May, 2015
now browsing by month
Pertanyaan Siswa MAN 1 Jember pada Kunjungan ke Fakultas Sastra
Ada yang spesial dari kunjungan siswa-siswi Madrasal Aliyah Negeri (MAN) 1 Jember saat berkunjung ke Fakultas Sastra Universitas Jember. Banyak pertanyaan yang mereka lontarkan terkait dengan persyaratan dan proses perkuliahan di Fakultas Sastra. Beberapa pertanyaan yang sempat terekam adalah:
- Apa syarat utama bagi kami untuk bisa menjadi mahasiswa Program Studi Televisi dan Film (PSTF)
- Bagaimana lulusan Sastra Inggris, Sastra Indonesia dan Ilmu Sejarah dalam mencari kerja
- Apakah bila kami menjadi mahasiswa Ilmu Sejarah harus mempelajari sejarah kemerdekaan atau apa keunggulan dari menjadi mahasiswa Ilmu Sejarah.
- Apakah kita masih membutuhkan pelajaran Bahasa Indonesia? lalu bagaimana lulusan Sastra Indonesia?
- PSTF memberlakukan tugas akhirnya bisa dengan skripsi atau karya, sedangkan untuk membuat karya seperti film itukan pembuatannya berkelompok, seperti apa yang dimaksud dengan karya sebagai pengganti skripsi itu? padahal tugas akhir itu yang kami tahu sifatnya perorangan bukan kelompok.
- Apakah di Ilmu Sejarah kita bisa mempelajari dan menerapkan ilmu perekonomian?
Drs. Hary Kresno Setiawan, MM, menjawab pertanyaan syarat untuk menjadi mahasiswa PSTF yang utama adalah lolos seleksi masuk perguruan tinggi negeri (PTN) baik melalui jalur Seleksi Nasional (SNMPTN) maupun Seleksi Bersama (SBMPTN), kemudian yang tidak kalah penting adalah tidak buta warna, karena setiap mahasiswa akan dituntut untuk bisa mengolah warna melalui mata kuliah nirmana, photografi, produksi, studio dll. Dipertegas oleh Hary Kresno, sangat disayangkan bila hasil produksi film dan gambar pada akhirnya menghasilkan karya yang hitam putih saja. Ditambahkan oleh Denny Antyo, S.Sn, M.Sn selain dari tidak buta warna, calon mahasiswa PSTF dibutuhkan kreatif dan kerjasama yang baik.
Terkait dengan skripsi yang berupa karya, seperti membuat film atau produksi, Denny menjelaskan bahwa tugas akhir mahasiswa bisa dilakukan dengan spesifikasi keilmuan yang diambil oleh mahasiswa dalam penyusunan tugas akhirnya, contohnya bisa mengambil peran sebagai sutradaranya, bisa sebagai koreografernya, bisa sebagai penaskahannya, bisa sebagai lightingnya, bisa sebagai fotografernya dll. Karya yang dimunculkan oleh setiap mahasiswa dalam tugas akhirnya terfokus pada satu keahlian yang mereka kehendaki.
Ketua program studi Sastra Inggris, Supiastutik menitikberatkan kepada penggunaan bahasa Inggris sangat diprioritaskan kepada siapapaun untuk mendapatkan sarana beasiswa yang sekarang ini banyak diberikan kepada mahasiswa baik program beasiswa dalam negeri terlebih luar negeri, banyak alumni Sastra Inggris yang selain dapat melanjutkan di Luar Negeri karena kemampuan bahasa Inggrisnya juga banyak yang bekerja di lintas keahliannya, seperti menjadi diplomat, menjadi guru, bekerja di perbankan, bekerja di instansi-instansi lainnya, tidak seperti lulusan Bahasa Inggris yang memang lebih ke arah menjadi guru walaupun ada juga yang bekerja di bank dan lainnya. Supiastutik dan Riskia juga berbagi bahwa mempelajari Sastra Inggris cakupan ilmunya lebih luas, disamping semua keilmuan yang dipelajari berbahasa Inggris juga diajari berbagai bahasa seperti Perancis, Jepang, Jerman, dll. Bahasa menjadi penting bila kita mau keluar negeri, tegas Supiastutik.
Dra. Sri Ningsih, MS, ketua program studi Sastra Indonesia memaparkan bahwa jangan dikira karena kita orang Indonesia sudah pandai dalam berbahasa Indonesia yang baik dan benar, Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional masih sangat luas dibutuhkan dalam setiap event baik skala domestik maupun Internasional, bahkan Bahasa Indonesia sesuai dengan kesepakatan KTT ASEAN akan dijadikan salah satu bahasa komunikasinya. Kita bukan hanya bangga mempelajari Bahasa Indonesia, lulusan Sastra Indonesia disamping dapat berbahasa Indonesia sesuai dengan EYD, mereka lebih banyak berkiprah sebagai editorial media baik koran, televisi maupun sebagai wartawan, reporter termasuk juga seperti Sastra Inggris, cakupan keilmuannya dapat diterima di semua lapisan pekerjaan yang ada, alumni kami ada yang bekerja di Bank, di dinas sosial, departemen dalam negeri, bahkan ada yang ada di departemen luar negeri. Materi pembelajaran sebagai salah satu unggulan yaitu editing, photografi, jurnalistik, dls.
Ketua program studi Ilmu Sejarah, Drs. Nawiyanto, MA. Ph.D membuka wawasan kepada siswa-siswi MAN1 Jember, bahwa menjad seorang sejarawan atau ahli sejarah atau lebih sempatinya lagi menjadi lulusan Ilmu Sejarah itu tidak sesempit hanya mempelajari Sejarah semata. Nawiyanto menceritakan kisah perjalanannya menjadi seorang dosen di program Ilmu Sejarah. Ketika awal saya belajar ilmu sosial saya sudah tertarik dengan sejarah walaupun ilmu akuntansi saya juga lebih bagus, terang Nawiyanto yang lulusan Australia program pascasarjana dan doktornya di Sejarah. Ketika saya SD saya ingin menjadi guru SD, ketika saya SMP saya ingin lebih meningkat untuk menjadi guru SMP, begitu saya SMA guru saya bilang kamu akan lebih baik lagi daripada menjadi guru SMA. Walaupun nilai akuntansi saya 10 saya lebih memilih untuk masuk di Perguruan Tinggi dan mengambil Ilmu Sejarah di Universitas Gadjah Mada, tegas Nawiyanto. Mempelajari ilmu sejarah itu lebih daripada hanya mempelajari sejarah masa lampau, masa kemerdekaan, atau masa revolusi saja, tetapi lebih dari itu. Makanya kenapa di universitas manapun mata kuliah Pengantar Ilmu Sejarah, Metode Sejarah, Filsafat Sejarah selalu dipelajari. Hal ini kita bisa menggali sejarah dari siapapun melalui metode menggali memeri dari perjalanan hidup dan kenangan hidup seorang tokoh, budayawan, politikus, dls. Boleh jadi kita juga bisa menjadi pelaku sejarah dizamannya. (/bob)
63 Siswa MAN 1 Jember Mengadakan Kunjungan ke Fakultas Sastra
Sebanyak 63 siswa kelas XI jurusan bahasa dan 5 guru pembimbing dari MAN 1 Jember mengadakan kunjungan untuk belajar tentang program studi yang berada di lingkungan Fakultas Sastra Universitas Jember, khususnya Program Studi Televisi dan Film (PSTF). Dalam sambutannya Dekan Fakultas Sastra Universitas Jember Dr. Hairus Salikin, M.Ed. menyambut baik kedatangan para siswa-siswi kelas 9 dan 10 untuk belajar dan memperoleh informasi terkait dengan program studi-program studi yang terdapat di Fakultas Sastra,seperti Program Studi Ilmu Sejarah, Sastra Indonesia, Sastra Inggris, dan Televisi dan Film. Perlu diketahui bahwa animo calon mahasiswa untuk memasuki Program Studi Televisi dan Film sangat tinggi, bahkan bisa bersaing dengan Fakultas Kedokteran.
