belajar mengajar di kelas-kelas kuliah. Untuk itu matakuliah Pengantar Manajemen dan Kewirausahaan menggandeng pengusaha untuk mengisi Kuliah Tamu dengan tema “Belajar Bisnis dari Pengusaha”. Kuliah Tamu yang dihadari 87 mahasiswa Sastra Indonesia ini menghadirkan Agus 99 Jajag, seorang alumnus Prodi D3 Bahasa Inggris, Fakultas Sastra (FIB) UNEJ yang sukses menjadi pengusaha di kampung halamannya di Jajag, Banyuwangi.
Mahasiswa menyimak proses dan kiat-kiat Agus 99 Jajag dalam membangun bisnis from zero to hero. Agus memulai usaha dari keadaan “the power of kepepet”. Setelah mengirimkan 100 lamaran pekerjaan, dia diterima kerja di Telkomsel dengan posisi sebagai karyawan kontrak selama dua tahun. Saat menjelang kontraknya berakhir, dia memikirkan tentang masa depannya. Karena tidak ingin lagi bekerja di bawah orang lain, dia bertekad bulat untuk membangun usaha dengan membuka Kios Jam Tangan dan Kacamata di teras Indomaret di dekat rumahnya. Lama kelamaan bisnisnya berkempang pesat, Agus dapat membuka kiosnya di seluruh Indomaret se-Banyuwangi, bahkan beberapa di Bondowoso, Situbondo dan Jember.
Oleh karena pikirannya selalu merasa ditantang oleh perkembangan bisnis, Agus melakukan istilahnya “pre-emptive strike” atau serangan pendahuluan, sebelum bisnisnya terkena disrupsi, Agus mengubah bisnisnya dengan menutup seluruh gerainya dengan mendirikan toko sendiri. Agar mendapatkan berkah tokonya dinamanakan “99 Jajag”, angka 99 didapat dari asmaul husna. Sebagai toko baru, Agus berupaya membranding tokonya dengan mengikuti event-event di Banyuwangi yang berpotensi mengumpulkan banyak orang. Yang ia lakukan tidak melulu direct selling tetapi menanamkan kesadaran merek (brand awarness) kepada khalayak yang hadir di event-event tersebut. Brand awarness mengenai nama dan keberadaan tokonya serta produk yang ditawarkan dilakukan melalui pemasangan umbul-umbul, banner, brosur, dll. di sekitar lokasi event. Selain itu dia melihat potensi buruh migran Indonesia yang berasal dari Banyuwangi dan sekitarnya sebagai konsumen yang potensial dengan menggandeng para pemimpin buruh migran sebagai ujung tombak promosi. Selain itu Agus juga memanfaatkan media sosial untuk branding dan marketing usahanya.
Dalam mengelola keuangan untuk kelangsungan bisnisnya, Agus membuat tiga pos, yaitu pos untuk konsumsi sehari-hari, pos untuk gaji dirinya, dan pos untuk investasi. Dengan pengelolaan tersebut, untuk membangun dan memperbesar bisnisnya, Agus hampir tidak tergantung pinjaman bank. Pada akhir-akhir ini selain memiliki toko grosir asesoris “99 Jajag”, berangkat dari kesukaannya atau hobinya nge-gym, Agus akhirnya juga membuka “99 Gym Jajag”.
Dari Kuliah tamu ini mahasiswa dapat memetik ilmu dan informasi tentang bagaimana memulai usaha, bagaimana harus cerdas membaca peluang, menghadapi ancaman dan tantangan. Agus dapat mengubah SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats) menjadi SCOC (Strenghts, Challange, Oportunities, Challange) agar bisnisnya tetap bertahan dan berkembang.

 

Presiden Jokowi berpesan terhadap perguruan tinggi bahwa dalam menghadapi disrupsi dan perubahan di masa pandemi ini perguruan tinggi perlu menghadirkan praktisi dan pelaku industri dalam pelaksanaan belajar mengajar di kelas-kelas kuliah. Untuk itu matakuliah Pengantar Manajemen dan Kewirausahaan menggandeng pengusaha untuk mengisi Kuliah Tamu dengan tema “Belajar Bisnis dari Pengusaha”. Kuliah Tamu yang dihadari 87 mahasiswa Sastra Indonesia ini menghadirkan Agus 99 Jajag, seorang alumnus Prodi D3 Bahasa Inggris, Fakultas Sastra (FIB) UNEJ yang sukses menjadi pengusaha di kampung halamannya di Jajag, Banyuwangi.
Mahasiswa menyimak proses dan kiat-kiat Agus 99 Jajag dalam membangun bisnis from zero to hero. Agus memulai usaha dari keadaan “the power of kepepet”. Setelah mengirimkan 100 lamaran pekerjaan, dia diterima kerja di Telkomsel dengan posisi sebagai karyawan kontrak selama dua tahun. Saat menjelang kontraknya berakhir, dia memikirkan tentang masa depannya. Karena tidak ingin lagi bekerja di bawah orang lain, dia bertekad bulat untuk membangun usaha dengan membuka kios cendera mata (topi, arloji, sabuk, dll.) di teras Indomaret di dekat rumahnya. Lama kelamaan bisnisnya berkempang pesat, Agus dapat membuka kiosnya di seluruh Indomaret se-Banyuwangi, bahkan beberapa di Bondowoso, Situbondo dan Jember.
Oleh karena pikirannya selalu merasa ditantang oleh perkembangan bisnis, Agus melakukan istilahnya “pre-emptive strike” atau serangan pendahuluan, sebelum bisnisnya terkena disrupsi, Agus mengubah bisnisnya dengan menutup seluruh gerainya dengan mendirikan toko sendiri. Agar mendapatkan berkah tokonya dinamanakan “99 Jajag”, angka 99 didapat dari asmaul husna. Sebagai toko baru, Agus berupaya membranding tokonya dengan mengikuti event-event di Banyuwangi yang berpotensi mengumpulkan banyak orang. Yang ia lakukan tidak melulu direct selling tetapi menanamkan kesadaran merek (brand awarness) kepada khalayak yang hadir di event-event tersebut. Brand awarness mengenai nama dan keberadaan tokonya serta produk yang ditawarkan dilakukan melalui pemasangan umbul-umbul, banner, brosur, dll. di sekitar lokasi event. Selain itu dia melihat potensi buruh migran Indonesia yang berasal dari Banyuwangi dan sekitarnya sebagai konsumen yang potensial dengan menggandeng para pemimpin buruh migran sebagai ujung tombak promosi. Selain itu Agus juga memanfaatkan media sosial untuk branding dan marketing usahanya.
Dalam mengelola keuangan untuk kelangsungan bisnisnya, Agus membuat tiga pos, yaitu pos untuk konsumsi sehari-hari, pos untuk gaji dirinya, dan pos untuk investasi. Dengan pengelolaan tersebut, untuk membangun dan memperbesar bisnisnya, Agus hampir tidak tergantung pinjaman bank. Pada akhir-akhir ini selain memiliki toko grosir asesoris “99 Jajag”, berangkat dari kesukaannya atau hobinya nge-gym, Agus akhirnya juga membuka “99 Gym Jajag”.
Dari Kuliah tamu ini mahasiswa dapat memetik ilmu dan informasi tentang bagaimana memulai usaha, bagaimana harus cerdas membaca peluang, menghadapi ancaman dan tantangan. Agus dapat mengubah SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats) menjadi SCOC (Strenghts, Challange, Oportunities, Challange) agar bisnisnya tetap bertahan dan berkembang.

Presiden Jokowi berpesan terhadap perguruan tinggi bahwa dalam menghadapi disrupsi dan perubahan di masa pandemi ini perguruan tinggi perlu menghadirkan praktisi dan pelaku industri dalam pelaksanaan belajar mengajar di kelas-kelas kuliah. Untuk itu matakuliah Pengantar Manajemen dan Kewirausahaan menggandeng pengusaha untuk mengisi Kuliah Tamu dengan tema “Belajar Bisnis dari Pengusaha”. Kuliah Tamu yang dihadari 87 mahasiswa Sastra Indonesia ini menghadirkan Agus 99 Jajag, seorang alumnus Prodi D3 Bahasa Inggris, Fakultas Sastra (FIB) UNEJ yang sukses menjadi pengusaha di kampung halamannya di Jajag, Banyuwangi.
Mahasiswa menyimak proses dan kiat-kiat Agus 99 Jajag dalam membangun bisnis from zero to hero. Agus memulai usaha dari keadaan “the power of kepepet”. Setelah mengirimkan 100 lamaran pekerjaan, dia diterima kerja di Telkomsel dengan posisi sebagai karyawan kontrak selama dua tahun. Saat menjelang kontraknya berakhir, dia memikirkan tentang masa depannya. Karena tidak ingin lagi bekerja di bawah orang lain, dia bertekad bulat untuk membangun usaha dengan membuka kios cendera mata (topi, arloji, sabuk, dll.) di teras Indomaret di dekat rumahnya. Lama kelamaan bisnisnya berkempang pesat, Agus dapat membuka kiosnya di seluruh Indomaret se-Banyuwangi, bahkan beberapa di Bondowoso, Situbondo dan Jember.
Oleh karena pikirannya selalu merasa ditantang oleh perkembangan bisnis, Agus melakukan istilahnya “pre-emptive strike” atau serangan pendahuluan, sebelum bisnisnya terkena disrupsi, Agus mengubah bisnisnya dengan menutup seluruh gerainya dengan mendirikan toko sendiri. Agar mendapatkan berkah tokonya dinamanakan “99 Jajag”, angka 99 didapat dari asmaul husna. Sebagai toko baru, Agus berupaya membranding tokonya dengan mengikuti event-event di Banyuwangi yang berpotensi mengumpulkan banyak orang. Yang ia lakukan tidak melulu direct selling tetapi menanamkan kesadaran merek (brand awarness) kepada khalayak yang hadir di event-event tersebut. Brand awarness mengenai nama dan keberadaan tokonya serta produk yang ditawarkan dilakukan melalui pemasangan umbul-umbul, banner, brosur, dll. di sekitar lokasi event. Selain itu dia melihat potensi buruh migran Indonesia yang berasal dari Banyuwangi dan sekitarnya sebagai konsumen yang potensial dengan menggandeng para pemimpin buruh migran sebagai ujung tombak promosi. Selain itu Agus juga memanfaatkan media sosial untuk branding dan marketing usahanya.
Dalam mengelola keuangan untuk kelangsungan bisnisnya, Agus membuat tiga pos, yaitu pos untuk konsumsi sehari-hari, pos untuk gaji dirinya, dan pos untuk investasi. Dengan pengelolaan tersebut, untuk membangun dan memperbesar bisnisnya, Agus hampir tidak tergantung pinjaman bank. Pada akhir-akhir ini selain memiliki toko grosir asesoris “99 Jajag”, berangkat dari kesukaannya atau hobinya nge-gym, Agus akhirnya juga membuka “99 Gym Jajag”.
Dari Kuliah tamu ini mahasiswa dapat memetik ilmu dan informasi tentang bagaimana memulai usaha, bagaimana harus cerdas membaca peluang, menghadapi ancaman dan tantangan. Agus dapat mengubah SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats) menjadi SCOC (Strenghts, Challange, Oportunities, Challange) agar bisnisnya tetap bertahan dan berkembang.

 

 

Presiden Jokowi berpesan terhadap perguruan tinggi bahwa dalam menghadapi disrupsi dan perubahan di masa pandemi ini perguruan tinggi perlu menghadirkan praktisi dan pelaku industri dalam pelaksanaan belajar mengajar di kelas-kelas kuliah. Untuk itu matakuliah Pengantar Manajemen dan Kewirausahaan menggandeng pengusaha untuk mengisi Kuliah Tamu dengan tema “Belajar Bisnis dari Pengusaha”. Kuliah Tamu yang dihadari 87 mahasiswa Sastra Indonesia ini menghadirkan Agus 99 Jajag, seorang alumnus Prodi D3 Bahasa Inggris, Fakultas Sastra (FIB) UNEJ yang sukses menjadi pengusaha di kampung halamannya di Jajag, Banyuwangi.
Mahasiswa menyimak proses dan kiat-kiat Agus 99 Jajag dalam membangun bisnis from zero to hero. Agus memulai usaha dari keadaan “the power of kepepet”. Setelah mengirimkan 100 lamaran pekerjaan, dia diterima kerja di Telkomsel dengan posisi sebagai karyawan kontrak selama dua tahun. Saat menjelang kontraknya berakhir, dia memikirkan tentang masa depannya. Karena tidak ingin lagi bekerja di bawah orang lain, dia bertekad bulat untuk membangun usaha dengan membuka kios cendera mata (topi, arloji, sabuk, dll.) di teras Indomaret di dekat rumahnya. Lama kelamaan bisnisnya berkempang pesat, Agus dapat membuka kiosnya di seluruh Indomaret se-Banyuwangi, bahkan beberapa di Bondowoso, Situbondo dan Jember.
Oleh karena pikirannya selalu merasa ditantang oleh perkembangan bisnis, Agus melakukan istilahnya “pre-emptive strike” atau serangan pendahuluan, sebelum bisnisnya terkena disrupsi, Agus mengubah bisnisnya dengan menutup seluruh gerainya dengan mendirikan toko sendiri. Agar mendapatkan berkah tokonya dinamanakan “99 Jajag”, angka 99 didapat dari asmaul husna. Sebagai toko baru, Agus berupaya membranding tokonya dengan mengikuti event-event di Banyuwangi yang berpotensi mengumpulkan banyak orang. Yang ia lakukan tidak melulu direct selling tetapi menanamkan kesadaran merek (brand awarness) kepada khalayak yang hadir di event-event tersebut. Brand awarness mengenai nama dan keberadaan tokonya serta produk yang ditawarkan dilakukan melalui pemasangan umbul-umbul, banner, brosur, dll. di sekitar lokasi event. Selain itu dia melihat potensi buruh migran Indonesia yang berasal dari Banyuwangi dan sekitarnya sebagai konsumen yang potensial dengan menggandeng para pemimpin buruh migran sebagai ujung tombak promosi. Selain itu Agus juga memanfaatkan media sosial untuk branding dan marketing usahanya.
Dalam mengelola keuangan untuk kelangsungan bisnisnya, Agus membuat tiga pos, yaitu pos untuk konsumsi sehari-hari, pos untuk gaji dirinya, dan pos untuk investasi. Dengan pengelolaan tersebut, untuk membangun dan memperbesar bisnisnya, Agus hampir tidak tergantung pinjaman bank. Pada akhir-akhir ini selain memiliki toko grosir asesoris “99 Jajag”, berangkat dari kesukaannya atau hobinya nge-gym, Agus akhirnya juga membuka “99 Gym Jajag”.
Dari Kuliah tamu ini mahasiswa dapat memetik ilmu dan informasi tentang bagaimana memulai usaha, bagaimana harus cerdas membaca peluang, menghadapi ancaman dan tantangan. Agus dapat mengubah SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats) menjadi SCOC (Strenghts, Challange, Oportunities, Challange) agar bisnisnya tetap bertahan dan berkembang.