Sementara itu, perwakilan guru pembimbing dalam sambutannya mengutarakan maksud kedatangan para siswa-siswa MAN 1 Jember ini terkait dengan keinginan untuk mengetahui proses-proses pembelajaran dalam teknologi media, khususnya audiovisual di Program Studi Televisi dan Film (PSTF) karena saat ini teknologi informasi sedang ngetrend. Sehingga para siswa-siswa memiliki wawasan dan pengetahuan untuk melanjutkan studi S1 di Program Studi Televisi dan Film. Selain itu juga ada pemarapan informasi dari jurusan lainnya, seperti Sastra Inggris, Sastra Indonesia, dan Ilmu Sejarah.
Presentasi di awali dari Ketua Jurusan Ilmu Sejarah Drs. Nawiyanto, M.A.,Ph.D. yang memaparkan beberapa informasi terkait dengan Jurusan Ilmu Sejarah, baik visi dan misi, matakuliah keahlian, matakuliah pendukung dengan fasilitas yang dimiliki seperti laboratorium videografi sejarah, termasuk juga dumber daya pengajar. Setelah Jurusan Ilmu Sejarah, presentasi kemudian dilanjutkan Jurusan Sastra Indonesia yang disampaikan oleh Dra. Hj. Sri Ningsih, M.S. dan IMASIND yang dipaparkan oleh ketua IMASIND Agus Sholeh tentang sejarah, kurikulum keahlian, sumber daya staff pengajar, dan orientasi output dari para lulusan Jurusan Sastra Indonesia. Sedangkan Agus Sholeh lebih pada pemaparan organisasi dan program kerja unggulan dari IMASIND, seperti teater akbar, arisan seni, wisata ilmiah, pekan raya, bhakti sosial, termasuk beberapa prestasi-prestasi yang ditorehkan oleh IMASIND. Presentasi selanjutnya disampaikan oleh Dra. Supiastutik, M.Pd. selaku Ketua Jurusan Sastra Inggris yang menyampaikan materi terkait dengan kompetensi, prestasi, kegiatan, dan kurikulum. Termasuk juga tentang kiprah para alumni yang menduduki posisi strategis baik di pemerintahan, media, maupun swasta.
Program Studi Televisi dan Film (PSTF) menyampaikan beberapa informasi penting terkait dengan matakuliah dan kompetensi dari keahlian terkait dengan kemampuan dalam media audiovisual, seperti penulisan naskah fiksi dan non fiksi, sinematografi, tata artisitik, editing, ilmu komunikasi, fotografi, videografi dokumenter, estetika, presenter, jurnalistik televisi, praktika terpadu dalam bidang variety show dan film fiksi. Pemaparan disampaikan oleh Drs. Hary Kresno Setiawan, M.M. dan Denny Antyo Hartanto, S.Sn.,M.Sn. Acara dilanjutkan dengan tanya jawab antara siswa-siswa dengan para pemateri. (BAK)
KANALISASI PRAKARSA DAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM MEMAJUKAN PEMBANGUNAN KABUPATEN BANYUWANGI
Oleh: Kusnadi[1]
Pada hari Rabu, 15 Desember 2010 lalu, Kementerian Dalam Negeri telah memberikan penghargaan Innovative Government Award (IGA) kepada empat kabupaten/kota di Indonesia, yang telah banyak melakukan inovasi dalam rangka memajukan daerah dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Empat kabupaten tersebut adalah Kabupaten Solok untuk kategori tata kelola pemerintah daerah, Kota Surabaya dalam hal pelayanan publik, Kabupaten Gianyar untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat, dan Kabupaten Boalemo dalam hal peningkatan daya saing daerah (Kompas, 16 Desember 2010: 2). Setiap kabupaten/kota memiliki bidang kerja prestasi yang berbeda, yang kesemuanya itu ber tujuan sama, yakni memajukan pembangunan di daerahnya. Pilihan kabupaten/kota untuk memajukan bidang-bidang kerja tertentu disesuaikan dengan kondisi sumber daya yang dimiliki dan siap didayagunakan. Suatu prestasi dalam bidang kerja tertentu akan menjadi modal untuk meraih keberhasilan di bidang-bidang pembangunan lainnya pada masa-masa mendatang.
Keberhasilan pembangunan daerah ditentukan oleh beberapa faktor, seperti kualitas aparatur pemerintah daerah dan penguatan fungsi birokrasi, kapasitas kelembagaan pemerintahan daerah, perencanaan pembangunan daerah yang sesuai kebutuhan riil dan visioner, partisipasi dan prakarsa masyarakat yang konstruktif, stabilitas sosial politik yang kondusif, dan dukungan sumber daya lainnya yang memadai. Subjek terpenting dalam pembangunan daerah adalah relasi timbal-balik yang dinamis antara masyarakat dan pemerintah daerah. Di antara kedua subjek tersebut terdapat lembaga-lembaga infrastruktur politik, lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan, dan pelaku-pelaku pembangunan ekonomi, yang kesemuanya itu dapat membantu menjembatani relasi antarpihak, menerjemahkan keinginan bersama menjadi program-program pembangunan daerah, serta mengimplementasikan dan mengawasi pelaksanaan program-program tersebut untuk mencapai kesejahteraan rakyat. Hubungan kerja sama yang sinergis, dinamis, dan konstruktif antarberbagai pihak (stakeholders) merupakan kunci keberhasilan pembangunan daerah. Peluang-peluang untuk membangun kemajuan daerah sangat dimungkinkan di era otonomi daerah ini.
Paradigma Otonomi Daerah
Otonomi Daerah yang secara efektif mulai dilaksanakan pada tahun 2001 merupakan upaya untuk memangkas mata rantai proses pembangunan yang panjang dan sentralistik, sebagaimana diterapkan oleh pemerintahan sebelumnya. Otonomi Daerah untuk mendekatkan hubungan fungsional antara pemerintah daerah dengan masyarakat.[2] Sejak tahun 1980-an telah berkembang pemikiran, wacana, dan konsep-konsep pembangunan yang mulai menggeser peran dominasi pemerintah ke masyarakat. Seiring dengan berjalannya waktu, berkembangnya beragam tuntutan masyarakat, yang dipengaruhi oleh kondisi global, perkembangan dalam negeri, dan peningkatan kualitas manusia, upaya-upaya untuk melakukan pembaruan dalam tata kehidupan berbangsa dan bernegara, memperoleh momentumnya yang tepat ketika kita menghadapi krisis ekonomi pada tahun 1997 yang dilanjutkan dengan pergantian rezim kekuasaan pada Mei 1998. Otonomi Daerah yang “dipercepat” merupakan kelanjutan dari proses perubahan tersebut. Awal abad 21, kita memasuki era pembangunan nasional berbasis otonomi daerah yang berpusat di wilayah kabupaten/kota. Berbagai persoalan yang timbul bersamaan dengan implementasi otonomi daerah ini terus dicarikan jalan keluarnya.
Pada masa otonomi daerah, pola-pola hubungan antara negara dan masyarakat telah mengalami pergeseran yang signifikan. Dalam hal perencanaan pembangunan, pergeseran perspektif dapat dilihat dari semakin berkembangnya pendekatan pemberdayaan, partisipatif, dan kemitraan dalam pembangunan daerah. Masyarakat menjadi subjek pembangunan yang lebih besar. Pergeseran cara pandang ini lebih mengedepankan penguatan relasi baru antara hak asasi dan pembangunan yang melahirkan pendekatan pembangunan berbasis hak (rights-based approach to development). Pada saat yang sama, pertautan antara partisipasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance) melahirkan semangat baru dalam partisipasi warga (citizenship participation). Partisipasi warga merupakan hak fundamental warga negara dalam proses pembangunan dan sekaligus sebagai prasyarat bagi pembentukan hak-hak lainnya.[3]
Secara teoritik, keterbukaan politik atau demokratisasi di era otonomi daerah telah mendesain ulang pola-pola relasi pembangunan antara negara (pemerintah daerah) dan masyarakat ke arah yang lebih setara dan seimbang. Pola-pola demikian mengabaikan prinsip saling mendominasi (Gambar 1). Agar relasi poliitik secara timbal-balik tersebut berlangsung dengan
baik dan produktif, kedua belah pihak diikat oleh hukum, etika sosial, dan aturan main yang menjadi referensi bersama. Baik pemerintah, maupun masyarakat memiliki tanggung jawab bersama melaksanakan dan menegakkan hukum dan peraturan perundang-undangan lainnya sebagai upaya
Sumber: Pratikno dkk. (2004:54)
menciptakan ketertiban sosial, mewujudkan target-target pembangunan yang sudah direncanakan, dan mengembangkan tata pemerintahan yang baik. Pola-pola relasi demikian ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut[4]:
- Meningkatnya kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam setiap urusan publik.
- Tidak ada keputusan politik yang dapat lolos tanpa melalui uji publik, seperti dialog, dengar pendapat, dan penjaringan aspirasi.
- Legitimasi pemerintah (pemkab/pemkot) dan parlemen (DPRD) akan lemah apabila membuat keputusan tanpa memahami aspirasi dan kebutuhan masyarakat.
- Pelayanan publik menjadi orientasi penting antara pemerintah, parlemen, dan masyarakat.
Hubungan yang seimbang antara pemerintah dan masyarakat tidak hanya manifestasi dari pelaksanaan otonomi daerah, tetapi model hubungan yang demikian itu juga merupakan tuntutan kebutuhan masyarakat untuk membangun tata pemerintahan yang baik, sehingga memudahkan pencapaian kemajuan pembangunan daerah dan kesejahteraan masyarakatnya. Dalam membangun sinergi peran dan tanggung jawab kedua belah pihak, diperlukan komunikasi yang intensif dan transparans melalui berbagai saluran, sehingga tidak terjadi kesalahpahaman yang dapat menghambat kinerja pembangunan daerah.
Perwujudan Partisipasi
Partisipasi publik atau partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan memiliki dasar hukum yang jelas, seperti tertuang dalam: Undang-undang RI No. 25, Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang-undang RI No. 25, Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Peraturan perundang-undangan yang bersifat teknis, juga memuat tentang partisipasi masyarakat dalam berbagai bidang pembangunan, seperti kehutanan, perikanan, koperasi, pengelolaan wilayah pesisir, dan sebagainya. Legitimasi tersebut menunjukkan bahwa keterlibatan masyarakat dalam berbagai kegiatan pembangunan merupakan keabsahan.
Partisipasi masyarakat dapat diartikan sebagai suatu proses sosial, dimana masyarakat sebagai salah satu pelaku pembangunan dan pemerintah daerah menjalin kemitraan dan interaksi konsultatif, untuk merumuskan tanggung jawab masing-masing secara sinergis dan mengambil keputusan pembangunan, termasuk mengelola sumber daya pembangunan daerah.[5] Sebagian masyarakat kita belum memahami dengan baik tentang hak dan kewajibannya dalam proses pembangunan, sehingga mereka kurang memiliki perhatian terhadap kegiatan pembangunan. Faktor-faktor penyebabnya, antara lain adalah sikap apatis karena sudah terlalu lama hidup dalam kungkungan rezim pembangunan top-down Orde Baru, kapasitas dan wawasan SDM yang terbatas, dan belum terbukanya lembaga-lembaga pemerintahan, khususnya di aras lokal untuk menampung dan mengelola aspirasi masyarakat secara baik dan benar. Baik pemerintah daerah, maupun masyarakat memiliki tugas untuk mendorong tumbuh dan berkembangnya partisipasi masyarakat.
Untuk mengoptimalkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah, ada beberapa hal yang perlu dilakukan[6]:
- Meningkatkan kemampuan masyarakat mendayagunakan kelembagaan-kelembagaan lokal sebagai instrumen partisipasi, sesuai dengan budaya mereka. Misalnya, pondok pesantren pada masyarakat pedesaan, organisasi paguyuban, organisasi profesi/kerja, forum warga, badan keswadayaan masyarakat, dan sebagainya.
- Mendorong hadir dan berfungsinya lembaga-lembaga kontrol sosial berbasis masyarakat, yang memiliki kedudukan strategis dan independen untuk mengawal proses pembangunan di daerah, seperti Badan Silaturahmi Ulama Pesantren Madura (Bassra) atau Dewan Pembangunan Madura. Lembaga demikian juga dapat berfungsi sebagai penekan (preasure group) dan penyeimbang dalam relasi antara pihak eksekutif (pemerintah daerah) dan badan legislatif (DPRD).
- Pemerintah Daerah hendaknya memberikan informasi yang komprehensif tentang partisipasi pembangunan yang dapat dilakukan oleh masyarakat dan memberikan kemudahan bagi masyarakat berpartisipasi dalam pembangunan. Dalam hal ini, diperlukan program-program sosialisasi, diseminasi informasi melalui sarana komunikasi massa, dan sebagainya.
Lembaga-lembaga politik yang potensial berfungsi sebagai “penampung dan pengolah” aspirasi pembangunan dari masyarakat adalah pemerintah daerah (kabupaten/kota) dan jajaran birokrasinya hingga ke unit organisasi pemerintahan terbawah, Badan Perwakilan Desa (BPD), partai politik, dan badan legislatif DPRD. Seluruh aspirasi masyarakat yang masuk dan kebijakan strategis pemerintah daerah akan disinergikan dan diolah secara komprehensif, sehingga menjadi program-program pembangunan daerah. Partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan dimulai dari penyampaian aspirasi, perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi.