 

Presiden Jokowi berpesan terhadap perguruan tinggi bahwa dalam menghadapi disrupsi dan perubahan di masa pandemi ini perguruan tinggi perlu menghadirkan praktisi dan pelaku industri dalam pelaksanaan belajar mengajar di kelas-kelas kuliah. Untuk itu matakuliah Pengantar Manajemen dan Kewirausahaan menggandeng pengusaha untuk mengisi Kuliah Tamu dengan tema “Belajar Bisnis dari Pengusaha”. Kuliah Tamu yang dihadari 87 mahasiswa Sastra Indonesia ini menghadirkan Agus 99 Jajag, seorang alumnus Prodi D3 Bahasa Inggris, Fakultas Sastra (FIB) UNEJ yang sukses menjadi pengusaha di kampung halamannya di Jajag, Banyuwangi.
Mahasiswa menyimak proses dan kiat-kiat Agus 99 Jajag dalam membangun bisnis from zero to hero. Agus memulai usaha dari keadaan “the power of kepepet”. Setelah mengirimkan 100 lamaran pekerjaan, dia diterima kerja di Telkomsel dengan posisi sebagai karyawan kontrak selama dua tahun. Saat menjelang kontraknya berakhir, dia memikirkan tentang masa depannya. Karena tidak ingin lagi bekerja di bawah orang lain, dia bertekad bulat untuk membangun usaha dengan membuka kios cendera mata (topi, arloji, sabuk, dll.) di teras Indomaret di dekat rumahnya. Lama kelamaan bisnisnya berkempang pesat, Agus dapat membuka kiosnya di seluruh Indomaret se-Banyuwangi, bahkan beberapa di Bondowoso, Situbondo dan Jember.
Oleh karena pikirannya selalu merasa ditantang oleh perkembangan bisnis, Agus melakukan istilahnya “pre-emptive strike” atau serangan pendahuluan, sebelum bisnisnya terkena disrupsi, Agus mengubah bisnisnya dengan menutup seluruh gerainya dengan mendirikan toko sendiri. Agar mendapatkan berkah tokonya dinamanakan “99 Jajag”, angka 99 didapat dari asmaul husna. Sebagai toko baru, Agus berupaya membranding tokonya dengan mengikuti event-event di Banyuwangi yang berpotensi mengumpulkan banyak orang. Yang ia lakukan tidak melulu direct selling tetapi menanamkan kesadaran merek (brand awarness) kepada khalayak yang hadir di event-event tersebut. Brand awarness mengenai nama dan keberadaan tokonya serta produk yang ditawarkan dilakukan melalui pemasangan umbul-umbul, banner, brosur, dll. di sekitar lokasi event. Selain itu dia melihat potensi buruh migran Indonesia yang berasal dari Banyuwangi dan sekitarnya sebagai konsumen yang potensial dengan menggandeng para pemimpin buruh migran sebagai ujung tombak promosi. Selain itu Agus juga memanfaatkan media sosial untuk branding dan marketing usahanya.
Dalam mengelola keuangan untuk kelangsungan bisnisnya, Agus membuat tiga pos, yaitu pos untuk konsumsi sehari-hari, pos untuk gaji dirinya, dan pos untuk investasi. Dengan pengelolaan tersebut, untuk membangun dan memperbesar bisnisnya, Agus hampir tidak tergantung pinjaman bank. Pada akhir-akhir ini selain memiliki toko grosir asesoris “99 Jajag”, berangkat dari kesukaannya atau hobinya nge-gym, Agus akhirnya juga membuka “99 Gym Jajag”.
Dari Kuliah tamu ini mahasiswa dapat memetik ilmu dan informasi tentang bagaimana memulai usaha, bagaimana harus cerdas membaca peluang, menghadapi ancaman dan tantangan. Agus dapat mengubah SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats) menjadi SCOC (Strenghts, Challange, Oportunities, Challange) agar bisnisnya tetap bertahan dan berkembang.

 

Presiden Jokowi berpesan terhadap perguruan tinggi bahwa dalam menghadapi disrupsi dan perubahan di masa pandemi ini perguruan tinggi perlu menghadirkan praktisi dan pelaku industri dalam pelaksanaan belajar mengajar di kelas-kelas kuliah. Untuk itu matakuliah Pengantar Manajemen dan Kewirausahaan menggandeng pengusaha untuk mengisi Kuliah Tamu dengan tema “Belajar Bisnis dari Pengusaha”. Kuliah Tamu yang dihadari 87 mahasiswa Sastra Indonesia ini menghadirkan Agus 99 Jajag, seorang alumnus Prodi D3 Bahasa Inggris, Fakultas Sastra (FIB) UNEJ yang sukses menjadi pengusaha di kampung halamannya di Jajag, Banyuwangi.
Mahasiswa menyimak proses dan kiat-kiat Agus 99 Jajag dalam membangun bisnis from zero to hero. Agus memulai usaha dari keadaan “the power of kepepet”. Setelah mengirimkan 100 lamaran pekerjaan, dia diterima kerja di Telkomsel dengan posisi sebagai karyawan kontrak selama dua tahun. Saat menjelang kontraknya berakhir, dia memikirkan tentang masa depannya. Karena tidak ingin lagi bekerja di bawah orang lain, dia bertekad bulat untuk membangun usaha dengan membuka kios cendera mata (topi, arloji, sabuk, dll.) di teras Indomaret di dekat rumahnya. Lama kelamaan bisnisnya berkempang pesat, Agus dapat membuka kiosnya di seluruh Indomaret se-Banyuwangi, bahkan beberapa di Bondowoso, Situbondo dan Jember.
Oleh karena pikirannya selalu merasa ditantang oleh perkembangan bisnis, Agus melakukan istilahnya “pre-emptive strike” atau serangan pendahuluan, sebelum bisnisnya terkena disrupsi, Agus mengubah bisnisnya dengan menutup seluruh gerainya dengan mendirikan toko sendiri. Agar mendapatkan berkah tokonya dinamanakan “99 Jajag”, angka 99 didapat dari asmaul husna. Sebagai toko baru, Agus berupaya membranding tokonya dengan mengikuti event-event di Banyuwangi yang berpotensi mengumpulkan banyak orang. Yang ia lakukan tidak melulu direct selling tetapi menanamkan kesadaran merek (brand awarness) kepada khalayak yang hadir di event-event tersebut. Brand awarness mengenai nama dan keberadaan tokonya serta produk yang ditawarkan dilakukan melalui pemasangan umbul-umbul, banner, brosur, dll. di sekitar lokasi event. Selain itu dia melihat potensi buruh migran Indonesia yang berasal dari Banyuwangi dan sekitarnya sebagai konsumen yang potensial dengan menggandeng para pemimpin buruh migran sebagai ujung tombak promosi. Selain itu Agus juga memanfaatkan media sosial untuk branding dan marketing usahanya.
Dalam mengelola keuangan untuk kelangsungan bisnisnya, Agus membuat tiga pos, yaitu pos untuk konsumsi sehari-hari, pos untuk gaji dirinya, dan pos untuk investasi. Dengan pengelolaan tersebut, untuk membangun dan memperbesar bisnisnya, Agus hampir tidak tergantung pinjaman bank. Pada akhir-akhir ini selain memiliki toko grosir asesoris “99 Jajag”, berangkat dari kesukaannya atau hobinya nge-gym, Agus akhirnya juga membuka “99 Gym Jajag”.
Dari Kuliah tamu ini mahasiswa dapat memetik ilmu dan informasi tentang bagaimana memulai usaha, bagaimana harus cerdas membaca peluang, menghadapi ancaman dan tantangan. Agus dapat mengubah SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats) menjadi SCOC (Strenghts, Challange, Oportunities, Challange) agar bisnisnya tetap bertahan dan berkembang.

Presiden Jokowi berpesan terhadap perguruan tinggi bahwa dalam menghadapi disrupsi dan perubahan di masa pandemi ini perguruan tinggi perlu menghadirkan praktisi dan pelaku industri dalam pelaksanaan belajar mengajar di kelas-kelas kuliah. Untuk itu matakuliah Pengantar Manajemen dan Kewirausahaan menggandeng pengusaha untuk mengisi Kuliah Tamu dengan tema “Belajar Bisnis dari Pengusaha”. Kuliah Tamu yang dihadari 87 mahasiswa Sastra Indonesia ini menghadirkan Agus 99 Jajag, seorang alumnus Prodi D3 Bahasa Inggris, Fakultas Sastra (FIB) UNEJ yang sukses menjadi pengusaha di kampung halamannya di Jajag, Banyuwangi.
Mahasiswa menyimak proses dan kiat-kiat Agus 99 Jajag dalam membangun bisnis from zero to hero. Agus memulai usaha dari keadaan “the power of kepepet”. Setelah mengirimkan 100 lamaran pekerjaan, dia diterima kerja di Telkomsel dengan posisi sebagai karyawan kontrak selama dua tahun. Saat menjelang kontraknya berakhir, dia memikirkan tentang masa depannya. Karena tidak ingin lagi bekerja di bawah orang lain, dia bertekad bulat untuk membangun usaha dengan membuka Kios Jam tangan dan Kacamata di teras Indomaret di dekat rumahnya. Lama kelamaan bisnisnya berkempang pesat, Agus dapat membuka kiosnya di seluruh Indomaret se-Banyuwangi, bahkan beberapa di Bondowoso, Situbondo dan Jember.
Oleh karena pikirannya selalu merasa ditantang oleh perkembangan bisnis, Agus melakukan istilahnya “pre-emptive strike” atau serangan pendahuluan, sebelum bisnisnya terkena disrupsi, Agus mengubah bisnisnya dengan menutup seluruh gerainya dengan mendirikan toko sendiri. Agar mendapatkan berkah tokonya dinamanakan “99 Jajag”, angka 99 didapat dari asmaul husna. Sebagai toko baru, Agus berupaya membranding tokonya dengan mengikuti event-event di Banyuwangi yang berpotensi mengumpulkan banyak orang. Yang ia lakukan tidak melulu direct selling tetapi menanamkan kesadaran merek (brand awarness) kepada khalayak yang hadir di event-event tersebut. Brand awarness mengenai nama dan keberadaan tokonya serta produk yang ditawarkan dilakukan melalui pemasangan umbul-umbul, banner, brosur, dll. di sekitar lokasi event. Selain itu dia melihat potensi buruh migran Indonesia yang berasal dari Banyuwangi dan sekitarnya sebagai konsumen yang potensial dengan menggandeng para pemimpin buruh migran sebagai ujung tombak promosi. Selain itu Agus juga memanfaatkan media sosial untuk branding dan marketing usahanya.
Dalam mengelola keuangan untuk kelangsungan bisnisnya, Agus membuat tiga pos, yaitu pos untuk konsumsi sehari-hari, pos untuk gaji dirinya, dan pos untuk investasi. Dengan pengelolaan tersebut, untuk membangun dan memperbesar bisnisnya, Agus hampir tidak tergantung pinjaman bank. Pada akhir-akhir ini selain memiliki toko grosir asesoris “99 Jajag”, berangkat dari kesukaannya atau hobinya nge-gym, Agus akhirnya juga membuka “99 Gym Jajag”.
Dari Kuliah tamu ini mahasiswa dapat memetik ilmu dan informasi tentang bagaimana memulai usaha, bagaimana harus cerdas membaca peluang, menghadapi ancaman dan tantangan. Agus dapat mengubah SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats) menjadi SCOC (Strenghts, Challange, Oportunities, Challange) agar bisnisnya tetap bertahan dan berkembang.

 

 

Presiden Jokowi berpesan terhadap perguruan tinggi bahwa dalam menghadapi disrupsi dan perubahan di masa pandemi ini perguruan tinggi perlu menghadirkan praktisi dan pelaku industri dalam pelaksanaan belajar mengajar di kelas-kelas kuliah. Untuk itu matakuliah Pengantar Manajemen dan Kewirausahaan menggandeng pengusaha untuk mengisi Kuliah Tamu dengan tema “Belajar Bisnis dari Pengusaha”. Kuliah Tamu yang dihadari 87 mahasiswa Sastra Indonesia ini menghadirkan Agus 99 Jajag, seorang alumnus Prodi D3 Bahasa Inggris, Fakultas Sastra (FIB) UNEJ yang sukses menjadi pengusaha di kampung halamannya di Jajag, Banyuwangi.
Mahasiswa menyimak proses dan kiat-kiat Agus 99 Jajag dalam membangun bisnis from zero to hero. Agus memulai usaha dari keadaan “the power of kepepet”. Setelah mengirimkan 100 lamaran pekerjaan, dia diterima kerja di Telkomsel dengan posisi sebagai karyawan kontrak selama dua tahun. Saat menjelang kontraknya berakhir, dia memikirkan tentang masa depannya. Karena tidak ingin lagi bekerja di bawah orang lain, dia bertekad bulat untuk membangun usaha dengan membuka kios cendera mata (topi, arloji, sabuk, dll.) di teras Indomaret di dekat rumahnya. Lama kelamaan bisnisnya berkempang pesat, Agus dapat membuka kiosnya di seluruh Indomaret se-Banyuwangi, bahkan beberapa di Bondowoso, Situbondo dan Jember.
Oleh karena pikirannya selalu merasa ditantang oleh perkembangan bisnis, Agus melakukan istilahnya “pre-emptive strike” atau serangan pendahuluan, sebelum bisnisnya terkena disrupsi, Agus mengubah bisnisnya dengan menutup seluruh gerainya dengan mendirikan toko sendiri. Agar mendapatkan berkah tokonya dinamanakan “99 Jajag”, angka 99 didapat dari asmaul husna. Sebagai toko baru, Agus berupaya membranding tokonya dengan mengikuti event-event di Banyuwangi yang berpotensi mengumpulkan banyak orang. Yang ia lakukan tidak melulu direct selling tetapi menanamkan kesadaran merek (brand awarness) kepada khalayak yang hadir di event-event tersebut. Brand awarness mengenai nama dan keberadaan tokonya serta produk yang ditawarkan dilakukan melalui pemasangan umbul-umbul, banner, brosur, dll. di sekitar lokasi event. Selain itu dia melihat potensi buruh migran Indonesia yang berasal dari Banyuwangi dan sekitarnya sebagai konsumen yang potensial dengan menggandeng para pemimpin buruh migran sebagai ujung tombak promosi. Selain itu Agus juga memanfaatkan media sosial untuk branding dan marketing usahanya.
Dalam mengelola keuangan untuk kelangsungan bisnisnya, Agus membuat tiga pos, yaitu pos untuk konsumsi sehari-hari, pos untuk gaji dirinya, dan pos untuk investasi. Dengan pengelolaan tersebut, untuk membangun dan memperbesar bisnisnya, Agus hampir tidak tergantung pinjaman bank. Pada akhir-akhir ini selain memiliki toko grosir asesoris “99 Jajag”, berangkat dari kesukaannya atau hobinya nge-gym, Agus akhirnya juga membuka “99 Gym Jajag”.
Dari Kuliah tamu ini mahasiswa dapat memetik ilmu dan informasi tentang bagaimana memulai usaha, bagaimana harus cerdas membaca peluang, menghadapi ancaman dan tantangan. Agus dapat mengubah SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats) menjadi SCOC (Strenghts, Challange, Oportunities, Challange) agar bisnisnya tetap bertahan dan berkembang.