Pada dasarnya, bentuk partisipasi masyarakat dalam pembangunan secara luas, tidak hanya mengikuti alur pemikiran seperti di atas. Bagi warga masyarakat yang memiliki kapasitas berwirausaha dengan mengembangkan unit-unit bisnis tertentu, yang kemudian berdampak strategis terhadap perkembangan perekonomian desa, penyerapan tenaga kerja, serta peningkatan kesejahteraan warga yang terlibat di dalamnya untuk mengikis pengangguran dan kemiskinan, maka warga negara yang demikian juga telah melakukan dengan baik kegiatan partisipasi pembangunan sosial ekonomi. Sesungguhnya, ruang-ruang partisipasi pembangunan yang demikian ini terbuka luas bagi masyarakat untuk mencapai kemajuan daerahnya.
Prakarsa dan partisipasi masyarakat merupakan modal sosial (social capital) yang sangat berharga dalam memajukan pembangunan daerah. Agar modal sosial tersebut dapat didayagunakan secara baik, diperlukan kanalisasi aspirasi, kelembagaan yang kondusif untuk menampung dan mengolahnya, serta ruang sosial yang fleksibel untuk mengaktualisasikan partisipasi, sehingga memberi kontribusi positif terhadap kelangsungan pembangunan daerah. Prakarsa dan partisipasi dalam pembangunan daerah merupakan hak dan tanggung jawab seluruh warga masyarakat.
Program-program Pendorong Partisipasi
Program-program pembangunan daerah yang berpotensi membangkitkan semangat partisipasi warga masyarakat adalah program-program yang secara langsung menyangkut kepentingan orang banyak. Program-program demikian adalah: (1) pelayanan publik dan (2) pemberdayaan masyarakat untuk kegiatan ekonomi produktif. Kedua program dapat terlaksana dengan baik, jika didukung oleh program peningkatan kapasitas pemerintah daerah. Jika kedua program tersebut, yakni pelayanan publik dan pemberdayaan masyarakat menjadikan masyarakat sebagai subjek, program peningkatan kapasitas pemerintah daerah, menempatkan aparatur daerah sebagai subjek. Program-program tersebut merupakan indikator terpenting dalam menciptakan tata pemerintahan yang baik di daerah. Baik masyarakat, maupun aparatur pemerintah daerah merupakan subjek terpenting dalam mendorong berkembangnya partisipasi masyarakat memajukan pembangunan di daerah.
- Pelayanan Publik
Pelayanan publik merupakan titik strategis untuk memulai pengembangan good governance di lingkungan pemerintah daerah. Hal ini didasarkan pada tiga alasan berikut[7]:
- Pelayanan publik merupakan ranah dimana negara (pemerintah daerah) berinteraksi dengan warga dan lembaga-lembaga nonpemerintah.
- Berbagai aspek good governance dapat diartikulasikan secara relatif lebih mudah dalam ranah pelayanan publik.
- Pelayanan publik melibatkan “kepentingan” semua unsur good governance.
Melalui pelayanan publik, aktor birokrasi pemerintah daerah akan berinteraksi dengan berbagai pihak, seperti warga negara biasa, pelaku bisnis, pengelola lembaga-lembaga sosial, dan sebagainya. Interaksi itu berlangsung intensif dan berkelanjutan dalam berbagai urusan kepentingan. Kinerja di sektor pelayanan publik akan menentukan baik-buruknya “wajah pemerintah daerah”. Pemerintah Kabupeten Banyuwangi telah memiliki Peraturan Daerah No. 3, Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Publik dan implementasi peraturan daerah ini secara konsisten dan berkualitas akan membantu pengembangan good governance. Bahkan perlu ditingkatkan strategi “pelayanan publik secara terpadu”, yang memudahkan masyarakat berurusan dengan birokrasi pemerintah daerah secara efektif dan efisien. Pemerintah Daerah harus berkreasi dan berinovasi secara terus-menerus dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik berdasarkan umpan-balik dari para pemangku kepentingan lainnya (stakeholders).
- Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat
Strategi pemberdayaan ekonomi masyarakat memiliki tiga nilai strategis sebagai berikut:
- Mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran, serta meningkatkan kesejahteraan sosial penduduk, baik di pedesaan, maupun perkotaan.
- Mempermudah masyarakat mengelola potensi sumber daya ekonomi lokal secara berkelanjutan, sehingga tercipta kesempatan rakyat untuk berusaha.
- Mendorong dinamika perekonomian masyarakat, khususnya di daerah pedesaan.
Pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan melalui strategi pengembangan kelembagaan sosial dengan dukungan sinkronisasi pendampingan serta penyuluhan dan pelayanan secara berkelanjutan. Pendekatan yang integral ini merupakan resep yang efektif untuk mengatasi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.[8] Program pemberdayaan ekonomi ini memiliki relasi kontekstual yang kontrastif dengan masih banyaknya jumlah penduduk miskin di Kabupaten Banyuwangi, yakni 28,75% dari total penduduk 1,6 juta jiwa, sedangkan potensi sumber daya alam dan sumber daya ekonomi daerah sangat besar.[9] Program pemberdayaan ekonomi ini akan melibatkan partisipasi warga masyarakat dalam skala besar.
- Peningkatan Kapasitas Pemerintah Daerah
Untuk mendukung efektivitas keputusan dan pelaksanaan atas kedua program di atas, diperlukan kinerja yang optimal dari pemerintah daerah. Program peningkatan kapasitas pemerintah daerah mencakup dua aspek[10]:
- Peningkatan kapasitas aparatur pemerintah daerah. Subprogram ini bertujuan untuk meningkatkan kompetensi, profesionalisme, dan kemampuan manajemen aparatur pemerintah daerah, sesuai dengan kebutuhan guna mendukung penyelenggaraan pemerintahan, pengelolaan pembangunan, dan fasilitasi pemberdayaan masyarakat di daerah.
- Peningkatan kapasitas kelembagaan pemerintahan daerah. Subprogram ini bertujuan untuk: membangun sinergi hubungan kerja sama antarlembaga di lingkungan pemerintah daerah, baik antara lembaga eksekutif dengan legislatif, maupun hubungan kerja antara lembaga-lembaga pemerintahan dengan lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan.
Program peningkatan kapasitas pemerintah daerah akan memudahkan koordinasi dan sinergi program antarberbagai lembaga penyelenggara pemerintahan, serta mengembangkan partisipasi luas masyarakat dalam memajukan pembangunan di daerah. Dengan dukungan aparatur pemerintah daerah yang berkualitas, kredibel, dan akuntabel, implementasi program-program pembangunan daerah akan lebih mudah mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Penutup
Atmosfir politik di era reformasi dan otonomi daerah telah memberikan keleluasaan pada masyarakat luas untuk berpartisipasi dalam pembangunan daerah. Di samping itu, untuk mengoptimalkan keterlibatan partisipasi warga masyarakat dan lembaga-lembaga nonpemerintah dalam pembangunan daerah diperlukan keterbukaan perilaku aparatur dan kelembagaan pemerintah daerah dan kemampuan mereka mengelola aspirasi masyarakat sebagai modal sosial dan energi pembangunan daerah. Dalam hal ini, kualitas dan kapasitas aparatur pemerintah daerah dan ketersediaan dukungan sumber daya yang memadai sangat diperlukan untuk merespons aspirasi, prakarsa, dan partisipasi masyarakat, serta mengimplementasikan program-program pembangunan daerah. Prakarsa, aspirasi, dan partisipasi masyarakat perlu disediakan kanalisasi agar menjadi sesuatu yang positif bagi upaya merumuskan program pembangunan daerah dan mencapai keberhasilannya.
Lebih dari itu, keberhasilan mencapai tujuan pembangunan daerah dalam rangka memajukan daerah dan meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat sangat bergantung pada komitmen/tanggung jawab kolektif, silaturahmi, dan kepedulian di antara pemerintah daerah dan seluruh komponen warga masyarakat. Komitmen dan kepedulian ini harus secara terus-menerus dipelihara dan dipupuk, sehingga akan menjadi modal sosial yang strategis untuk mengatasi dan mengantisipasi berbagai persoalan yang muncul ketika program-program pembangunan daerah diimplementasikan.
DAFTAR PUSTAKA
Dwiyanto, Agus. 2006. “Mengapa Pelayanan Publik?”, dalam Agus Dwiyanto (Ed.). Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Hosnan. 2007. “Mendorong Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Daerah”, dalam I Made Leo Wiratma (Ed.). Membangun Indonesia dari Daerah: Partisipasi Publik dan Politik Anggaran Daerah. Jakarta: CSIS, hal. 36-42.
Kusmulyono, B.S. 2009. Menciptakan Kesempatan Rakyat Berusaha: Sebuah Konsep Baru tentang Hybrid Microfinancing. Bogor: IPB Press.
Pratikno dkk. 2004. Mengelola Dinamika Politik dan Sumberdaya Daerah. Yogyakarta: Program S2 PLOD UGM dan Departemen Dalam Negeri.
Sajogyo. 2002. “Keswadayaan dan Saling Memberdayakan”, dalam Jurnal Ekonomi Rakyat, Tahun I, No. 5, hal. 1-9.
Sarundajang, S.H. 2002. Arus Balik Kekuasaan Pusat ke Daerah. Jakarta: Sinar Harapan.
Sirajuddin, dkk. 2006. Hak Rakyat Mengontrol Negara: Membangun Model Partisipasi Masyarakat dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah. Jakarta: YAPPIKA.
Sumarto, Hetifah Sj. 2009. Inovasi, Partisipasi, dan Good Governance: 20 Prakarsa Inovatif dan Partisipatif di Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Sutoro, Eko. 2005. “Memperkuat Prakarsa Masyarakat Melalui Perencanaan Daerah”, Kata Pengantar dalam buku Alexander Abe. Perencanaan Daerah Partisipatif. Yogyakarta: Pembaruan, hal. xxiii-xxxvii.
______. “Kemiskinan di Banyuwangi: Derita di atas Melimpahnya Hasil Bumi”, dalam http://groups.yahoo.com/group/nasional-list/message/48832, diunduh tanggal 6 juli 2010.
Artikel lainnya :
[1]Antropolog Fakultas Sastra, Universitas Jember (UNEJ) dan Direktur Institute for Reform of Social Development Management (IRSDEM) Jember. Alamat email: welfarestate@yahoo.co.id. Makalah ini disampaikan dalam rangka meningkatkan komunikasi dan partisipasi masyarakat dalam membangun Kabupaten Banyuwangi yang lebih baik pada masa-masa mendatang. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Bakesbangpol dan Linmas, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, Kamis, 23 Desember 2010 di Hotel “Ikhtiar Surya” Banyuwangi.
[2]S.H. Sarundajang. 2002. Arus Balik Kekuasaan Pusat ke Daerah. Jakarta: Sinar Harapan, hal. 15-18
[3]Sutoro Eko. 2005. “Memperkuat Prakarsa Masyarakat Melalui Perencanaan Daerah”, Kata Pengantar dalam buku Alexander Abe. Perencanaan Daerah Partisipatif. Yogyakarta: Pembaruan, hal. xxiv-xxv.
[4] Pratikno dkk. 2004. Mengelola Dinamika Politik dan Sumberdaya Daerah. Yogyakarta: Program S2 PLOD UGM dan Departemen Dalam Negeri, hal. 54-55.
[5]Lihat juga, Sajogyo. 2002. “Keswadayaan dan Saling Memberdayakan”, dalam Jurnal Ekonomi Rakyat, Tahun I, No. 5, hal. 1 dan Sirajuddin, dkk. 2006. Hak Rakyat Mengontrol Negara: Membangun Model Partisipasi Masyarakat dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah. Jakarta: YAPPIKA, hal. 12-17.
[6]Hosnan. 2007. “Mendorong Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Daerah”, dalam I Made Leo Wiratma (Ed.). Membangun Indonesia dari Daerah: Partisipasi Publik dan Politik Anggaran Daerah. Jakarta: CSIC, hal. 36-42.
[7] Agus Dwiyanto. 2006. “Mengapa Pelayanan Publik?”, dalam Agus Dwiyanto (Ed.). Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, hal. 20-27. Lihat juga, Hetifah Sj. Sumarto. 2009. Inovasi, Partisipasi, dan Good Governance: 20 Prakarsa Inovatif dan Partisipatif di Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, hal- 1-11.
[8]B.S. Kusmulyono. 2009. Menciptakan Kesempatan Rakyat Berusaha: Sebuah Konsep Baru tentang Hybrid Microfinancing. Bogor: IPB Press, hal. 174-175.
[9]Lihat, “Kemiskinan di Banyuwangi: Derita di atas Melimpahnya Hasil Bumi”, dalam http://groups.yahoo.com/group/nasional-list/message/48832, diunduh tanggal 6 juli 2010.
[10]Lihat, Sajogyo, op.cit. hal. 2.
STRATEGI PENDATAAN NELAYAN MoU BOX DI KABUPATEN/KOTA PROBOLINGGO
Oleh: Kusnadi[tabs slidertype=”top tabs”] [tabcontainer] [tabtext][/tabtext] [/tabcontainer] [tabcontent] [tab] Antropolog Maritim dan Kepala Pusat Penelitian Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Lembaga Penelitian, Universitas Jember. Pokok-pokok pikiran yang disampaikan pada “Lokakarya Pendataan Nelayan MoU Box dalam rangka Persiapan Pertemuan Bilateral Indonesia-Australia di Jakarta, Februari 2009”. Kegiatan ini dilaksanakan di Kantor Dinas Perikanan dan Kelautan, Provinsi Jawa Timur, Surabaya, Kamis 15 Januari 2009.[/tab] [/tabcontent] [/tabs]
Nelayan-nelayan Jawa Timur yang mengakses (mencari dan menangkap) sumber daya perikanan (SDI) di wilayah MoU Box, yakni Perairan Pulau Pasir dan sekitarnya, di dekat Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur, yang termasuk dalam wilayah Konservasi Taman Nasional Laut Australia Barat, berasal dari Pulau Raas dan Pulau Tonduk, gugusan pulau-pulau kecil di Sumenep Timur, Madura dan dari Kabupaten/Kota Probolinggo. Pada umumnya, mereka mengutamakan penangkapan teripang. Hasil tangkapan lainnya adalah lola, dugong, hiu, dan penyu. Harga teripang cukup mahal. Dari tangan nelayan harga mencapai Rp 300.000 per kg dan di pasar internasional bisa menembus Rp 1,6 juta per kg. Fluktuasi harga juga ditentukan oleh kualitas teripang. Sekalipun berisiko terhadap keselamatan jiwa karena menggunakan peralatan sederhana, perburuan teripang terus dilakukan. Negara tujuan pasar luar negeri teripang adalah Singapura dan China.