 

 

Presiden Jokowi berpesan terhadap perguruan tinggi bahwa dalam menghadapi disrupsi dan perubahan di masa pandemi ini perguruan tinggi perlu menghadirkan praktisi dan pelaku industri dalam pelaksanaan belajar mengajar di kelas-kelas kuliah. Untuk itu matakuliah Pengantar Manajemen dan Kewirausahaan menggandeng pengusaha untuk mengisi Kuliah Tamu dengan tema “Belajar Bisnis dari Pengusaha”. Kuliah Tamu yang dihadari 87 mahasiswa Sastra Indonesia ini menghadirkan Agus 99 Jajag, seorang alumnus Prodi D3 Bahasa Inggris, Fakultas Sastra (FIB) UNEJ yang sukses menjadi pengusaha di kampung halamannya di Jajag, Banyuwangi.
Mahasiswa menyimak proses dan kiat-kiat Agus 99 Jajag dalam membangun bisnis from zero to hero. Agus memulai usaha dari keadaan “the power of kepepet”. Setelah mengirimkan 100 lamaran pekerjaan, dia diterima kerja di Telkomsel dengan posisi sebagai karyawan kontrak selama dua tahun. Saat menjelang kontraknya berakhir, dia memikirkan tentang masa depannya. Karena tidak ingin lagi bekerja di bawah orang lain, dia bertekad bulat untuk membangun usaha dengan membuka Kios Jam Tangan dan Kacamata di teras Indomaret di dekat rumahnya. Lama kelamaan bisnisnya berkempang pesat, Agus dapat membuka kiosnya di seluruh Indomaret se-Banyuwangi, bahkan beberapa di Bondowoso, Situbondo dan Jember.
Oleh karena pikirannya selalu merasa ditantang oleh perkembangan bisnis, Agus melakukan istilahnya “pre-emptive strike” atau serangan pendahuluan, sebelum bisnisnya terkena disrupsi, Agus mengubah bisnisnya dengan menutup seluruh gerainya dengan mendirikan toko sendiri. Agar mendapatkan berkah tokonya dinamanakan “99 Jajag”, angka 99 didapat dari asmaul husna. Sebagai toko baru, Agus berupaya membranding tokonya dengan mengikuti event-event di Banyuwangi yang berpotensi mengumpulkan banyak orang. Yang ia lakukan tidak melulu direct selling tetapi menanamkan kesadaran merek (brand awarness) kepada khalayak yang hadir di event-event tersebut. Brand awarness mengenai nama dan keberadaan tokonya serta produk yang ditawarkan dilakukan melalui pemasangan umbul-umbul, banner, brosur, dll. di sekitar lokasi event. Selain itu dia melihat potensi buruh migran Indonesia yang berasal dari Banyuwangi dan sekitarnya sebagai konsumen yang potensial dengan menggandeng para pemimpin buruh migran sebagai ujung tombak promosi. Selain itu Agus juga memanfaatkan media sosial untuk branding dan marketing usahanya.
Dalam mengelola keuangan untuk kelangsungan bisnisnya, Agus membuat tiga pos, yaitu pos untuk konsumsi sehari-hari, pos untuk gaji dirinya, dan pos untuk investasi. Dengan pengelolaan tersebut, untuk membangun dan memperbesar bisnisnya, Agus hampir tidak tergantung pinjaman bank. Pada akhir-akhir ini selain memiliki toko grosir asesoris “99 Jajag”, berangkat dari kesukaannya atau hobinya nge-gym, Agus akhirnya juga membuka “99 Gym Jajag”.
Dari Kuliah tamu ini mahasiswa dapat memetik ilmu dan informasi tentang bagaimana memulai usaha, bagaimana harus cerdas membaca peluang, menghadapi ancaman dan tantangan. Agus dapat mengubah SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats) menjadi SCOC (Strenghts, Challange, Oportunities, Challange) agar bisnisnya tetap bertahan dan berkembang.

 

Presiden Jokowi berpesan terhadap perguruan tinggi bahwa dalam menghadapi disrupsi dan perubahan di masa pandemi ini perguruan tinggi perlu menghadirkan praktisi dan pelaku industri dalam pelaksanaan belajar mengajar di kelas-kelas kuliah. Untuk itu matakuliah Pengantar Manajemen dan Kewirausahaan menggandeng pengusaha untuk mengisi Kuliah Tamu dengan tema “Belajar Bisnis dari Pengusaha”. Kuliah Tamu yang dihadari 87 mahasiswa Sastra Indonesia ini menghadirkan Agus 99 Jajag, seorang alumnus Prodi D3 Bahasa Inggris, Fakultas Sastra (FIB) UNEJ yang sukses menjadi pengusaha di kampung halamannya di Jajag, Banyuwangi.
Mahasiswa menyimak proses dan kiat-kiat Agus 99 Jajag dalam membangun bisnis from zero to hero. Agus memulai usaha dari keadaan “the power of kepepet”. Setelah mengirimkan 100 lamaran pekerjaan, dia diterima kerja di Telkomsel dengan posisi sebagai karyawan kontrak selama dua tahun. Saat menjelang kontraknya berakhir, dia memikirkan tentang masa depannya. Karena tidak ingin lagi bekerja di bawah orang lain, dia bertekad bulat untuk membangun usaha dengan membuka kios cendera mata (topi, arloji, sabuk, dll.) di teras Indomaret di dekat rumahnya. Lama kelamaan bisnisnya berkempang pesat, Agus dapat membuka kiosnya di seluruh Indomaret se-Banyuwangi, bahkan beberapa di Bondowoso, Situbondo dan Jember.
Oleh karena pikirannya selalu merasa ditantang oleh perkembangan bisnis, Agus melakukan istilahnya “pre-emptive strike” atau serangan pendahuluan, sebelum bisnisnya terkena disrupsi, Agus mengubah bisnisnya dengan menutup seluruh gerainya dengan mendirikan toko sendiri. Agar mendapatkan berkah tokonya dinamanakan “99 Jajag”, angka 99 didapat dari asmaul husna. Sebagai toko baru, Agus berupaya membranding tokonya dengan mengikuti event-event di Banyuwangi yang berpotensi mengumpulkan banyak orang. Yang ia lakukan tidak melulu direct selling tetapi menanamkan kesadaran merek (brand awarness) kepada khalayak yang hadir di event-event tersebut. Brand awarness mengenai nama dan keberadaan tokonya serta produk yang ditawarkan dilakukan melalui pemasangan umbul-umbul, banner, brosur, dll. di sekitar lokasi event. Selain itu dia melihat potensi buruh migran Indonesia yang berasal dari Banyuwangi dan sekitarnya sebagai konsumen yang potensial dengan menggandeng para pemimpin buruh migran sebagai ujung tombak promosi. Selain itu Agus juga memanfaatkan media sosial untuk branding dan marketing usahanya.
Dalam mengelola keuangan untuk kelangsungan bisnisnya, Agus membuat tiga pos, yaitu pos untuk konsumsi sehari-hari, pos untuk gaji dirinya, dan pos untuk investasi. Dengan pengelolaan tersebut, untuk membangun dan memperbesar bisnisnya, Agus hampir tidak tergantung pinjaman bank. Pada akhir-akhir ini selain memiliki toko grosir asesoris “99 Jajag”, berangkat dari kesukaannya atau hobinya nge-gym, Agus akhirnya juga membuka “99 Gym Jajag”.
Dari Kuliah tamu ini mahasiswa dapat memetik ilmu dan informasi tentang bagaimana memulai usaha, bagaimana harus cerdas membaca peluang, menghadapi ancaman dan tantangan. Agus dapat mengubah SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats) menjadi SCOC (Strenghts, Challange, Oportunities, Challange) agar bisnisnya tetap bertahan dan berkembang.

 

Presiden Jokowi berpesan terhadap perguruan tinggi bahwa dalam menghadapi disrupsi dan perubahan di masa pandemi ini perguruan tinggi perlu menghadirkan praktisi dan pelaku industri dalam pelaksanaan belajar mengajar di kelas-kelas kuliah. Untuk itu matakuliah Pengantar Manajemen dan Kewirausahaan menggandeng pengusaha untuk mengisi Kuliah Tamu dengan tema “Belajar Bisnis dari Pengusaha”. Kuliah Tamu yang dihadari 87 mahasiswa Sastra Indonesia ini menghadirkan Agus 99 Jajag, seorang alumnus Prodi D3 Bahasa Inggris, Fakultas Sastra (FIB) UNEJ yang sukses menjadi pengusaha di kampung halamannya di Jajag, Banyuwangi.
Mahasiswa menyimak proses dan kiat-kiat Agus 99 Jajag dalam membangun bisnis from zero to hero. Agus memulai usaha dari keadaan “the power of kepepet”. Setelah mengirimkan 100 lamaran pekerjaan, dia diterima kerja di Telkomsel dengan posisi sebagai karyawan kontrak selama dua tahun. Saat menjelang kontraknya berakhir, dia memikirkan tentang masa depannya. Karena tidak ingin lagi bekerja di bawah orang lain, dia bertekad bulat untuk membangun usaha dengan membuka kios cendera mata (topi, arloji, sabuk, dll.) di teras Indomaret di dekat rumahnya. Lama kelamaan bisnisnya berkempang pesat, Agus dapat membuka kiosnya di seluruh Indomaret se-Banyuwangi, bahkan beberapa di Bondowoso, Situbondo dan Jember.
Oleh karena pikirannya selalu merasa ditantang oleh perkembangan bisnis, Agus melakukan istilahnya “pre-emptive strike” atau serangan pendahuluan, sebelum bisnisnya terkena disrupsi, Agus mengubah bisnisnya dengan menutup seluruh gerainya dengan mendirikan toko sendiri. Agar mendapatkan berkah tokonya dinamanakan “99 Jajag”, angka 99 didapat dari asmaul husna. Sebagai toko baru, Agus berupaya membranding tokonya dengan mengikuti event-event di Banyuwangi yang berpotensi mengumpulkan banyak orang. Yang ia lakukan tidak melulu direct selling tetapi menanamkan kesadaran merek (brand awarness) kepada khalayak yang hadir di event-event tersebut. Brand awarness mengenai nama dan keberadaan tokonya serta produk yang ditawarkan dilakukan melalui pemasangan umbul-umbul, banner, brosur, dll. di sekitar lokasi event. Selain itu dia melihat potensi buruh migran Indonesia yang berasal dari Banyuwangi dan sekitarnya sebagai konsumen yang potensial dengan menggandeng para pemimpin buruh migran sebagai ujung tombak promosi. Selain itu Agus juga memanfaatkan media sosial untuk branding dan marketing usahanya.
Dalam mengelola keuangan untuk kelangsungan bisnisnya, Agus membuat tiga pos, yaitu pos untuk konsumsi sehari-hari, pos untuk gaji dirinya, dan pos untuk investasi. Dengan pengelolaan tersebut, untuk membangun dan memperbesar bisnisnya, Agus hampir tidak tergantung pinjaman bank. Pada akhir-akhir ini selain memiliki toko grosir asesoris “99 Jajag”, berangkat dari kesukaannya atau hobinya nge-gym, Agus akhirnya juga membuka “99 Gym Jajag”.
Dari Kuliah tamu ini mahasiswa dapat memetik ilmu dan informasi tentang bagaimana memulai usaha, bagaimana harus cerdas membaca peluang, menghadapi ancaman dan tantangan. Agus dapat mengubah SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats) menjadi SCOC (Strenghts, Challange, Oportunities, Challange) agar bisnisnya tetap bertahan dan berkembang.

 

 

Presiden Jokowi berpesan terhadap perguruan tinggi bahwa dalam menghadapi disrupsi dan perubahan di masa pandemi ini perguruan tinggi perlu menghadirkan praktisi dan pelaku industri dalam pelaksanaan belajar mengajar di kelas-kelas kuliah. Untuk itu matakuliah Pengantar Manajemen dan Kewirausahaan menggandeng pengusaha untuk mengisi Kuliah Tamu dengan tema “Belajar Bisnis dari Pengusaha”. Kuliah Tamu yang dihadari 87 mahasiswa Sastra Indonesia ini menghadirkan Agus 99 Jajag, seorang alumnus Prodi D3 Bahasa Inggris, Fakultas Sastra (FIB) UNEJ yang sukses menjadi pengusaha di kampung halamannya di Jajag, Banyuwangi.
Mahasiswa menyimak proses dan kiat-kiat Agus 99 Jajag dalam membangun bisnis from zero to hero. Agus memulai usaha dari keadaan “the power of kepepet”. Setelah mengirimkan 100 lamaran pekerjaan, dia diterima kerja di Telkomsel dengan posisi sebagai karyawan kontrak selama dua tahun. Saat menjelang kontraknya berakhir, dia memikirkan tentang masa depannya. Karena tidak ingin lagi bekerja di bawah orang lain, dia bertekad bulat untuk membangun usaha dengan membuka kios cendera mata (topi, arloji, sabuk, dll.) di teras Indomaret di dekat rumahnya. Lama kelamaan bisnisnya berkempang pesat, Agus dapat membuka kiosnya di seluruh Indomaret se-Banyuwangi, bahkan beberapa di Bondowoso, Situbondo dan Jember.
Oleh karena pikirannya selalu merasa ditantang oleh perkembangan bisnis, Agus melakukan istilahnya “pre-emptive strike” atau serangan pendahuluan, sebelum bisnisnya terkena disrupsi, Agus mengubah bisnisnya dengan menutup seluruh gerainya dengan mendirikan toko sendiri. Agar mendapatkan berkah tokonya dinamanakan “99 Jajag”, angka 99 didapat dari asmaul husna. Sebagai toko baru, Agus berupaya membranding tokonya dengan mengikuti event-event di Banyuwangi yang berpotensi mengumpulkan banyak orang. Yang ia lakukan tidak melulu direct selling tetapi menanamkan kesadaran merek (brand awarness) kepada khalayak yang hadir di event-event tersebut. Brand awarness mengenai nama dan keberadaan tokonya serta produk yang ditawarkan dilakukan melalui pemasangan umbul-umbul, banner, brosur, dll. di sekitar lokasi event. Selain itu dia melihat potensi buruh migran Indonesia yang berasal dari Banyuwangi dan sekitarnya sebagai konsumen yang potensial dengan menggandeng para pemimpin buruh migran sebagai ujung tombak promosi. Selain itu Agus juga memanfaatkan media sosial untuk branding dan marketing usahanya.
Dalam mengelola keuangan untuk kelangsungan bisnisnya, Agus membuat tiga pos, yaitu pos untuk konsumsi sehari-hari, pos untuk gaji dirinya, dan pos untuk investasi. Dengan pengelolaan tersebut, untuk membangun dan memperbesar bisnisnya, Agus hampir tidak tergantung pinjaman bank. Pada akhir-akhir ini selain memiliki toko grosir asesoris “99 Jajag”, berangkat dari kesukaannya atau hobinya nge-gym, Agus akhirnya juga membuka “99 Gym Jajag”.
Dari Kuliah tamu ini mahasiswa dapat memetik ilmu dan informasi tentang bagaimana memulai usaha, bagaimana harus cerdas membaca peluang, menghadapi ancaman dan tantangan. Agus dapat mengubah SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats) menjadi SCOC (Strenghts, Challange, Oportunities, Challange) agar bisnisnya tetap bertahan dan berkembang.

 

Presiden Jokowi berpesan terhadap perguruan tinggi bahwa dalam menghadapi disrupsi dan perubahan di masa pandemi ini perguruan tinggi perlu menghadirkan praktisi dan pelaku industri dalam pelaksanaan belajar mengajar di kelas-kelas kuliah. Untuk itu matakuliah Pengantar Manajemen dan Kewirausahaan menggandeng pengusaha untuk mengisi Kuliah Tamu dengan tema “Belajar Bisnis dari Pengusaha”. Kuliah Tamu yang dihadari 87 mahasiswa Sastra Indonesia ini menghadirkan Agus 99 Jajag, seorang alumnus Prodi D3 Bahasa Inggris, Fakultas Sastra (FIB) UNEJ yang sukses menjadi pengusaha di kampung halamannya di Jajag, Banyuwangi.
Mahasiswa menyimak proses dan kiat-kiat Agus 99 Jajag dalam membangun bisnis from zero to hero. Agus memulai usaha dari keadaan “the power of kepepet”. Setelah mengirimkan 100 lamaran pekerjaan, dia diterima kerja di Telkomsel dengan posisi sebagai karyawan kontrak selama dua tahun. Saat menjelang kontraknya berakhir, dia memikirkan tentang masa depannya. Karena tidak ingin lagi bekerja di bawah orang lain, dia bertekad bulat untuk membangun usaha dengan membuka kios cendera mata (topi, arloji, sabuk, dll.) di teras Indomaret di dekat rumahnya. Lama kelamaan bisnisnya berkempang pesat, Agus dapat membuka kiosnya di seluruh Indomaret se-Banyuwangi, bahkan beberapa di Bondowoso, Situbondo dan Jember.
Oleh karena pikirannya selalu merasa ditantang oleh perkembangan bisnis, Agus melakukan istilahnya “pre-emptive strike” atau serangan pendahuluan, sebelum bisnisnya terkena disrupsi, Agus mengubah bisnisnya dengan menutup seluruh gerainya dengan mendirikan toko sendiri. Agar mendapatkan berkah tokonya dinamanakan “99 Jajag”, angka 99 didapat dari asmaul husna. Sebagai toko baru, Agus berupaya membranding tokonya dengan mengikuti event-event di Banyuwangi yang berpotensi mengumpulkan banyak orang. Yang ia lakukan tidak melulu direct selling tetapi menanamkan kesadaran merek (brand awarness) kepada khalayak yang hadir di event-event tersebut. Brand awarness mengenai nama dan keberadaan tokonya serta produk yang ditawarkan dilakukan melalui pemasangan umbul-umbul, banner, brosur, dll. di sekitar lokasi event. Selain itu dia melihat potensi buruh migran Indonesia yang berasal dari Banyuwangi dan sekitarnya sebagai konsumen yang potensial dengan menggandeng para pemimpin buruh migran sebagai ujung tombak promosi. Selain itu Agus juga memanfaatkan media sosial untuk branding dan marketing usahanya.
Dalam mengelola keuangan untuk kelangsungan bisnisnya, Agus membuat tiga pos, yaitu pos untuk konsumsi sehari-hari, pos untuk gaji dirinya, dan pos untuk investasi. Dengan pengelolaan tersebut, untuk membangun dan memperbesar bisnisnya, Agus hampir tidak tergantung pinjaman bank. Pada akhir-akhir ini selain memiliki toko grosir asesoris “99 Jajag”, berangkat dari kesukaannya atau hobinya nge-gym, Agus akhirnya juga membuka “99 Gym Jajag”.
Dari Kuliah tamu ini mahasiswa dapat memetik ilmu dan informasi tentang bagaimana memulai usaha, bagaimana harus cerdas membaca peluang, menghadapi ancaman dan tantangan. Agus dapat mengubah SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats) menjadi SCOC (Strenghts, Challange, Oportunities, Challange) agar bisnisnya tetap bertahan dan berkembang.

 

Presiden Jokowi berpesan terhadap perguruan tinggi bahwa dalam menghadapi disrupsi dan perubahan di masa pandemi ini perguruan tinggi perlu menghadirkan praktisi dan pelaku industri dalam pelaksanaan belajar mengajar di kelas-kelas kuliah. Untuk itu matakuliah Pengantar Manajemen dan Kewirausahaan menggandeng pengusaha untuk mengisi Kuliah Tamu dengan tema “Belajar Bisnis dari Pengusaha”. Kuliah Tamu yang dihadari 87 mahasiswa Sastra Indonesia ini menghadirkan Agus 99 Jajag, seorang alumnus Prodi D3 Bahasa Inggris, Fakultas Sastra (FIB) UNEJ yang sukses menjadi pengusaha di kampung halamannya di Jajag, Banyuwangi.
Mahasiswa menyimak proses dan kiat-kiat Agus 99 Jajag dalam membangun bisnis from zero to hero. Agus memulai usaha dari keadaan “the power of kepepet”. Setelah mengirimkan 100 lamaran pekerjaan, dia diterima kerja di Telkomsel dengan posisi sebagai karyawan kontrak selama dua tahun. Saat menjelang kontraknya berakhir, dia memikirkan tentang masa depannya. Karena tidak ingin lagi bekerja di bawah orang lain, dia bertekad bulat untuk membangun usaha dengan membuka kios cendera mata (topi, arloji, sabuk, dll.) di teras Indomaret di dekat rumahnya. Lama kelamaan bisnisnya berkempang pesat, Agus dapat membuka kiosnya di seluruh Indomaret se-Banyuwangi, bahkan beberapa di Bondowoso, Situbondo dan Jember.
Oleh karena pikirannya selalu merasa ditantang oleh perkembangan bisnis, Agus melakukan istilahnya “pre-emptive strike” atau serangan pendahuluan, sebelum bisnisnya terkena disrupsi, Agus mengubah bisnisnya dengan menutup seluruh gerainya dengan mendirikan toko sendiri. Agar mendapatkan berkah tokonya dinamanakan “99 Jajag”, angka 99 didapat dari asmaul husna. Sebagai toko baru, Agus berupaya membranding tokonya dengan mengikuti event-event di Banyuwangi yang berpotensi mengumpulkan banyak orang. Yang ia lakukan tidak melulu direct selling tetapi menanamkan kesadaran merek (brand awarness) kepada khalayak yang hadir di event-event tersebut. Brand awarness mengenai nama dan keberadaan tokonya serta produk yang ditawarkan dilakukan melalui pemasangan umbul-umbul, banner, brosur, dll. di sekitar lokasi event. Selain itu dia melihat potensi buruh migran Indonesia yang berasal dari Banyuwangi dan sekitarnya sebagai konsumen yang potensial dengan menggandeng para pemimpin buruh migran sebagai ujung tombak promosi. Selain itu Agus juga memanfaatkan media sosial untuk branding dan marketing usahanya.
Dalam mengelola keuangan untuk kelangsungan bisnisnya, Agus membuat tiga pos, yaitu pos untuk konsumsi sehari-hari, pos untuk gaji dirinya, dan pos untuk investasi. Dengan pengelolaan tersebut, untuk membangun dan memperbesar bisnisnya, Agus hampir tidak tergantung pinjaman bank. Pada akhir-akhir ini selain memiliki toko grosir asesoris “99 Jajag”, berangkat dari kesukaannya atau hobinya nge-gym, Agus akhirnya juga membuka “99 Gym Jajag”.
Dari Kuliah tamu ini mahasiswa dapat memetik ilmu dan informasi tentang bagaimana memulai usaha, bagaimana harus cerdas membaca peluang, menghadapi ancaman dan tantangan. Agus dapat mengubah SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats) menjadi SCOC (Strenghts, Challange, Oportunities, Challange) agar bisnisnya tetap bertahan dan berkembang.

Presiden Jokowi berpesan terhadap perguruan tinggi bahwa dalam menghadapi disrupsi dan perubahan di masa pandemi ini perguruan tinggi perlu menghadirkan praktisi dan pelaku industri dalam pelaksanaan belajar mengajar di kelas-kelas kuliah. Untuk itu matakuliah Pengantar Manajemen dan Kewirausahaan menggandeng pengusaha untuk mengisi Kuliah Tamu dengan tema “Belajar Bisnis dari Pengusaha”. Kuliah Tamu yang dihadari 87 mahasiswa Sastra Indonesia ini menghadirkan Agus 99 Jajag, seorang alumnus Prodi D3 Bahasa Inggris, Fakultas Sastra (FIB) UNEJ yang sukses menjadi pengusaha di kampung halamannya di Jajag, Banyuwangi.
Mahasiswa menyimak proses dan kiat-kiat Agus 99 Jajag dalam membangun bisnis from zero to hero. Agus memulai usaha dari keadaan “the power of kepepet”. Setelah mengirimkan 100 lamaran pekerjaan, dia diterima kerja di Telkomsel dengan posisi sebagai karyawan kontrak selama dua tahun. Saat menjelang kontraknya berakhir, dia memikirkan tentang masa depannya. Karena tidak ingin lagi bekerja di bawah orang lain, dia bertekad bulat untuk membangun usaha dengan membuka Kios Jam tangan dan Kacamata di teras Indomaret di dekat rumahnya. Lama kelamaan bisnisnya berkempang pesat, Agus dapat membuka kiosnya di seluruh Indomaret se-Banyuwangi, bahkan beberapa di Bondowoso, Situbondo dan Jember.
Oleh karena pikirannya selalu merasa ditantang oleh perkembangan bisnis, Agus melakukan istilahnya “pre-emptive strike” atau serangan pendahuluan, sebelum bisnisnya terkena disrupsi, Agus mengubah bisnisnya dengan menutup seluruh gerainya dengan mendirikan toko sendiri. Agar mendapatkan berkah tokonya dinamanakan “99 Jajag”, angka 99 didapat dari asmaul husna. Sebagai toko baru, Agus berupaya membranding tokonya dengan mengikuti event-event di Banyuwangi yang berpotensi mengumpulkan banyak orang. Yang ia lakukan tidak melulu direct selling tetapi menanamkan kesadaran merek (brand awarness) kepada khalayak yang hadir di event-event tersebut. Brand awarness mengenai nama dan keberadaan tokonya serta produk yang ditawarkan dilakukan melalui pemasangan umbul-umbul, banner, brosur, dll. di sekitar lokasi event. Selain itu dia melihat potensi buruh migran Indonesia yang berasal dari Banyuwangi dan sekitarnya sebagai konsumen yang potensial dengan menggandeng para pemimpin buruh migran sebagai ujung tombak promosi. Selain itu Agus juga memanfaatkan media sosial untuk branding dan marketing usahanya.
Dalam mengelola keuangan untuk kelangsungan bisnisnya, Agus membuat tiga pos, yaitu pos untuk konsumsi sehari-hari, pos untuk gaji dirinya, dan pos untuk investasi. Dengan pengelolaan tersebut, untuk membangun dan memperbesar bisnisnya, Agus hampir tidak tergantung pinjaman bank. Pada akhir-akhir ini selain memiliki toko grosir asesoris “99 Jajag”, berangkat dari kesukaannya atau hobinya nge-gym, Agus akhirnya juga membuka “99 Gym Jajag”.
Dari Kuliah tamu ini mahasiswa dapat memetik ilmu dan informasi tentang bagaimana memulai usaha, bagaimana harus cerdas membaca peluang, menghadapi ancaman dan tantangan. Agus dapat mengubah SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats) menjadi SCOC (Strenghts, Challange, Oportunities, Challange) agar bisnisnya tetap bertahan dan berkembang.