Nelayan-nelayan (pandhiga atau awak perahu) yang menangkap teripang mengoperasikan perahu-perahu yang dimiliki oleh juragan. Wilayah perairan Pulau Pasir dan sekitarnya merupakan daerah penangkapan tradisional (traditional fishing grounds) nelayan-nelayan Madura yang telah berlangsung cukup lama. Pulau Pasir menjadi tempat transit nelayan-nelayan Madura untuk mengambil air dan beristirahat sejenak serta di pulau tersebut juga terdapat makam nelayan-nelayan Madura, Bugis, Rote, dan lainnya. Penangkapan teripang oleh nelayan-nelayan Madura tidak hanya didasari oleh nilai harga jual yang mahal dan karena mereka sudah memiliki keahlian untuk menangkap biota laut tersebut, tetapi juga didorong oleh keterbatasan sumber daya ekonomi pulau dan kekalahan bersaing dengan nelayan-nelayan besar yang beroperasi di perairan gugusan pulau-pulau Sumenep Timur. Selama sumber daya ekonomi di daratan pulau-pulau dan wilayah perairan di sekitar Kecamatan Raas belum memberi penghasilan yang layak, maka peluang nelayan-nelayan Pulau Raas dan Pulau Tonduk menangkap teripang di perairan sekitar Pulau Pasir masih tetap terbuka.
Kondisi perairan yang sama juga dialami oleh Selat Madura. Dari tahun ke tahun karena berbagai faktor, potensi SDI di perairan Selat Madura terus menyusut. Akibatnya, tingkat pendapatan nelayan menurun. Sebagian dari nelayan-nelayan Probolinggo beroperasi semakin jauh untuk memperoleh hasil tangkapan, seperti ke kawasan perairan gugusan pulau-pulau di Sumenep Timur. Sebagian yang lain, menjadi awak perahu/kapal-kapal asal Tanjung Balai, Riau, yang berpangkalan di Tanjung Tembaga, Probolinggo untuk mencari teripang, yang salah satu wilayah perairan yang dituju adalah perairan Pulau Pasir dan sekitarnya. Tawaran gaji bagi nelayan dalam sekali masa melaut (6 bulan) berkisar antara Rp 2 juta s.d. Rp 5 juta. Di Kota Probolinggo ini terdapat beberapa perusahaan yang menampung dan mengekspor hasil tangkapan nelayan tersebut.
Strategi Pendataan
Tahap pralapangan. Hal-hal yang perlu dipersiapkan oleh petugas atau tim pendaftaran yang akan ke lapangan (Probolinggo) adalah sebagai berikut.
- Menyiapkan format substansi pendaftaran atau menetapkan poin-poin yang akan dimintakan informasinya dari nelayan. Garis besar substansi tersebut mencakup informasi tentang: identitas diri nelayan dan keluarganya; aktivitas penangkapan yang dijalani mulai dari rekrutmen, proses kerja, organisasi kerja dalam penangkapan, kapan berangkat dan kembali ke Probolinggo; tingkat pendapatan yang diperoleh; sumber-sumber pendapatan off-fishing; pembelanjaan pendapatan dan pemenuhan kebutuhan sehari-hari; serta harapan hidup dan cita-cita kehidupan mendatang. Poin-poin data ini cukup komprehensif karena bisa digunakan untuk merencanakan kegiatan pemberdayaan sosial ekonomi yang sesuai dengan kebutuhan mereka.
- Menyiapkan penyusunan kuesioner (daftar pertanyaan tertutup) dan pedoman wawancara (interview guide) sebagai instrumen untuk memperoleh atau memancing informasi-informasi di atas (item 1).
- Menguasai informasi awal tentang seluk-beluk kegiatan perikanan tangkap di Probolinggo, kehidupan nelayan setempat secara umum, dan desa-desa yang menjadi tempat asal nelayan-nelayan yang beroperasi di wilayah MoU Box. Informasi ini bisa diperoleh atau segera dimintakan dari dinas teknis terkait (Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten/Kota), atau yang mewakili, yang diundang pada rapat pagi ini.
- Tim pendata supaya bergerak sepasang-sepasang untuk mewancarai nelayan yang dituju agar bisa saling mengisi jika terjadi kemandegan dalam memawancarai informan. Idealnya jumlah nelayan yang akan didata adalah seluruh nelayan yang beroperasi di daerah MoU Box. Jika di-sampling akan menyulitkan untuk memperoleh jumlah yang valid dari nelayan-nelayan yang beroperasi di daerah MoU Box. Karena kegiatan ini adalah pendataan (bukan riset ilmiah), tujuan pendataan ini adalah untuk memperoleh angka yang pasti tentang jumlah nelayan yang beroperasi di daerah MoU Box.
- Menyiapkan sarana pendataan, seperti alat-alat tulis, tape rekorder (alat perekam), kamera, dan lainnya yang relevan.
Tahap Penerjunan/Kunjungan Lapangan. Pada tahap ini, hal-hal yang dilakukan oleh petugas atau tim pendataan untuk memperoleh informasi adalah sebagai berikut.
- Berbekal informasi di atas (No. 3), tim pendata segera meluncur ke desa-desa/kampung nelayan, tempat domisili nelayan MoU Box. Temui terlebih dulu kepala desa/lurah, sampaikan maksud kedatangan di lokasi secara terbuka dan mintalah kepala dusun/kepala kampung/Ketua RW mengantar ke rumah nelayan.
- Setelah tiba di rumah nelayan, sampaikan maksud kedatangan dan mintalah informasi atau data sesuai dengan yang sudah ditetapkan (No. 1). Dalam mengeksplorasi data ini gunakanlah instrumen data yang sudah dibuat sebelumnya (No. 2).
- Kepada nelayan yang sudah diwawancarai, tanyakan siapa-siapa saja (nelayan lainnya) yang beroperasi di daerah MoU Box. Nama-nama nelayan yang diucapkan dan alamat rumahnya supaya dicatat rinci. Datangi rumah mereka dan lakukan wawancara sesuai dengan kebutuhan.
- Penelusuran nama-nama nelayan MoU Box menggunakan teknik bola salju (snow ball), sampai nama-nama seluruh nelayan yang beroperasi di MoU Box terjaring.
- Seandainya nelayan yang bersangkutan tidak ada di tempat karena berbagai hal, termasuk karena melaut, demi menghemat waktu dan tenaga yang ada, data dan informasi bisa diambil dari isteri mereka atau anggota keluarga yang lain.
- Dengan strategi-strategi di atas, kegiatan pendataan bisa dilakukan dengan baik.
Tahap Meninggalkan Lokasi. Pada tahap ini, kegiatan pendataan sudah selesai dilakukan, baik pada setiap nelayan, maupun keseluruhan nelayan. Tim akan meninggalkan lokasi, Probolinggo. Sampaikan ucapan terima kasih atas bantuan dan kerja samanya kepada nelayan dan keluarganya, para pengantar, tokoh masyarakat, serta staf/pimpinan instansi terkait. Juga diingatkan bahwa suatu saat tim pendata akan kembali ke lokasi jika data-data yang telah diperoleh masih dianggap kurang akurat untuk melakukan wawancara lagi.