Presiden Jokowi berpesan terhadap perguruan tinggi bahwa dalam menghadapi disrupsi dan perubahan di masa pandemi ini perguruan tinggi perlu menghadirkan praktisi dan pelaku industri dalam pelaksanaan belajar mengajar di kelas-kelas kuliah. Untuk itu matakuliah Pengantar Manajemen dan Kewirausahaan menggandeng pengusaha untuk mengisi Kuliah Tamu dengan tema “Belajar Bisnis dari Pengusaha”. Kuliah Tamu yang dihadari 87 mahasiswa Sastra Indonesia ini menghadirkan Agus 99 Jajag, seorang alumnus Prodi D3 Bahasa Inggris, Fakultas Sastra (FIB) UNEJ yang sukses menjadi pengusaha di kampung halamannya di Jajag, Banyuwangi.
Mahasiswa menyimak proses dan kiat-kiat Agus 99 Jajag dalam membangun bisnis from zero to hero. Agus memulai usaha dari keadaan “the power of kepepet”. Setelah mengirimkan 100 lamaran pekerjaan, dia diterima kerja di Telkomsel dengan posisi sebagai karyawan kontrak selama dua tahun. Saat menjelang kontraknya berakhir, dia memikirkan tentang masa depannya. Karena tidak ingin lagi bekerja di bawah orang lain, dia bertekad bulat untuk membangun usaha dengan membuka kios cendera mata (topi, arloji, sabuk, dll.) di teras Indomaret di dekat rumahnya. Lama kelamaan bisnisnya berkempang pesat, Agus dapat membuka kiosnya di seluruh Indomaret se-Banyuwangi, bahkan beberapa di Bondowoso, Situbondo dan Jember.
Oleh karena pikirannya selalu merasa ditantang oleh perkembangan bisnis, Agus melakukan istilahnya “pre-emptive strike” atau serangan pendahuluan, sebelum bisnisnya terkena disrupsi, Agus mengubah bisnisnya dengan menutup seluruh gerainya dengan mendirikan toko sendiri. Agar mendapatkan berkah tokonya dinamanakan “99 Jajag”, angka 99 didapat dari asmaul husna. Sebagai toko baru, Agus berupaya membranding tokonya dengan mengikuti event-event di Banyuwangi yang berpotensi mengumpulkan banyak orang. Yang ia lakukan tidak melulu direct selling tetapi menanamkan kesadaran merek (brand awarness) kepada khalayak yang hadir di event-event tersebut. Brand awarness mengenai nama dan keberadaan tokonya serta produk yang ditawarkan dilakukan melalui pemasangan umbul-umbul, banner, brosur, dll. di sekitar lokasi event. Selain itu dia melihat potensi buruh migran Indonesia yang berasal dari Banyuwangi dan sekitarnya sebagai konsumen yang potensial dengan menggandeng para pemimpin buruh migran sebagai ujung tombak promosi. Selain itu Agus juga memanfaatkan media sosial untuk branding dan marketing usahanya.
Dalam mengelola keuangan untuk kelangsungan bisnisnya, Agus membuat tiga pos, yaitu pos untuk konsumsi sehari-hari, pos untuk gaji dirinya, dan pos untuk investasi. Dengan pengelolaan tersebut, untuk membangun dan memperbesar bisnisnya, Agus hampir tidak tergantung pinjaman bank. Pada akhir-akhir ini selain memiliki toko grosir asesoris “99 Jajag”, berangkat dari kesukaannya atau hobinya nge-gym, Agus akhirnya juga membuka “99 Gym Jajag”.
Dari Kuliah tamu ini mahasiswa dapat memetik ilmu dan informasi tentang bagaimana memulai usaha, bagaimana harus cerdas membaca peluang, menghadapi ancaman dan tantangan. Agus dapat mengubah SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats) menjadi SCOC (Strenghts, Challange, Oportunities, Challange) agar bisnisnya tetap bertahan dan berkembang.

Presiden Jokowi berpesan terhadap perguruan tinggi bahwa dalam menghadapi disrupsi dan perubahan di masa pandemi ini perguruan tinggi perlu menghadirkan praktisi dan pelaku industri dalam pelaksanaan belajar mengajar di kelas-kelas kuliah. Untuk itu matakuliah Pengantar Manajemen dan Kewirausahaan menggandeng pengusaha untuk mengisi Kuliah Tamu dengan tema “Belajar Bisnis dari Pengusaha”. Kuliah Tamu yang dihadari 87 mahasiswa Sastra Indonesia ini menghadirkan Agus 99 Jajag, seorang alumnus Prodi D3 Bahasa Inggris, Fakultas Sastra (FIB) UNEJ yang sukses menjadi pengusaha di kampung halamannya di Jajag, Banyuwangi.
Mahasiswa menyimak proses dan kiat-kiat Agus 99 Jajag dalam membangun bisnis from zero to hero. Agus memulai usaha dari keadaan “the power of kepepet”. Setelah mengirimkan 100 lamaran pekerjaan, dia diterima kerja di Telkomsel dengan posisi sebagai karyawan kontrak selama dua tahun. Saat menjelang kontraknya berakhir, dia memikirkan tentang masa depannya. Karena tidak ingin lagi bekerja di bawah orang lain, dia bertekad bulat untuk membangun usaha dengan membuka Kios Jam Tangan dan Kacamata di teras Indomaret di dekat rumahnya. Lama kelamaan bisnisnya berkempang pesat, Agus dapat membuka kiosnya di seluruh Indomaret se-Banyuwangi, bahkan beberapa di Bondowoso, Situbondo dan Jember.
Oleh karena pikirannya selalu merasa ditantang oleh perkembangan bisnis, Agus melakukan istilahnya “pre-emptive strike” atau serangan pendahuluan, sebelum bisnisnya terkena disrupsi, Agus mengubah bisnisnya dengan menutup seluruh gerainya dengan mendirikan toko sendiri. Agar mendapatkan berkah tokonya dinamanakan “99 Jajag”, angka 99 didapat dari asmaul husna. Sebagai toko baru, Agus berupaya membranding tokonya dengan mengikuti event-event di Banyuwangi yang berpotensi mengumpulkan banyak orang. Yang ia lakukan tidak melulu direct selling tetapi menanamkan kesadaran merek (brand awarness) kepada khalayak yang hadir di event-event tersebut. Brand awarness mengenai nama dan keberadaan tokonya serta produk yang ditawarkan dilakukan melalui pemasangan umbul-umbul, banner, brosur, dll. di sekitar lokasi event. Selain itu dia melihat potensi buruh migran Indonesia yang berasal dari Banyuwangi dan sekitarnya sebagai konsumen yang potensial dengan menggandeng para pemimpin buruh migran sebagai ujung tombak promosi. Selain itu Agus juga memanfaatkan media sosial untuk branding dan marketing usahanya.
Dalam mengelola keuangan untuk kelangsungan bisnisnya, Agus membuat tiga pos, yaitu pos untuk konsumsi sehari-hari, pos untuk gaji dirinya, dan pos untuk investasi. Dengan pengelolaan tersebut, untuk membangun dan memperbesar bisnisnya, Agus hampir tidak tergantung pinjaman bank. Pada akhir-akhir ini selain memiliki toko grosir asesoris “99 Jajag”, berangkat dari kesukaannya atau hobinya nge-gym, Agus akhirnya juga membuka “99 Gym Jajag”.
Dari Kuliah tamu ini mahasiswa dapat memetik ilmu dan informasi tentang bagaimana memulai usaha, bagaimana harus cerdas membaca peluang, menghadapi ancaman dan tantangan. Agus dapat mengubah SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats) menjadi SCOC (Strenghts, Challange, Oportunities, Challange) agar bisnisnya tetap bertahan dan berkembang.

 

Presiden Jokowi berpesan terhadap perguruan tinggi bahwa dalam menghadapi disrupsi dan perubahan di masa pandemi ini perguruan tinggi perlu menghadirkan praktisi dan pelaku industri dalam pelaksanaan belajar mengajar di kelas-kelas kuliah. Untuk itu matakuliah Pengantar Manajemen dan Kewirausahaan menggandeng pengusaha untuk mengisi Kuliah Tamu dengan tema “Belajar Bisnis dari Pengusaha”. Kuliah Tamu yang dihadari 87 mahasiswa Sastra Indonesia ini menghadirkan Agus 99 Jajag, seorang alumnus Prodi D3 Bahasa Inggris, Fakultas Sastra (FIB) UNEJ yang sukses menjadi pengusaha di kampung halamannya di Jajag, Banyuwangi.
Mahasiswa menyimak proses dan kiat-kiat Agus 99 Jajag dalam membangun bisnis from zero to hero. Agus memulai usaha dari keadaan “the power of kepepet”. Setelah mengirimkan 100 lamaran pekerjaan, dia diterima kerja di Telkomsel dengan posisi sebagai karyawan kontrak selama dua tahun. Saat menjelang kontraknya berakhir, dia memikirkan tentang masa depannya. Karena tidak ingin lagi bekerja di bawah orang lain, dia bertekad bulat untuk membangun usaha dengan membuka kios cendera mata (topi, arloji, sabuk, dll.) di teras Indomaret di dekat rumahnya. Lama kelamaan bisnisnya berkempang pesat, Agus dapat membuka kiosnya di seluruh Indomaret se-Banyuwangi, bahkan beberapa di Bondowoso, Situbondo dan Jember.
Oleh karena pikirannya selalu merasa ditantang oleh perkembangan bisnis, Agus melakukan istilahnya “pre-emptive strike” atau serangan pendahuluan, sebelum bisnisnya terkena disrupsi, Agus mengubah bisnisnya dengan menutup seluruh gerainya dengan mendirikan toko sendiri. Agar mendapatkan berkah tokonya dinamanakan “99 Jajag”, angka 99 didapat dari asmaul husna. Sebagai toko baru, Agus berupaya membranding tokonya dengan mengikuti event-event di Banyuwangi yang berpotensi mengumpulkan banyak orang. Yang ia lakukan tidak melulu direct selling tetapi menanamkan kesadaran merek (brand awarness) kepada khalayak yang hadir di event-event tersebut. Brand awarness mengenai nama dan keberadaan tokonya serta produk yang ditawarkan dilakukan melalui pemasangan umbul-umbul, banner, brosur, dll. di sekitar lokasi event. Selain itu dia melihat potensi buruh migran Indonesia yang berasal dari Banyuwangi dan sekitarnya sebagai konsumen yang potensial dengan menggandeng para pemimpin buruh migran sebagai ujung tombak promosi. Selain itu Agus juga memanfaatkan media sosial untuk branding dan marketing usahanya.
Dalam mengelola keuangan untuk kelangsungan bisnisnya, Agus membuat tiga pos, yaitu pos untuk konsumsi sehari-hari, pos untuk gaji dirinya, dan pos untuk investasi. Dengan pengelolaan tersebut, untuk membangun dan memperbesar bisnisnya, Agus hampir tidak tergantung pinjaman bank. Pada akhir-akhir ini selain memiliki toko grosir asesoris “99 Jajag”, berangkat dari kesukaannya atau hobinya nge-gym, Agus akhirnya juga membuka “99 Gym Jajag”.
Dari Kuliah tamu ini mahasiswa dapat memetik ilmu dan informasi tentang bagaimana memulai usaha, bagaimana harus cerdas membaca peluang, menghadapi ancaman dan tantangan. Agus dapat mengubah SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats) menjadi SCOC (Strenghts, Challange, Oportunities, Challange) agar bisnisnya tetap bertahan dan berkembang.

Presiden Jokowi berpesan terhadap perguruan tinggi bahwa dalam menghadapi disrupsi dan perubahan di masa pandemi ini perguruan tinggi perlu menghadirkan praktisi dan pelaku industri dalam pelaksanaan belajar mengajar di kelas-kelas kuliah. Untuk itu matakuliah Pengantar Manajemen dan Kewirausahaan menggandeng pengusaha untuk mengisi Kuliah Tamu dengan tema “Belajar Bisnis dari Pengusaha”. Kuliah Tamu yang dihadari 87 mahasiswa Sastra Indonesia ini menghadirkan Agus 99 Jajag, seorang alumnus Prodi D3 Bahasa Inggris, Fakultas Sastra (FIB) UNEJ yang sukses menjadi pengusaha di kampung halamannya di Jajag, Banyuwangi.
Mahasiswa menyimak proses dan kiat-kiat Agus 99 Jajag dalam membangun bisnis from zero to hero. Agus memulai usaha dari keadaan “the power of kepepet”. Setelah mengirimkan 100 lamaran pekerjaan, dia diterima kerja di Telkomsel dengan posisi sebagai karyawan kontrak selama dua tahun. Saat menjelang kontraknya berakhir, dia memikirkan tentang masa depannya. Karena tidak ingin lagi bekerja di bawah orang lain, dia bertekad bulat untuk membangun usaha dengan membuka kios cendera mata (topi, arloji, sabuk, dll.) di teras Indomaret di dekat rumahnya. Lama kelamaan bisnisnya berkempang pesat, Agus dapat membuka kiosnya di seluruh Indomaret se-Banyuwangi, bahkan beberapa di Bondowoso, Situbondo dan Jember.
Oleh karena pikirannya selalu merasa ditantang oleh perkembangan bisnis, Agus melakukan istilahnya “pre-emptive strike” atau serangan pendahuluan, sebelum bisnisnya terkena disrupsi, Agus mengubah bisnisnya dengan menutup seluruh gerainya dengan mendirikan toko sendiri. Agar mendapatkan berkah tokonya dinamanakan “99 Jajag”, angka 99 didapat dari asmaul husna. Sebagai toko baru, Agus berupaya membranding tokonya dengan mengikuti event-event di Banyuwangi yang berpotensi mengumpulkan banyak orang. Yang ia lakukan tidak melulu direct selling tetapi menanamkan kesadaran merek (brand awarness) kepada khalayak yang hadir di event-event tersebut. Brand awarness mengenai nama dan keberadaan tokonya serta produk yang ditawarkan dilakukan melalui pemasangan umbul-umbul, banner, brosur, dll. di sekitar lokasi event. Selain itu dia melihat potensi buruh migran Indonesia yang berasal dari Banyuwangi dan sekitarnya sebagai konsumen yang potensial dengan menggandeng para pemimpin buruh migran sebagai ujung tombak promosi. Selain itu Agus juga memanfaatkan media sosial untuk branding dan marketing usahanya.
Dalam mengelola keuangan untuk kelangsungan bisnisnya, Agus membuat tiga pos, yaitu pos untuk konsumsi sehari-hari, pos untuk gaji dirinya, dan pos untuk investasi. Dengan pengelolaan tersebut, untuk membangun dan memperbesar bisnisnya, Agus hampir tidak tergantung pinjaman bank. Pada akhir-akhir ini selain memiliki toko grosir asesoris “99 Jajag”, berangkat dari kesukaannya atau hobinya nge-gym, Agus akhirnya juga membuka “99 Gym Jajag”.
Dari Kuliah tamu ini mahasiswa dapat memetik ilmu dan informasi tentang bagaimana memulai usaha, bagaimana harus cerdas membaca peluang, menghadapi ancaman dan tantangan. Agus dapat mengubah SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats) menjadi SCOC (Strenghts, Challange, Oportunities, Challange) agar bisnisnya tetap bertahan dan berkembang.

 

 

Presiden Jokowi berpesan terhadap perguruan tinggi bahwa dalam menghadapi disrupsi dan perubahan di masa pandemi ini perguruan tinggi perlu menghadirkan praktisi dan pelaku industri dalam pelaksanaan belajar mengajar di kelas-kelas kuliah. Untuk itu matakuliah Pengantar Manajemen dan Kewirausahaan menggandeng pengusaha untuk mengisi Kuliah Tamu dengan tema “Belajar Bisnis dari Pengusaha”. Kuliah Tamu yang dihadari 87 mahasiswa Sastra Indonesia ini menghadirkan Agus 99 Jajag, seorang alumnus Prodi D3 Bahasa Inggris, Fakultas Sastra (FIB) UNEJ yang sukses menjadi pengusaha di kampung halamannya di Jajag, Banyuwangi.
Mahasiswa menyimak proses dan kiat-kiat Agus 99 Jajag dalam membangun bisnis from zero to hero. Agus memulai usaha dari keadaan “the power of kepepet”. Setelah mengirimkan 100 lamaran pekerjaan, dia diterima kerja di Telkomsel dengan posisi sebagai karyawan kontrak selama dua tahun. Saat menjelang kontraknya berakhir, dia memikirkan tentang masa depannya. Karena tidak ingin lagi bekerja di bawah orang lain, dia bertekad bulat untuk membangun usaha dengan membuka kios cendera mata (topi, arloji, sabuk, dll.) di teras Indomaret di dekat rumahnya. Lama kelamaan bisnisnya berkempang pesat, Agus dapat membuka kiosnya di seluruh Indomaret se-Banyuwangi, bahkan beberapa di Bondowoso, Situbondo dan Jember.
Oleh karena pikirannya selalu merasa ditantang oleh perkembangan bisnis, Agus melakukan istilahnya “pre-emptive strike” atau serangan pendahuluan, sebelum bisnisnya terkena disrupsi, Agus mengubah bisnisnya dengan menutup seluruh gerainya dengan mendirikan toko sendiri. Agar mendapatkan berkah tokonya dinamanakan “99 Jajag”, angka 99 didapat dari asmaul husna. Sebagai toko baru, Agus berupaya membranding tokonya dengan mengikuti event-event di Banyuwangi yang berpotensi mengumpulkan banyak orang. Yang ia lakukan tidak melulu direct selling tetapi menanamkan kesadaran merek (brand awarness) kepada khalayak yang hadir di event-event tersebut. Brand awarness mengenai nama dan keberadaan tokonya serta produk yang ditawarkan dilakukan melalui pemasangan umbul-umbul, banner, brosur, dll. di sekitar lokasi event. Selain itu dia melihat potensi buruh migran Indonesia yang berasal dari Banyuwangi dan sekitarnya sebagai konsumen yang potensial dengan menggandeng para pemimpin buruh migran sebagai ujung tombak promosi. Selain itu Agus juga memanfaatkan media sosial untuk branding dan marketing usahanya.
Dalam mengelola keuangan untuk kelangsungan bisnisnya, Agus membuat tiga pos, yaitu pos untuk konsumsi sehari-hari, pos untuk gaji dirinya, dan pos untuk investasi. Dengan pengelolaan tersebut, untuk membangun dan memperbesar bisnisnya, Agus hampir tidak tergantung pinjaman bank. Pada akhir-akhir ini selain memiliki toko grosir asesoris “99 Jajag”, berangkat dari kesukaannya atau hobinya nge-gym, Agus akhirnya juga membuka “99 Gym Jajag”.
Dari Kuliah tamu ini mahasiswa dapat memetik ilmu dan informasi tentang bagaimana memulai usaha, bagaimana harus cerdas membaca peluang, menghadapi ancaman dan tantangan. Agus dapat mengubah SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats) menjadi SCOC (Strenghts, Challange, Oportunities, Challange) agar bisnisnya tetap bertahan dan berkembang.

 

Presiden Jokowi berpesan terhadap perguruan tinggi bahwa dalam menghadapi disrupsi dan perubahan di masa pandemi ini perguruan tinggi perlu menghadirkan praktisi dan pelaku industri dalam pelaksanaan belajar mengajar di kelas-kelas kuliah. Untuk itu matakuliah Pengantar Manajemen dan Kewirausahaan menggandeng pengusaha untuk mengisi Kuliah Tamu dengan tema “Belajar Bisnis dari Pengusaha”. Kuliah Tamu yang dihadari 87 mahasiswa Sastra Indonesia ini menghadirkan Agus 99 Jajag, seorang alumnus Prodi D3 Bahasa Inggris, Fakultas Sastra (FIB) UNEJ yang sukses menjadi pengusaha di kampung halamannya di Jajag, Banyuwangi.
Mahasiswa menyimak proses dan kiat-kiat Agus 99 Jajag dalam membangun bisnis from zero to hero. Agus memulai usaha dari keadaan “the power of kepepet”. Setelah mengirimkan 100 lamaran pekerjaan, dia diterima kerja di Telkomsel dengan posisi sebagai karyawan kontrak selama dua tahun. Saat menjelang kontraknya berakhir, dia memikirkan tentang masa depannya. Karena tidak ingin lagi bekerja di bawah orang lain, dia bertekad bulat untuk membangun usaha dengan membuka kios cendera mata (topi, arloji, sabuk, dll.) di teras Indomaret di dekat rumahnya. Lama kelamaan bisnisnya berkempang pesat, Agus dapat membuka kiosnya di seluruh Indomaret se-Banyuwangi, bahkan beberapa di Bondowoso, Situbondo dan Jember.
Oleh karena pikirannya selalu merasa ditantang oleh perkembangan bisnis, Agus melakukan istilahnya “pre-emptive strike” atau serangan pendahuluan, sebelum bisnisnya terkena disrupsi, Agus mengubah bisnisnya dengan menutup seluruh gerainya dengan mendirikan toko sendiri. Agar mendapatkan berkah tokonya dinamanakan “99 Jajag”, angka 99 didapat dari asmaul husna. Sebagai toko baru, Agus berupaya membranding tokonya dengan mengikuti event-event di Banyuwangi yang berpotensi mengumpulkan banyak orang. Yang ia lakukan tidak melulu direct selling tetapi menanamkan kesadaran merek (brand awarness) kepada khalayak yang hadir di event-event tersebut. Brand awarness mengenai nama dan keberadaan tokonya serta produk yang ditawarkan dilakukan melalui pemasangan umbul-umbul, banner, brosur, dll. di sekitar lokasi event. Selain itu dia melihat potensi buruh migran Indonesia yang berasal dari Banyuwangi dan sekitarnya sebagai konsumen yang potensial dengan menggandeng para pemimpin buruh migran sebagai ujung tombak promosi. Selain itu Agus juga memanfaatkan media sosial untuk branding dan marketing usahanya.
Dalam mengelola keuangan untuk kelangsungan bisnisnya, Agus membuat tiga pos, yaitu pos untuk konsumsi sehari-hari, pos untuk gaji dirinya, dan pos untuk investasi. Dengan pengelolaan tersebut, untuk membangun dan memperbesar bisnisnya, Agus hampir tidak tergantung pinjaman bank. Pada akhir-akhir ini selain memiliki toko grosir asesoris “99 Jajag”, berangkat dari kesukaannya atau hobinya nge-gym, Agus akhirnya juga membuka “99 Gym Jajag”.
Dari Kuliah tamu ini mahasiswa dapat memetik ilmu dan informasi tentang bagaimana memulai usaha, bagaimana harus cerdas membaca peluang, menghadapi ancaman dan tantangan. Agus dapat mengubah SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats) menjadi SCOC (Strenghts, Challange, Oportunities, Challange) agar bisnisnya tetap bertahan dan berkembang.

 

Presiden Jokowi berpesan terhadap perguruan tinggi bahwa dalam menghadapi disrupsi dan perubahan di masa pandemi ini perguruan tinggi perlu menghadirkan praktisi dan pelaku industri dalam pelaksanaan belajar mengajar di kelas-kelas kuliah. Untuk itu matakuliah Pengantar Manajemen dan Kewirausahaan menggandeng pengusaha untuk mengisi Kuliah Tamu dengan tema “Belajar Bisnis dari Pengusaha”. Kuliah Tamu yang dihadari 87 mahasiswa Sastra Indonesia ini menghadirkan Agus 99 Jajag, seorang alumnus Prodi D3 Bahasa Inggris, Fakultas Sastra (FIB) UNEJ yang sukses menjadi pengusaha di kampung halamannya di Jajag, Banyuwangi.
Mahasiswa menyimak proses dan kiat-kiat Agus 99 Jajag dalam membangun bisnis from zero to hero. Agus memulai usaha dari keadaan “the power of kepepet”. Setelah mengirimkan 100 lamaran pekerjaan, dia diterima kerja di Telkomsel dengan posisi sebagai karyawan kontrak selama dua tahun. Saat menjelang kontraknya berakhir, dia memikirkan tentang masa depannya. Karena tidak ingin lagi bekerja di bawah orang lain, dia bertekad bulat untuk membangun usaha dengan membuka kios cendera mata (topi, arloji, sabuk, dll.) di teras Indomaret di dekat rumahnya. Lama kelamaan bisnisnya berkempang pesat, Agus dapat membuka kiosnya di seluruh Indomaret se-Banyuwangi, bahkan beberapa di Bondowoso, Situbondo dan Jember.
Oleh karena pikirannya selalu merasa ditantang oleh perkembangan bisnis, Agus melakukan istilahnya “pre-emptive strike” atau serangan pendahuluan, sebelum bisnisnya terkena disrupsi, Agus mengubah bisnisnya dengan menutup seluruh gerainya dengan mendirikan toko sendiri. Agar mendapatkan berkah tokonya dinamanakan “99 Jajag”, angka 99 didapat dari asmaul husna. Sebagai toko baru, Agus berupaya membranding tokonya dengan mengikuti event-event di Banyuwangi yang berpotensi mengumpulkan banyak orang. Yang ia lakukan tidak melulu direct selling tetapi menanamkan kesadaran merek (brand awarness) kepada khalayak yang hadir di event-event tersebut. Brand awarness mengenai nama dan keberadaan tokonya serta produk yang ditawarkan dilakukan melalui pemasangan umbul-umbul, banner, brosur, dll. di sekitar lokasi event. Selain itu dia melihat potensi buruh migran Indonesia yang berasal dari Banyuwangi dan sekitarnya sebagai konsumen yang potensial dengan menggandeng para pemimpin buruh migran sebagai ujung tombak promosi. Selain itu Agus juga memanfaatkan media sosial untuk branding dan marketing usahanya.
Dalam mengelola keuangan untuk kelangsungan bisnisnya, Agus membuat tiga pos, yaitu pos untuk konsumsi sehari-hari, pos untuk gaji dirinya, dan pos untuk investasi. Dengan pengelolaan tersebut, untuk membangun dan memperbesar bisnisnya, Agus hampir tidak tergantung pinjaman bank. Pada akhir-akhir ini selain memiliki toko grosir asesoris “99 Jajag”, berangkat dari kesukaannya atau hobinya nge-gym, Agus akhirnya juga membuka “99 Gym Jajag”.
Dari Kuliah tamu ini mahasiswa dapat memetik ilmu dan informasi tentang bagaimana memulai usaha, bagaimana harus cerdas membaca peluang, menghadapi ancaman dan tantangan. Agus dapat mengubah SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats) menjadi SCOC (Strenghts, Challange, Oportunities, Challange) agar bisnisnya tetap bertahan dan berkembang.

Presiden Jokowi berpesan terhadap perguruan tinggi bahwa dalam menghadapi disrupsi dan perubahan di masa pandemi ini perguruan tinggi perlu menghadirkan praktisi dan pelaku industri dalam pelaksanaan belajar mengajar di kelas-kelas kuliah. Untuk itu matakuliah Pengantar Manajemen dan Kewirausahaan menggandeng pengusaha untuk mengisi Kuliah Tamu dengan tema “Belajar Bisnis dari Pengusaha”. Kuliah Tamu yang dihadari 87 mahasiswa Sastra Indonesia ini menghadirkan Agus 99 Jajag, seorang alumnus Prodi D3 Bahasa Inggris, Fakultas Sastra (FIB) UNEJ yang sukses menjadi pengusaha di kampung halamannya di Jajag, Banyuwangi.
Mahasiswa menyimak proses dan kiat-kiat Agus 99 Jajag dalam membangun bisnis from zero to hero. Agus memulai usaha dari keadaan “the power of kepepet”. Setelah mengirimkan 100 lamaran pekerjaan, dia diterima kerja di Telkomsel dengan posisi sebagai karyawan kontrak selama dua tahun. Saat menjelang kontraknya berakhir, dia memikirkan tentang masa depannya. Karena tidak ingin lagi bekerja di bawah orang lain, dia bertekad bulat untuk membangun usaha dengan membuka Kios Jam tangan dan Kacamata di teras Indomaret di dekat rumahnya. Lama kelamaan bisnisnya berkempang pesat, Agus dapat membuka kiosnya di seluruh Indomaret se-Banyuwangi, bahkan beberapa di Bondowoso, Situbondo dan Jember.
Oleh karena pikirannya selalu merasa ditantang oleh perkembangan bisnis, Agus melakukan istilahnya “pre-emptive strike” atau serangan pendahuluan, sebelum bisnisnya terkena disrupsi, Agus mengubah bisnisnya dengan menutup seluruh gerainya dengan mendirikan toko sendiri. Agar mendapatkan berkah tokonya dinamanakan “99 Jajag”, angka 99 didapat dari asmaul husna. Sebagai toko baru, Agus berupaya membranding tokonya dengan mengikuti event-event di Banyuwangi yang berpotensi mengumpulkan banyak orang. Yang ia lakukan tidak melulu direct selling tetapi menanamkan kesadaran merek (brand awarness) kepada khalayak yang hadir di event-event tersebut. Brand awarness mengenai nama dan keberadaan tokonya serta produk yang ditawarkan dilakukan melalui pemasangan umbul-umbul, banner, brosur, dll. di sekitar lokasi event. Selain itu dia melihat potensi buruh migran Indonesia yang berasal dari Banyuwangi dan sekitarnya sebagai konsumen yang potensial dengan menggandeng para pemimpin buruh migran sebagai ujung tombak promosi. Selain itu Agus juga memanfaatkan media sosial untuk branding dan marketing usahanya.
Dalam mengelola keuangan untuk kelangsungan bisnisnya, Agus membuat tiga pos, yaitu pos untuk konsumsi sehari-hari, pos untuk gaji dirinya, dan pos untuk investasi. Dengan pengelolaan tersebut, untuk membangun dan memperbesar bisnisnya, Agus hampir tidak tergantung pinjaman bank. Pada akhir-akhir ini selain memiliki toko grosir asesoris “99 Jajag”, berangkat dari kesukaannya atau hobinya nge-gym, Agus akhirnya juga membuka “99 Gym Jajag”.
Dari Kuliah tamu ini mahasiswa dapat memetik ilmu dan informasi tentang bagaimana memulai usaha, bagaimana harus cerdas membaca peluang, menghadapi ancaman dan tantangan. Agus dapat mengubah SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats) menjadi SCOC (Strenghts, Challange, Oportunities, Challange) agar bisnisnya tetap bertahan dan berkembang.