Tahap Pelaporan. Setelah keseluruhan data diperoleh dilanjutkan dengan kegiatan terakhir, yaitu membuat laporan. Struktur laporan pendataan dibuat sesuai dengan kebutuhan dan mengacu pada substansi yang telah ditetapkan pada No. 1, tahap pralapangan. Prinsip-prinsip penulisan laporan adalah komprehensif, jelas, faktual, ditulis menggunakan bahasa Indonesia yang baku, dan disertai foto nelayan dan keluarganya. Laporan ini akan menjadi dokumen penting bagi departemen.
Penutup
Dalam kegiatan pendataan dan agar hasil yang diperoleh efektif, tim pendata hendaknya tidak bersikap seperti birokrat. Lakukanlah kegiatan wawancara dengan santai, fokus (sesuai dengan pedoman wawancara), serta terukur perolehan datanya dan penggunaan waktu yang efektif. Di samping itu, semangat dan kerja keras selama di lapangan akan berpengaruh terhadap kecekatan bertindak sehingga dalam waktu yang relatif singkat jumlah data yang diperoleh sudah maksimal. Seluruh item data yang diperoleh sangat berharga bagi DKP atau dinas terkait untuk menjadi masukan dalam memberdayakan masyarakat nelayan MoU Box. Jika kegiatan pemberdayaan sosial ekonomi tersebut mampu mengangkat derajat kesejahteraan mereka, niscaya jumlah nelayan yang mencari nafkah di daerah MoU Box akan berkurang.
Penyampaian data-data tersebut (khususnya nama-nama nelayan) kepada pihak Australia juga harus berhati-hati agar tidak dijadikan alat untuk membatasi secara mutlak atau meniadakan hak tradisional nelayan-nelayan Indonesia menangkap ikan di daerah MoU Box. Pengalihan wilayah aktivitas penangkapan nelayan-nelayan dari daerah MoU Box ke fishing ground lainnya, membutuhkan proses waktu. Kita tidak bisa melarang begitu saja tanpa memberikan solusi penyelesaian. Pada umumnya, nelayan-nelayan teripang ini tidak takut mati menentang badai dan ganasnya ombak laut, yang mereka takuti justru kelaparan anggota-anggota keluarganya karena tiada pendapatan yang bisa diperoleh dan dibawa pulang dari kegiatan melaut. Artinya, persoalan ekonomi rumah tangga nelayan merupakan masalah prinsip yang harus diperhatikan dan diatasi, khususnya melalui program-program pemberdayaan sosial ekonomi dari pemerintah!
Artikel lainnya :
Akhmad Sofyan dikukuhkan Sebagai Guru Besar Fakultas Sastra
Jember, 12 Mei 2015
Selasa, 12 Mei 2015, bertempat di Gedung Soetardjo Universitas Jember, Dosen Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Jember Dr. Akhmad Sofyan, M.Hum. dikukuhkan sebagai Guru Besar Fakultas Sastra Universitas Jember dalam bidang ilmu morfologi bahasa Madura. Dalam usianya yang masih muda Akhmad Sofyan berhak menyandang gelar profesor di depan namanya melengkapi pencapaian pendidikan yang selama ini telah ditempuhnya. Alumni Universitas Gadjah Mada untuk jenjang master dan doktor ini menyampaikan orasi ilmiahnya yang berkaitan dengan motofologi bahasa Madura. Ketertarikannya pada bahasa Madura didasari oleh keprihatinnya yang mendalam terhadap kondisi bahasa Madura, sehingga sejak tahun 1997 perhatian dan kajiannya difokuskan pada bahasa dan budaya Madura. Beberapa kajiannya tentang bahasa Madura telah dimuat di beberapa jurnal ilmiah dan diterbitkan dalam bentuk buku. Apalagi Prof. Dr. Akhmad Sofyan, M.Hum. adalah orang asli Madura.
Pengukuhan Guru Besar pada Akhmad Sofyan yang dilakukan oleh Rektor Drs. Moh. Hasan, M.Sc.,Ph.D. dan Senat Universitas Jember yang dihadiri oleh para sivitas akademika juga dibarengkan dengan pengukuhan guru besar lainnya, yaitu Prof. Drs. Dafik, M.Sc.,Ph.D. dan Prof. Dr. Suratno, M.Si. Prof. Dr. Akhmad Sofyan, M.Hum. merupakan guru besar aktif keempat yang dimiliki oleh Fakultas Sastra Universitas Jember. Dengan pengukuhan dirinya sebagai guru besar diharakan dapat memberikan kontribusi keilmuan kepada mahasiswa dan lembaga, dalam hal ini Fakultas Sastra Universitas Jember. (BAK)
Berita Terkait :
Rektor Universitas Jember Bangga Mengukuhkan Guru Besar Sastra
Rektor Universitas Jember, Drs. Moh. Hasan, M.Sc, Ph.D dalam rapat terbuka senat Universitas Jember (12/5) sangat bangga dalam mengukuhkan 3 Guru Besar, yaitu :
- Prof. Dr. Akhmad Sofyan, M.Hum sebagai Profesor dalam Bidang Morfologi Bahasa Madura dari Fakultas Sastra;
- Prof. Drs. Dafik, M.Sc, Ph.D sebagai Profesor Ilmu Kombinatorika dan Teori Graf CGANT Research Group dari FKIP; dan
- Prof. Dr. Suratno, M.Si sebagai Profesor Ilmu Pembelajaran Biologi dari FKIP.
Kebanggaannya karena dalam masa kepemimpinannya sebagai Rektor Universitas Jember semakin banyak Guru Besar sehingga Moh.Hasan banyak berharap dengan banyaknya Guru Besar di Unviersitas Jember, kedepan dapat membawa Universitas Jember lebih maju lagi. Para Guru Besar dituntut untuk terus berkarya dalam mengembangkan dan menerapkan ilmunya kepada generasi muda yaitu mahasiswa yang sedang menuntut ilmu di Universitas Jember, selain itu Moh.Hasan berharap akan lebih banyak karya-karya ilmiah yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dan bangsa. Terlebih dibulan yang penuh dengan momentum, seperti hari Kartini, hari Pendidikan Nasional dan bagi umat Islam bulan depan adalah bulan puasa Romadhon merupakan momentum bagi kita semua dalam mengabdikan diri baik sebagai pendidik dan ilmuwan juga sebagai hamba yang bertaqwa kepada Tuhan YME.
Keberhasilan para Profesor baru tentu saja tidak lepas dari peranan para ibu-ibu sebagai pendamping dan anak-anak serta koleganya, untuk itu Moh. Hasan sangat bersyukur dan berterimaksih kepada semua motivator para Profesor baru ini, dengan dorongan dan spirit dari mereka sehingga dapat membantu tercapainya gelar Profesor baru di Universitas Jember.
Baca Juga :
Publikasi dan Karier Akademik Profesor Sofyan
Pada awal karier akademiknya, Prof. Dr. Akhmad Sofyan, M.Hum tertarik pada kajian Bahasa Politik sehingga menghasilkan beberapa tulisan yang telah dipublikasikan di jurnal ilmiah, antara lain:
- Pengaruh Manipulasi Fungsi Bahasa terhadap Kondisi Bahasa Indonesia
- Mobilisasi Simbol-simbol Kebahasaan dalam Gerakan Reformasi 1998
- Mengembalikan Bahasa Indonesia pada Konsep Dasar Pembentukannya
- Bahasa dan Realitas Pergolakan Sosio-Politis: Kasus Bahasa Indonesia pada Era Orde Baru, Pergerakan Reformasi, dan Era Gus Dur
Selain itu juga menulis beberapa artikel yang dipublikasikan di Jawa Pos dan Surya. Pernah memperoleh penghargaan pada Lomba Penulisan Essai Jawa Pos tahun 1993 dan dari Pusat Bahasa tahun 1996.
Karena keprihatinannya yang mendalam terhadap kondisi Bahasa Madura, sebagai oreng Madhura beliau merasa terpanggil, sehingga sejak tahun 1997 perhatian dan kajiannya difokuskan pada Bahasa dan Budaya Madura. Aktivitas di bidang kebahasamaduraan yang pernah diikutinya antara lain:
- Tim Perumus dalam “Lokakarya Pemantapan Ejaan Bahasa Madura” pada tahun 2002;
- penyelaras “Konsep Ejaan Bahasa Madura” tahun 2003;
- pemrasaran “Sosialisasi Ejaan bahasa Madura”yang diselenggarakan Komnas PAI tahun 2005;
- pemakalah “Seminar Nasional Bahasa Madura”; pemakalah “Kongres Bahasa Madura I”;
- peneliti “Kodifikasi Bahasa Madura” tahun 2005-2008;
- pemakalah “Lokakarya Persiapan Penyusunan Tata Bahasa Madura”; dan
- penyusun “Tata Bahasa Madura”
Beberapa hasil kajiannya tentang Bahasa Madura telah dimuat di beberapa jurnal ilmiah, seperti:
- Linguistik Indonesia (Masyarakat Linguistik Indonesia, Jakarta)
- Humaniora (FIB UGM)
- Humanika (Sekolah Pascasarjana UGM)
- Jurnal Ilmu-Ilmu Humaniora (FS Unej)
- Semiotika (Sastra Indonesia FS Unej)
- Jurnal Ilmu Bahasa (Sastra Inggris FS Unej)
- Majalah Argopuro (Badan Penerbit Unej)
- Kultur (Pusat Budaya Unej)
- Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial (FKIP Unej)
- Medan Bahasa (Balai Bahasa Surabaya)
- Mozaik (FIB Unair)
- Penabastra (Pascasarjana Unesa)
- Linguistika (Pascasarjana Univ. Udayana)
- Sawerigading (Balai Bahasa Makasar), dan lain-lain
Buku-bukunya yang sudah terbit, yaitu:
- Variasi, Keunikan, dan Penggunaan Bahasa Madura (2008)
- Panggunaan Bahasa Orang Madura (2008)
- Tata Bahasa Madura (2008, sebagai Ketua Tim Penyusun)
- Penggunaan kalimat Negatif dalam Bahasa Madura (2001)
Saat ini Prof. Sofyan sedang mepersiapkan penerbitan buku :
- Kelas Kata dalam Bahasa Madura, dan
- Kearifan Lokal Madura
Menjadi Ketua Tim Perevisi Pedoman Umum Ejaan Bahasa Madura Yang Disempurnakan (2012), Tata Bahasa Madura (2013), dan Kamus bahasa Indonesia-Madura (2013). Menjadi Tim Penyusun Modul Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional Berbasis Muatan Lokal Bidang Seni Budaya Jawa Timur (tahun 2013) yang disponsori oleh Direktorat Kebudayaan Kementerian Pendidikand dan Kebudayaan.
Menjadi pelatih dalam Penulisan Karya Tulis Ilmiah terutama untuk materi: “Penggunaan Bahasa dan Karya Tulis Ilmiah”, “Etika Penulisan Karya Ilmiah”, “Penyusunan Proposal dan Pelaksanaan Penelitian Bahasa dan Budaya”, serta “Program Kreativitas Mahasiswa”.
Atas bantuan, motivasi, serta doa dari para pemerhati Bahasa dan Budaya Madura, sejak Juni 2013 diangkat sebagai Guru Besar/Profesor dalam bidang Morfologi Bahasa Madura dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor: 71932/A4.3/KP/2013.
Berita Terkait :
Profil Profesor Akhmad Sofyan
Prof. Dr. Akhmad Sofyan, M.Hum
Lahir di Desa Talango, Kecamatan Talango, Sumenep pada tanggal 16 Mei 1968. Anak ke-2 dari 6 bersaudara
Nama orang tua adalah Moh. Ilyas (alm) dan Muzaimah.
Pendidikan SD sampai SMA ditempuh di Sumenep :
- SDN Talango 2 tahun 1980;
- SMPN Kalianget tahun 1983;
- SMAN Kalianget tahun 1986;
- Pendidikan Sarjana (S1) diselesaikan tahun 1991 pada jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Jember;
- Pendidikan Pascasarjana (S2) diselesaikan tahun 2005 pada Program Studi Linguistik UGM Yogyakarta;
- Pendidikan Doktor (S3) diselesaikan Desember tahun 2009 pada Program Studi Linguistik UGM Yogyakarta;
Meniti karier menjadi dosen pada Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Jember sejak Januari 1992. Pada awal karier akademiknya, Prof. Dr. Akhmad Sofyan, M.Hum tertarik pada kajian Bahasa Politik sehingga menghasilkan beberapa tulisan yang telah dipublikasikan pada beberapa jurnal ilmiah.
Karena keprihatinannya yang mendalam terhadap kondisi bahasa Madura, sebagai oreng Madhura beilau merasa terpanggil, sehingga sejak tahun 1997 perhatian dan kajiannya difokuskan pada Bahasa dan Budaya Madura.
Melalui Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor: 71932/A4.3/KP/2013 bulan Juni 2013 beliau diangkat sebagai Profesor dalam bidang Morfologi Bahasa Madura dan dikukuhkan melalui senat terbuka Universitas Jember, Rabu, 11 Mei 2015 bersama Prof. Drs. Dafik, M.Sc, Ph.D, Guru Besar Ilmu Pembelajaran Biologi dan Prof. Dr. Surano, M.Si, Guru Besar Ilmu Komninatorika dan Teori Graf CGANT Research Group.
Berita Terkait :
Selamat dan Sukses Prof. Dr. Akhmad Sofyan, M.Hum
Segenap pimpinan Fakultas Sastra Universitas Jember, Dosen, Karyawan dan civitas akademika Fakultas Sastra boleh berbangga diri dan mengucapkan selamat dan sukses atas pengukuhan Guru Besar (11/5) atas dosen Fakultas Sastra Prof. Dr. Akhmad Sofyan, M.Hum. Pidato Pengukuhan Guru Besar Prof. Dr. Akhmad Sofyan, M.Hum dilaksanakan pada sidang terbuka senat Universitas Jember pagi ini (11/5) di gedung Soetardjo. Prof. Dr. Akhmad Sofyan, M.Hum dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam Bidang Morfologi Bahasa Madura bersama Prof. Drs. Dafik, M.Sc, Ph.D, Guru Besar Ilmu Pembelajaran Biologi dan Prof. Dr. Surano, M.Si, Guru Besar Ilmu Komninatorika dan Teori Graf CGANT Research Group.