Presiden Jokowi berpesan terhadap perguruan tinggi bahwa dalam menghadapi disrupsi dan perubahan di masa pandemi ini perguruan tinggi perlu menghadirkan praktisi dan pelaku industri dalam pelaksanaan belajar mengajar di kelas-kelas kuliah. Untuk itu matakuliah Pengantar Manajemen dan Kewirausahaan menggandeng pengusaha untuk mengisi Kuliah Tamu dengan tema “Belajar Bisnis dari Pengusaha”. Kuliah Tamu yang dihadari 87 mahasiswa Sastra Indonesia ini menghadirkan Agus 99 Jajag, seorang alumnus Prodi D3 Bahasa Inggris, Fakultas Sastra (FIB) UNEJ yang sukses menjadi pengusaha di kampung halamannya di Jajag, Banyuwangi.
Mahasiswa menyimak proses dan kiat-kiat Agus 99 Jajag dalam membangun bisnis from zero to hero. Agus memulai usaha dari keadaan “the power of kepepet”. Setelah mengirimkan 100 lamaran pekerjaan, dia diterima kerja di Telkomsel dengan posisi sebagai karyawan kontrak selama dua tahun. Saat menjelang kontraknya berakhir, dia memikirkan tentang masa depannya. Karena tidak ingin lagi bekerja di bawah orang lain, dia bertekad bulat untuk membangun usaha dengan membuka kios cendera mata (topi, arloji, sabuk, dll.) di teras Indomaret di dekat rumahnya. Lama kelamaan bisnisnya berkempang pesat, Agus dapat membuka kiosnya di seluruh Indomaret se-Banyuwangi, bahkan beberapa di Bondowoso, Situbondo dan Jember.
Oleh karena pikirannya selalu merasa ditantang oleh perkembangan bisnis, Agus melakukan istilahnya “pre-emptive strike” atau serangan pendahuluan, sebelum bisnisnya terkena disrupsi, Agus mengubah bisnisnya dengan menutup seluruh gerainya dengan mendirikan toko sendiri. Agar mendapatkan berkah tokonya dinamanakan “99 Jajag”, angka 99 didapat dari asmaul husna. Sebagai toko baru, Agus berupaya membranding tokonya dengan mengikuti event-event di Banyuwangi yang berpotensi mengumpulkan banyak orang. Yang ia lakukan tidak melulu direct selling tetapi menanamkan kesadaran merek (brand awarness) kepada khalayak yang hadir di event-event tersebut. Brand awarness mengenai nama dan keberadaan tokonya serta produk yang ditawarkan dilakukan melalui pemasangan umbul-umbul, banner, brosur, dll. di sekitar lokasi event. Selain itu dia melihat potensi buruh migran Indonesia yang berasal dari Banyuwangi dan sekitarnya sebagai konsumen yang potensial dengan menggandeng para pemimpin buruh migran sebagai ujung tombak promosi. Selain itu Agus juga memanfaatkan media sosial untuk branding dan marketing usahanya.
Dalam mengelola keuangan untuk kelangsungan bisnisnya, Agus membuat tiga pos, yaitu pos untuk konsumsi sehari-hari, pos untuk gaji dirinya, dan pos untuk investasi. Dengan pengelolaan tersebut, untuk membangun dan memperbesar bisnisnya, Agus hampir tidak tergantung pinjaman bank. Pada akhir-akhir ini selain memiliki toko grosir asesoris “99 Jajag”, berangkat dari kesukaannya atau hobinya nge-gym, Agus akhirnya juga membuka “99 Gym Jajag”.
Dari Kuliah tamu ini mahasiswa dapat memetik ilmu dan informasi tentang bagaimana memulai usaha, bagaimana harus cerdas membaca peluang, menghadapi ancaman dan tantangan. Agus dapat mengubah SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats) menjadi SCOC (Strenghts, Challange, Oportunities, Challange) agar bisnisnya tetap bertahan dan berkembang.

Presiden Jokowi berpesan terhadap perguruan tinggi bahwa dalam menghadapi disrupsi dan perubahan di masa pandemi ini perguruan tinggi perlu menghadirkan praktisi dan pelaku industri dalam pelaksanaan belajar mengajar di kelas-kelas kuliah. Untuk itu matakuliah Pengantar Manajemen dan Kewirausahaan menggandeng pengusaha untuk mengisi Kuliah Tamu dengan tema “Belajar Bisnis dari Pengusaha”. Kuliah Tamu yang dihadari 87 mahasiswa Sastra Indonesia ini menghadirkan Agus 99 Jajag, seorang alumnus Prodi D3 Bahasa Inggris, Fakultas Sastra (FIB) UNEJ yang sukses menjadi pengusaha di kampung halamannya di Jajag, Banyuwangi.
Mahasiswa menyimak proses dan kiat-kiat Agus 99 Jajag dalam membangun bisnis from zero to hero. Agus memulai usaha dari keadaan “the power of kepepet”. Setelah mengirimkan 100 lamaran pekerjaan, dia diterima kerja di Telkomsel dengan posisi sebagai karyawan kontrak selama dua tahun. Saat menjelang kontraknya berakhir, dia memikirkan tentang masa depannya. Karena tidak ingin lagi bekerja di bawah orang lain, dia bertekad bulat untuk membangun usaha dengan membuka Kios Jam Tangan dan Kacamata di teras Indomaret di dekat rumahnya. Lama kelamaan bisnisnya berkempang pesat, Agus dapat membuka kiosnya di seluruh Indomaret se-Banyuwangi, bahkan beberapa di Bondowoso, Situbondo dan Jember.
Oleh karena pikirannya selalu merasa ditantang oleh perkembangan bisnis, Agus melakukan istilahnya “pre-emptive strike” atau serangan pendahuluan, sebelum bisnisnya terkena disrupsi, Agus mengubah bisnisnya dengan menutup seluruh gerainya dengan mendirikan toko sendiri. Agar mendapatkan berkah tokonya dinamanakan “99 Jajag”, angka 99 didapat dari asmaul husna. Sebagai toko baru, Agus berupaya membranding tokonya dengan mengikuti event-event di Banyuwangi yang berpotensi mengumpulkan banyak orang. Yang ia lakukan tidak melulu direct selling tetapi menanamkan kesadaran merek (brand awarness) kepada khalayak yang hadir di event-event tersebut. Brand awarness mengenai nama dan keberadaan tokonya serta produk yang ditawarkan dilakukan melalui pemasangan umbul-umbul, banner, brosur, dll. di sekitar lokasi event. Selain itu dia melihat potensi buruh migran Indonesia yang berasal dari Banyuwangi dan sekitarnya sebagai konsumen yang potensial dengan menggandeng para pemimpin buruh migran sebagai ujung tombak promosi. Selain itu Agus juga memanfaatkan media sosial untuk branding dan marketing usahanya.
Dalam mengelola keuangan untuk kelangsungan bisnisnya, Agus membuat tiga pos, yaitu pos untuk konsumsi sehari-hari, pos untuk gaji dirinya, dan pos untuk investasi. Dengan pengelolaan tersebut, untuk membangun dan memperbesar bisnisnya, Agus hampir tidak tergantung pinjaman bank. Pada akhir-akhir ini selain memiliki toko grosir asesoris “99 Jajag”, berangkat dari kesukaannya atau hobinya nge-gym, Agus akhirnya juga membuka “99 Gym Jajag”.
Dari Kuliah tamu ini mahasiswa dapat memetik ilmu dan informasi tentang bagaimana memulai usaha, bagaimana harus cerdas membaca peluang, menghadapi ancaman dan tantangan. Agus dapat mengubah SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats) menjadi SCOC (Strenghts, Challange, Oportunities, Challange) agar bisnisnya tetap bertahan dan berkembang.

 

Presiden Jokowi berpesan terhadap perguruan tinggi bahwa dalam menghadapi disrupsi dan perubahan di masa pandemi ini perguruan tinggi perlu menghadirkan praktisi dan pelaku industri dalam pelaksanaan belajar mengajar di kelas-kelas kuliah. Untuk itu matakuliah Pengantar Manajemen dan Kewirausahaan menggandeng pengusaha untuk mengisi Kuliah Tamu dengan tema “Belajar Bisnis dari Pengusaha”. Kuliah Tamu yang dihadari 87 mahasiswa Sastra Indonesia ini menghadirkan Agus 99 Jajag, seorang alumnus Prodi D3 Bahasa Inggris, Fakultas Sastra (FIB) UNEJ yang sukses menjadi pengusaha di kampung halamannya di Jajag, Banyuwangi.
Mahasiswa menyimak proses dan kiat-kiat Agus 99 Jajag dalam membangun bisnis from zero to hero. Agus memulai usaha dari keadaan “the power of kepepet”. Setelah mengirimkan 100 lamaran pekerjaan, dia diterima kerja di Telkomsel dengan posisi sebagai karyawan kontrak selama dua tahun. Saat menjelang kontraknya berakhir, dia memikirkan tentang masa depannya. Karena tidak ingin lagi bekerja di bawah orang lain, dia bertekad bulat untuk membangun usaha dengan membuka kios cendera mata (topi, arloji, sabuk, dll.) di teras Indomaret di dekat rumahnya. Lama kelamaan bisnisnya berkempang pesat, Agus dapat membuka kiosnya di seluruh Indomaret se-Banyuwangi, bahkan beberapa di Bondowoso, Situbondo dan Jember.
Oleh karena pikirannya selalu merasa ditantang oleh perkembangan bisnis, Agus melakukan istilahnya “pre-emptive strike” atau serangan pendahuluan, sebelum bisnisnya terkena disrupsi, Agus mengubah bisnisnya dengan menutup seluruh gerainya dengan mendirikan toko sendiri. Agar mendapatkan berkah tokonya dinamanakan “99 Jajag”, angka 99 didapat dari asmaul husna. Sebagai toko baru, Agus berupaya membranding tokonya dengan mengikuti event-event di Banyuwangi yang berpotensi mengumpulkan banyak orang. Yang ia lakukan tidak melulu direct selling tetapi menanamkan kesadaran merek (brand awarness) kepada khalayak yang hadir di event-event tersebut. Brand awarness mengenai nama dan keberadaan tokonya serta produk yang ditawarkan dilakukan melalui pemasangan umbul-umbul, banner, brosur, dll. di sekitar lokasi event. Selain itu dia melihat potensi buruh migran Indonesia yang berasal dari Banyuwangi dan sekitarnya sebagai konsumen yang potensial dengan menggandeng para pemimpin buruh migran sebagai ujung tombak promosi. Selain itu Agus juga memanfaatkan media sosial untuk branding dan marketing usahanya.
Dalam mengelola keuangan untuk kelangsungan bisnisnya, Agus membuat tiga pos, yaitu pos untuk konsumsi sehari-hari, pos untuk gaji dirinya, dan pos untuk investasi. Dengan pengelolaan tersebut, untuk membangun dan memperbesar bisnisnya, Agus hampir tidak tergantung pinjaman bank. Pada akhir-akhir ini selain memiliki toko grosir asesoris “99 Jajag”, berangkat dari kesukaannya atau hobinya nge-gym, Agus akhirnya juga membuka “99 Gym Jajag”.
Dari Kuliah tamu ini mahasiswa dapat memetik ilmu dan informasi tentang bagaimana memulai usaha, bagaimana harus cerdas membaca peluang, menghadapi ancaman dan tantangan. Agus dapat mengubah SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats) menjadi SCOC (Strenghts, Challange, Oportunities, Challange) agar bisnisnya tetap bertahan dan berkembang.

Presiden Jokowi berpesan terhadap perguruan tinggi bahwa dalam menghadapi disrupsi dan perubahan di masa pandemi ini perguruan tinggi perlu menghadirkan praktisi dan pelaku industri dalam pelaksanaan belajar mengajar di kelas-kelas kuliah. Untuk itu matakuliah Pengantar Manajemen dan Kewirausahaan menggandeng pengusaha untuk mengisi Kuliah Tamu dengan tema “Belajar Bisnis dari Pengusaha”. Kuliah Tamu yang dihadari 87 mahasiswa Sastra Indonesia ini menghadirkan Agus 99 Jajag, seorang alumnus Prodi D3 Bahasa Inggris, Fakultas Sastra (FIB) UNEJ yang sukses menjadi pengusaha di kampung halamannya di Jajag, Banyuwangi.
Mahasiswa menyimak proses dan kiat-kiat Agus 99 Jajag dalam membangun bisnis from zero to hero. Agus memulai usaha dari keadaan “the power of kepepet”. Setelah mengirimkan 100 lamaran pekerjaan, dia diterima kerja di Telkomsel dengan posisi sebagai karyawan kontrak selama dua tahun. Saat menjelang kontraknya berakhir, dia memikirkan tentang masa depannya. Karena tidak ingin lagi bekerja di bawah orang lain, dia bertekad bulat untuk membangun usaha dengan membuka kios cendera mata (topi, arloji, sabuk, dll.) di teras Indomaret di dekat rumahnya. Lama kelamaan bisnisnya berkempang pesat, Agus dapat membuka kiosnya di seluruh Indomaret se-Banyuwangi, bahkan beberapa di Bondowoso, Situbondo dan Jember.
Oleh karena pikirannya selalu merasa ditantang oleh perkembangan bisnis, Agus melakukan istilahnya “pre-emptive strike” atau serangan pendahuluan, sebelum bisnisnya terkena disrupsi, Agus mengubah bisnisnya dengan menutup seluruh gerainya dengan mendirikan toko sendiri. Agar mendapatkan berkah tokonya dinamanakan “99 Jajag”, angka 99 didapat dari asmaul husna. Sebagai toko baru, Agus berupaya membranding tokonya dengan mengikuti event-event di Banyuwangi yang berpotensi mengumpulkan banyak orang. Yang ia lakukan tidak melulu direct selling tetapi menanamkan kesadaran merek (brand awarness) kepada khalayak yang hadir di event-event tersebut. Brand awarness mengenai nama dan keberadaan tokonya serta produk yang ditawarkan dilakukan melalui pemasangan umbul-umbul, banner, brosur, dll. di sekitar lokasi event. Selain itu dia melihat potensi buruh migran Indonesia yang berasal dari Banyuwangi dan sekitarnya sebagai konsumen yang potensial dengan menggandeng para pemimpin buruh migran sebagai ujung tombak promosi. Selain itu Agus juga memanfaatkan media sosial untuk branding dan marketing usahanya.
Dalam mengelola keuangan untuk kelangsungan bisnisnya, Agus membuat tiga pos, yaitu pos untuk konsumsi sehari-hari, pos untuk gaji dirinya, dan pos untuk investasi. Dengan pengelolaan tersebut, untuk membangun dan memperbesar bisnisnya, Agus hampir tidak tergantung pinjaman bank. Pada akhir-akhir ini selain memiliki toko grosir asesoris “99 Jajag”, berangkat dari kesukaannya atau hobinya nge-gym, Agus akhirnya juga membuka “99 Gym Jajag”.
Dari Kuliah tamu ini mahasiswa dapat memetik ilmu dan informasi tentang bagaimana memulai usaha, bagaimana harus cerdas membaca peluang, menghadapi ancaman dan tantangan. Agus dapat mengubah SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats) menjadi SCOC (Strenghts, Challange, Oportunities, Challange) agar bisnisnya tetap bertahan dan berkembang.

Presiden Jokowi berpesan terhadap perguruan tinggi bahwa dalam menghadapi disrupsi dan perubahan di masa pandemi ini perguruan tinggi perlu menghadirkan praktisi dan pelaku industri dalam pelaksanaan belajar mengajar di kelas-kelas kuliah. Untuk itu matakuliah Pengantar Manajemen dan Kewirausahaan menggandeng pengusaha untuk mengisi Kuliah Tamu dengan tema “Belajar Bisnis dari Pengusaha”. Kuliah Tamu yang dihadari 87 mahasiswa Sastra Indonesia ini menghadirkan Agus 99 Jajag, seorang alumnus Prodi D3 Bahasa Inggris, Fakultas Sastra (FIB) UNEJ yang sukses menjadi pengusaha di kampung halamannya di Jajag, Banyuwangi.
Mahasiswa menyimak proses dan kiat-kiat Agus 99 Jajag dalam membangun bisnis from zero to hero. Agus memulai usaha dari keadaan “the power of kepepet”. Setelah mengirimkan 100 lamaran pekerjaan, dia diterima kerja di Telkomsel dengan posisi sebagai karyawan kontrak selama dua tahun. Saat menjelang kontraknya berakhir, dia memikirkan tentang masa depannya. Karena tidak ingin lagi bekerja di bawah orang lain, dia bertekad bulat untuk membangun usaha dengan membuka kios cendera mata (topi, arloji, sabuk, dll.) di teras Indomaret di dekat rumahnya. Lama kelamaan bisnisnya berkempang pesat, Agus dapat membuka kiosnya di seluruh Indomaret se-Banyuwangi, bahkan beberapa di Bondowoso, Situbondo dan Jember.
Oleh karena pikirannya selalu merasa ditantang oleh perkembangan bisnis, Agus melakukan istilahnya “pre-emptive strike” atau serangan pendahuluan, sebelum bisnisnya terkena disrupsi, Agus mengubah bisnisnya dengan menutup seluruh gerainya dengan mendirikan toko sendiri. Agar mendapatkan berkah tokonya dinamanakan “99 Jajag”, angka 99 didapat dari asmaul husna. Sebagai toko baru, Agus berupaya membranding tokonya dengan mengikuti event-event di Banyuwangi yang berpotensi mengumpulkan banyak orang. Yang ia lakukan tidak melulu direct selling tetapi menanamkan kesadaran merek (brand awarness) kepada khalayak yang hadir di event-event tersebut. Brand awarness mengenai nama dan keberadaan tokonya serta produk yang ditawarkan dilakukan melalui pemasangan umbul-umbul, banner, brosur, dll. di sekitar lokasi event. Selain itu dia melihat potensi buruh migran Indonesia yang berasal dari Banyuwangi dan sekitarnya sebagai konsumen yang potensial dengan menggandeng para pemimpin buruh migran sebagai ujung tombak promosi. Selain itu Agus juga memanfaatkan media sosial untuk branding dan marketing usahanya.
Dalam mengelola keuangan untuk kelangsungan bisnisnya, Agus membuat tiga pos, yaitu pos untuk konsumsi sehari-hari, pos untuk gaji dirinya, dan pos untuk investasi. Dengan pengelolaan tersebut, untuk membangun dan memperbesar bisnisnya, Agus hampir tidak tergantung pinjaman bank. Pada akhir-akhir ini selain memiliki toko grosir asesoris “99 Jajag”, berangkat dari kesukaannya atau hobinya nge-gym, Agus akhirnya juga membuka “99 Gym Jajag”.
Dari Kuliah tamu ini mahasiswa dapat memetik ilmu dan informasi tentang bagaimana memulai usaha, bagaimana harus cerdas membaca peluang, menghadapi ancaman dan tantangan. Agus dapat mengubah SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats) menjadi SCOC (Strenghts, Challange, Oportunities, Challange) agar bisnisnya tetap bertahan dan berkembang.

Presiden Jokowi berpesan terhadap perguruan tinggi bahwa dalam menghadapi disrupsi dan perubahan di masa pandemi ini perguruan tinggi perlu menghadirkan praktisi dan pelaku industri dalam pelaksanaan belajar mengajar di kelas-kelas kuliah. Untuk itu matakuliah Pengantar Manajemen dan Kewirausahaan menggandeng pengusaha untuk mengisi Kuliah Tamu dengan tema “Belajar Bisnis dari Pengusaha”. Kuliah Tamu yang dihadari 87 mahasiswa Sastra Indonesia ini menghadirkan Agus 99 Jajag, seorang alumnus Prodi D3 Bahasa Inggris, Fakultas Sastra (FIB) UNEJ yang sukses menjadi pengusaha di kampung halamannya di Jajag, Banyuwangi.
Mahasiswa menyimak proses dan kiat-kiat Agus 99 Jajag dalam membangun bisnis from zero to hero. Agus memulai usaha dari keadaan “the power of kepepet”. Setelah mengirimkan 100 lamaran pekerjaan, dia diterima kerja di Telkomsel dengan posisi sebagai karyawan kontrak selama dua tahun. Saat menjelang kontraknya berakhir, dia memikirkan tentang masa depannya. Karena tidak ingin lagi bekerja di bawah orang lain, dia bertekad bulat untuk membangun usaha dengan membuka kios cendera mata (topi, arloji, sabuk, dll.) di teras Indomaret di dekat rumahnya. Lama kelamaan bisnisnya berkempang pesat, Agus dapat membuka kiosnya di seluruh Indomaret se-Banyuwangi, bahkan beberapa di Bondowoso, Situbondo dan Jember.
Oleh karena pikirannya selalu merasa ditantang oleh perkembangan bisnis, Agus melakukan istilahnya “pre-emptive strike” atau serangan pendahuluan, sebelum bisnisnya terkena disrupsi, Agus mengubah bisnisnya dengan menutup seluruh gerainya dengan mendirikan toko sendiri. Agar mendapatkan berkah tokonya dinamanakan “99 Jajag”, angka 99 didapat dari asmaul husna. Sebagai toko baru, Agus berupaya membranding tokonya dengan mengikuti event-event di Banyuwangi yang berpotensi mengumpulkan banyak orang. Yang ia lakukan tidak melulu direct selling tetapi menanamkan kesadaran merek (brand awarness) kepada khalayak yang hadir di event-event tersebut. Brand awarness mengenai nama dan keberadaan tokonya serta produk yang ditawarkan dilakukan melalui pemasangan umbul-umbul, banner, brosur, dll. di sekitar lokasi event. Selain itu dia melihat potensi buruh migran Indonesia yang berasal dari Banyuwangi dan sekitarnya sebagai konsumen yang potensial dengan menggandeng para pemimpin buruh migran sebagai ujung tombak promosi. Selain itu Agus juga memanfaatkan media sosial untuk branding dan marketing usahanya.
Dalam mengelola keuangan untuk kelangsungan bisnisnya, Agus membuat tiga pos, yaitu pos untuk konsumsi sehari-hari, pos untuk gaji dirinya, dan pos untuk investasi. Dengan pengelolaan tersebut, untuk membangun dan memperbesar bisnisnya, Agus hampir tidak tergantung pinjaman bank. Pada akhir-akhir ini selain memiliki toko grosir asesoris “99 Jajag”, berangkat dari kesukaannya atau hobinya nge-gym, Agus akhirnya juga membuka “99 Gym Jajag”.
Dari Kuliah tamu ini mahasiswa dapat memetik ilmu dan informasi tentang bagaimana memulai usaha, bagaimana harus cerdas membaca peluang, menghadapi ancaman dan tantangan. Agus dapat mengubah SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats) menjadi SCOC (Strenghts, Challange, Oportunities, Challange) agar bisnisnya tetap bertahan dan berkembang.

Presiden Jokowi berpesan terhadap perguruan tinggi bahwa dalam menghadapi disrupsi dan perubahan di masa pandemi ini perguruan tinggi perlu menghadirkan praktisi dan pelaku industri dalam pelaksanaan belajar mengajar di kelas-kelas kuliah. Untuk itu matakuliah Pengantar Manajemen dan Kewirausahaan menggandeng pengusaha untuk mengisi Kuliah Tamu dengan tema “Belajar Bisnis dari Pengusaha”. Kuliah Tamu yang dihadari 87 mahasiswa Sastra Indonesia ini menghadirkan Agus 99 Jajag, seorang alumnus Prodi D3 Bahasa Inggris, Fakultas Sastra (FIB) UNEJ yang sukses menjadi pengusaha di kampung halamannya di Jajag, Banyuwangi.
Mahasiswa menyimak proses dan kiat-kiat Agus 99 Jajag dalam membangun bisnis from zero to hero. Agus memulai usaha dari keadaan “the power of kepepet”. Setelah mengirimkan 100 lamaran pekerjaan, dia diterima kerja di Telkomsel dengan posisi sebagai karyawan kontrak selama dua tahun. Saat menjelang kontraknya berakhir, dia memikirkan tentang masa depannya. Karena tidak ingin lagi bekerja di bawah orang lain, dia bertekad bulat untuk membangun usaha dengan membuka kios cendera mata (topi, arloji, sabuk, dll.) di teras Indomaret di dekat rumahnya. Lama kelamaan bisnisnya berkempang pesat, Agus dapat membuka kiosnya di seluruh Indomaret se-Banyuwangi, bahkan beberapa di Bondowoso, Situbondo dan Jember.
Oleh karena pikirannya selalu merasa ditantang oleh perkembangan bisnis, Agus melakukan istilahnya “pre-emptive strike” atau serangan pendahuluan, sebelum bisnisnya terkena disrupsi, Agus mengubah bisnisnya dengan menutup seluruh gerainya dengan mendirikan toko sendiri. Agar mendapatkan berkah tokonya dinamanakan “99 Jajag”, angka 99 didapat dari asmaul husna. Sebagai toko baru, Agus berupaya membranding tokonya dengan mengikuti event-event di Banyuwangi yang berpotensi mengumpulkan banyak orang. Yang ia lakukan tidak melulu direct selling tetapi menanamkan kesadaran merek (brand awarness) kepada khalayak yang hadir di event-event tersebut. Brand awarness mengenai nama dan keberadaan tokonya serta produk yang ditawarkan dilakukan melalui pemasangan umbul-umbul, banner, brosur, dll. di sekitar lokasi event. Selain itu dia melihat potensi buruh migran Indonesia yang berasal dari Banyuwangi dan sekitarnya sebagai konsumen yang potensial dengan menggandeng para pemimpin buruh migran sebagai ujung tombak promosi. Selain itu Agus juga memanfaatkan media sosial untuk branding dan marketing usahanya.
Dalam mengelola keuangan untuk kelangsungan bisnisnya, Agus membuat tiga pos, yaitu pos untuk konsumsi sehari-hari, pos untuk gaji dirinya, dan pos untuk investasi. Dengan pengelolaan tersebut, untuk membangun dan memperbesar bisnisnya, Agus hampir tidak tergantung pinjaman bank. Pada akhir-akhir ini selain memiliki toko grosir asesoris “99 Jajag”, berangkat dari kesukaannya atau hobinya nge-gym, Agus akhirnya juga membuka “99 Gym Jajag”.
Dari Kuliah tamu ini mahasiswa dapat memetik ilmu dan informasi tentang bagaimana memulai usaha, bagaimana harus cerdas membaca peluang, menghadapi ancaman dan tantangan. Agus dapat mengubah SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats) menjadi SCOC (Strenghts, Challange, Oportunities, Challange) agar bisnisnya tetap bertahan dan berkembang.
[:]



Comments are Closed